Rasa

208 19 1
                                    

" Tidak pernah terpikirkan untuk melupakanmu tapi aku hanya bisa berpura-pura baik-baik saja tanpamu. "

❇Zelline Azkia Dirgantara

|*|
|*|
|*|

Meski sebenarnya Cella sudah terbiasa tanpa Darel hampir empat minggu ini, ia masih merasa sedikit pahit di hati setiap mendapat respon dingin cowok itu, entah disengaja maupun tidak. Cella menggigit bibir bawahnya hingga mati rasa menahan sengatan di hatinya yang tak kunjung reda. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasa ada yang kosong di hatinya. Saat ia masih bergulat dengan emosinya, tepukan ringan jatuh di atas pundaknya, ia mendongak melihat Ellen berdiri dengan nampan makanannya.

" Jus jeruknya abis jadi gue ganti sama jus apel. " lapor Ellen kemudian duduk di depan Cella.

Cella mengangguk, menerima mi ayam dan jus apelnya. Di meja hanya ada mereka berdua tanpa sahabat-sahabat Cella karena mereka ada urusan 'penting' dengan Kenzo, Rav, dan Devan.

Ellen memperhatikan ekspresi lesu Cella yang tidak biasa dan tidak bisa menahan diri untuk bertanya, " Napa lo, mbul? Kusut amat kek seragam belom disetrika. " katanya sambil cengar-cengir.

Cella mengetuk dahinya dengan sumpit, " Cepet makan. Kalo gak makan juga gue batalin janji gue. " ucapnya mengancam.

Ekspresi Ellen berubah kusut, " Iya-iya ini juga mau makan, kok, gausa ancem-ancem pake itu juga kan. " gerutunya pelan sambil mulai memakan batagornya.

Cella merasa lucu melihat reaksi Ellen. Sepenting itukah? Entahlah. Cella sendiri tidak merasa bermain ke pasar malam besok adalah hal penting.

" Berangkatnya jadi pulang sekolah langsung kan? " Tanya Cella memecah keheningan di antara mereka.

Ellen tidak mendongak, masih tekun memakan batagornya. Ia bergumam, " Hmm... Lo ada janji lain? " cowok itu mendongak sambil mengunyah.

Cella menggeleng, " Nggak si, kan abang gue juga lembur makanya mending langsung aja. Tapi kita mampir ke Kakek dulu aja, yuk, kan mulainya masi jam tujuh. " ajaknya dengan nada meminta.

Ellen mengacak rambut Cella secara refleks yang menjadi kebiasaannya sejak mereka masih kanak-kanak. " Iyaa... Udah puas belom? " tanyanya menggoda Cella.

Cella mengembungkan pipinya pura-pura kesal, " Molen ish suka banget ngegodain gue! "

Ellen tertawa, mencolek dagu Cella, " Gembulnya ngambek ni yaa hahaha sini-sini molen peluk biar ga ngambek lagi. " katanya makin gencar menggoda cewek itu.

Cella tak bisa menahan tawa, ia memukul bahu Ellen pelan, " Geli tau mol kuping gue dengernya, ampe bulu kuduk gue bediri semua hahaha... "

Ellan memajukan tubuhnya pada Cella, " Masa si? Emang bulu kuduk lo ada kaki? " tanyanya serius dan berbisik seolah membicarakan rahasia negara.

Cella mendorong pundak Ellen menjauh dan terkekeh, " Kalo gak ada kaki bisa dipasangin sendiri dong. " ia tersenyum melihat Ellen yang juga tersenyum cerah.

Sejenak ia melupakan apa yang meresahkan hatinya tadi. Ia jadi lebih ceria karena Ellen di sampingnya, membantunya melupakan segala sesuatu yang membuatnya sakit. Ellen selalu menjadi mataharinya. Sejak dulu maupun sekarang dia masih mataharinya. Yang membawa kehangatan dan sinar ceria.

" Yodah makan, malah bengong. " tegur Ellen melihat Cella masih menatapnya dalam diam.

Cella mengkerjapkan matanya, " Hah? O-oh, iya, ini juga gue mau lanjutin makannya. " gagapnya langsung menunduk menghadap makanannya dengan wajah merah.

My Daisy ✔Where stories live. Discover now