Part 36

2.8K 152 1
                                    

_Penulis pengen mengucapkan terima kasih buat Pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktu mengintip tulisan sederhana ini. Buat Pembaca setia yang senantiasa menantikan kelanjutan 'Bos Baru Kami', terima kasih kesabarannya. Mohon maaf beberapa waktu belakangan agak pelan menulisnya dikarenakan rutinitas pekerjaan yang sedang dahsyat-dahsyatnya. Selamat menikmati_

Nindy mengerutkan dahi, mencoba menerka maksud dari senyuman bosnya. Baru kali ini Nindy melihat Pak Malik tersenyum selebar itu. Tertawa? Dalam mimpi! Pak Malik tak. pernah sekalipun tertawa lepas.

"Itu adikku," Pak Malik memberi respon tak terduga. Kerutan di dahi Nindy bertambah.

"Memangnya apa yang kamu pikirkan? Bisa-bisanya seorang bawahan bergosip tentang atasannya," Pak Malik tersenyum. Untuk saat itu saja Nindy berharap dunia akan berhenti berputar untuk mereka berdua.

Nindy membalas senyum itu, senyum yang sudah sering diimpikannya. Senyum laki-laki yang menjadi atasannya itu, senyum yang hanya untuk Nindy.

Bis melambat, mereka sudah mulai memasuki area tempat penginapan. Ketika bis kemudian berhenti, Nindy membantu Pak Malik membereskan sampah makanannya dan barang-barang pribadi Pak Malik yang disimpannya di bagian depan kursi. Nindy merasa laki-laki yang usianya terpaut beberapa tahun dengannya ini tampak kekanakan. Bahkan Pak Malik harus dibantu Nindy membereskan barangnya.

Ketika kemudian mereka berdua turun, ternyata perjalanan ke penginapan harus menggunakan satu angkutan lagi.Sebuah oplet yang akan membawa mereka naik dan memasuki area penginapan. Nindy dan Pak Malik naik oplet yang sama. Mereka duduk bersebelahan.

Rasa canggung menguap entah ke mana. Pak Malik bahkan yang membawakan koper Nindy naik ke atas oplet. Nindy tak menemukan Ilman. Sepertinya rombongan bisa 1 sudah terlebih dahulu sampai dan naik angkot menuju area penginapan.

"Mana pacar kamu?" suara Pak Malik seolah ditiup di telinganya

Nindy benci ditanya seperti itu. Tak nyaman ketika memgetahui bahwa bosnya itu yang melakukannya.

"Sudah duluan naik sepertinya, Pak," jawab Nindy.

Hening sejenak. Nindy dan Pak Malik tampak larut dalam pemikirannya masing-masing. Jalan yang mereka lalui semakin curam. Sebelah kiri nampak jurang mereka lewati.

"Harusnya dia menunggu kamu," Nindy mendengar suara itu pelan di telinganya. Perempuan itu membelokkan wajah ke arah sumber suara. Matanya berhadapan dengan si pemilik kacamata berbingkai cokelat itu. Hatinya berdesir. Tau apa tentang cinta?

Bos Baru KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang