Pacaran(?)

438 24 0
                                    

“ Di dunia ini tuh gak ada yang namanya kebetulan karena dari semua kemungkinan dan kebetulan itu adalah garis takdir. ”

❇Gracella Fawnia Baylor

|*|
|*|
|*|

Tujuh remaja yang terdiri dari tiga cowok dan empat cewek berjalan beriringan di sepanjang jalan setapak alun-alun kota. Pepohonan berdaun jingga kemerahan langka tumbuh subur menambah pesona malam temaram hanya dapat mengandalkan lampu taman bundar yang berjauhan. Pohon itu adalah pohon momiji yang bernilai cukup mahal karena perlu diimpor dari negeri timur. Di bawah pohon adalah lahan kosong yang ditumbuhi rumput hijau subur dengan bunga hias di beberapa sudut memberikan kesan indah nan menyegarkan.

Alun-alun ini dibagi menjadi empat kotak cabang taman yang ditumbuhi pohon momiji di sepanjang jalan dan di tengah alun-alun adalah air mancur raksasa yang indah. Memasuki kawasan ini tak ayal membuat ketujuh remaja itu berdecak kagum untuk kesekian kalinya padahal mereka sudah sering bermain kesini.

“ Lo bawa kamera gak? ” tanya Cella pada Zelline yang dibalas gelengan oleh cewek itu. Cella mendesah kecewa, menoleh pada Freya di sisi lain dengan tatapan penuh harap.

Freya mengangkat tangannya menghentikan Cella yang akan mengatakan sesuatu, “ Gue ga bawa, ”

Cella merengut sedih. Dengan sisa harapan ia melihat Dena yang dibalas gelengan pelan. Semangat berfotonya mendadak hilang digantikan wajah lesu.

Dena tersenyum geli, “ Gue emang gak bawa tapi Kenzo bawa, kok. ”

Pernyataan Dena tersebut sontak mengembalikan wajah cerah Cella. Cella menoleh menatap Kenzo yang hanya bisa mengangguk pasrah. Ia tau memori kamera yang baru ia pasang akan penuh dalam sekejap mata.

Dena melihat kesusahan hati Kenzo mau tak mau menyodok pipinya dengan telunjuk hingga membentuk jurang kecil disana. “ Nanti kita juga ambil foto terus cetak yang gede, oke? ” bisiknya lembut.

Kenzo mengedipkan matanya takut itu hanya ilusi tapi sepertinya itu nyata. Tanpa sadar bibirnya melengkung membentuk senyum bahagia seperti orang bodoh lalu mengangguk setuju. “ Oke. ”

Mereka tiba di tengah alun-alun kota yang berbentuk lingkaran. Di tengahnya ada kolam besar dengan enam air mancur kecil di sisi luar ke dalam dan satu air mancur raksasa di tengah. Air yang tumpah membentuk lengkungan sempurna memantulkan cahaya dari lampu taman memberitahu pengunjung seberapa dingin suhu air itu.

Cella dengan cepat menarik tangan Zelline dan Freya, tak lupa Dena setelah mendorong Freya berjalan lebih dulu di depan. “ Ayo ambil foto di depan air mancur! ” serunya dengan semangat menggebu-gebu. Ia segera menata posisi teman-temannya. Dari bagian paling kanan adalah Dena, Cella, Zelline, lalu Freya di sisi lain. “ Deketan sini! Posenya kayak gini ya, ” ucap Cella sembari meletakkan satu tangannya di belakang kepala bertindak seolah telinga kelinci dengan hanya menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

Dena tidak banyak bicara, mengikuti gerakannya begitu juga Zelline dan Freya. Dari keempatnya memiliki ekspresi berbeda meskipun gaya tangan sama. Cella dengan mengedip centil ke arah kamera, Freya menjulurkan lidahnya seolah mengejek, Zelline mengerucut seolah sebal, dan Dena adalah yang paling umum, tersenyum anggun ke arah kamera.

Kenzo sudah mengeluarkan dan menyiapkan kamera sejak kalimat pertama Cella sehingga ia tinggal mencari posisi mengambil gambar yang bagus.

My Daisy ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt