Putus

7.7K 554 231
                                    

“ Saat kamu meminta dan memberi janji aku menerima segalanya dengan senyum tapi tak pernah terbayang suatu saat nanti semua yang kamu minta dan kamu beri akan pergi dengan cara berbeda. ”

❇Gracella Fawnia Baylor

|*|
|*|
|*|

PLAKKK

Satu tamparan panas mendarat pada wajah tampan Darel yang tidak sama sekali berniat mencegahnya. Ia hanya diam dan menatap sendu ke arah cewek mungil di depannya. Ia bahkan tidak menggubris cewek lain yang memeluk lengannya erat dan merupakan calon tunangannya. Darel hanya bisa menatap mata merah cewek di depannya bahkan setelah rasa sakit yang dalam pada hatinya semakin berkobar, yang ia lakukan hanya diam.

Gracella Fawnia Baylor. Cewek yang masih berstatus pacar Darel ini berusaha sekeras mungkin menahan gejolak emosi yang meluap dalam dirinya. Ia harus merasa cukup dengan menampar Darel sekalipun itu tidak bisa menambal luka di hatinya tak peduli seberapa keras ia menampar wajah cowok itu. Matanya merah penuh rasa sakit dengan gumpalan liquid yang siap menetes. Sejak ia tiba dan menamparnya, Cella belum mengucapkan kalimat apa pun. Hanya tatapannya yang memberitahu seberapa besar rasa sakit yang ditimbulkan Darel.

Dua tahun.

Selama dua tahun ia menjalin hubungan dengan Darel dan tidak pernah sama sekali bertengkar. Hubungan mereka sangat tenang seperti air dan memberi kesan menyegarkan. Tapi siapa sangka di balik ketenangan itu ada sesuatu yang cukup membuat kepercayaannya hilang sekaligus menyakitinya begitu dalam sampai ia tak mampu mengeluarkan air mata.

Cella memejamkan matanya yang terasa panas sebelum kembali menatap Darel lekat dan tersenyum. Senyum lembut yang biasa ia tampilkan tapi kini memiliki kesan dingin dan menyakitkan. Tangan kanannya meraba bekas tamparan di pipi Darel dan cowok itu masih tidak meresponnya. Ia masih tersenyum.

“ Makasih atas dua tahunnya. Gue harap lo bisa bahagia sama dia. ”

Tes

Setetes liquid bening menetes pada punggung tangan Cella yang masih menggantung di pipi Darel. Cella mengusap ujung mata merah Darel dengan senyum yang masih terpasang sempurna.

Dengan suara bergetar ia berucap, “ Gue pergi. Jangan nyariin karena gue nggak akan balik lagi. ”

Saat suara itu jatuh, setetes liquid bening ikut luruh menuruni pipi. Tubuh Darel bergetar melihatnya. Ia sangat ingin memeluk Cella tapi ia tak bisa melakukannya karena tubuhnya mendadak kaku tak bisa digerakkan. Bibirnya ingin mengucapkan sesuatu tapi tak ada yang keluar.

Cella perlahan melepas elusan pada pipi Darel lalu berbalik pergi. Ia tidak lagi menoleh ke belakang untuk sekedar memastikan seperti dulu lagi. Sekarang mereka sudah selesai. Cerita mereka sudah tuntas jadi ia tak memiliki alasan untuk melakukan hal yang bisa menyakiti hatinya lebih dari ini.

Di tempatnya Darel hanya bisa menatap punggung orang yang dicintainya menjauh tanpa menoleh lagi. Sudut matanya basah. Dengan kasar ia melepas tangan yang melingkar pada lengannya lalu berlari menyusul Cella yang sudah tak terlihat lagi.

Darel mengacak rambutnya frustasi. Ia menjambaknya dengan kuat sampai beberapa helai rambut tercabut dan menempel pada tangannya.

Calon tunangannya, Talia, diam di tempatnya sambil menggertakkan giginya kuat melihat pemandangan itu. Ia tak memiliki empati sama sekali dan hanya dipenuhi kebencian pada cewek yang tadi dengan berani mengusik mereka.

Aku nggak pernah meragukan semua janji kamu tapi setelah melihat sendiri aku ragu kamu setia sebelum ini. -batin Cella sembari bersandar pada jendela taksi.

Air matanya masih mengalir deras dan tidak mau berhenti meskipun ia sudah memaksanya untuk itu. Ia mengusap air mata yang tumpah mengenai punggung tangannya lalu kembali tersenyum mengingat saat mereka pertama bertemu.

Saat itu hujan deras ketika kamu bermain basket sendirian di lapangan sekolah. Sudah sangat terlambat untuk pulang tapi kamu tidak peduli dengan langit yang mulai gelap. Kamu tidak sadar ada aku di tepi koridor sedang berteduh dan mengawasi kamu. Saat itu aku merasa cemas kamu akan jatuh karena lapangan yang licin akibat hujan deras. Tapi seolah kamu tau ada yang mencemaskanmu, kamu dengan sengaja berpura-pura jatuh hingga aku terlonjak kaget dan menghampirimu tanpa pikir panjang. Tidak. Saat itu aku menjadi tidak rasional karena kamu. Kamu memang tidak bisa dikhawatirkan karena sikapmu itu. Ah, aku bahkan melupakan fakta kalau kamu adalah cowok kulkas di sekolah. Aku tidak salah, kan? Waktu aku datang mendekat dengan cemas kamu malah tertawa terpingkal yang jujur sangat mengesalkan. Aku hendak pergi tapi kamu malah menarik tanganku hingga jatuh dan bermandikan lumpur kotor. Kamu membuatku sangat marah sampai aku tak tau bagaimana mengekspresikan kemarahanku saat itu. Kemudian kamu berdiri sekaligus membantuku bangkit dan menantangku bermain basket. Aku tidak takut! Aku kapten tim basket putri jadi mana mungkin aku menolak gagasan itu? Kita bermain dengan keunggulan masing-masing tapi yang paling mengherankan bagiku adalah saat kamu masih lebih unggul satu poin di akhir permainan. Itu membuatku lebih ingin marah namun tak bisa mengelak kalau aku sudah kalah. Setelah hujan reda kita berakhir di cafe dengan keadaan basah kuyup sehingga banyak pengunjung cafe yang tertarik dan memandangi kita sepanjang waktu. Itu terasa sangat tidak nyaman asal kamu tau! Aku bahkan terus menggeruru kesal tapi kamu hanya diam seperti batu. Huh! Dasar batu kulkas berjalan! Benar-benar benda mati!

“ Nona, kita sudah sampai. ” suara supir taksi membuyarkan kenangan yang lewat di benak Cella. Cewek itu mengerjap linglung sebelum membayar taksi dan cepat-cepat turun.

Ia menatap bangunan di depannya. Ia sudah kembali ke rumah. Kembali ke bangunan yang sejak kecil ia tinggali sendiri bersama abangnya. Matanya mengedip tanpa sadar, Mama sama Papa kapan balik? Bentar lagi Cella udah mau ujian akhir semester terus hari ulang tahunnya Cella. Kalian balik kan? Abang juga bakal balik sebelum hari ulang tahun Cella, kan?

Cella menghela napas kecil. Ia berpikir ulang tahunnya yang ke delapan belas nanti tidak akan sebaik dua tahun ini. Karena Darel nggak ada. Ya, nggak ada lagi, kan?

Setelah mendengus ia berjalan masuk dengan sedikit lebih lambat dari biasanya. Ia masuk ke kamar segera dan mengurung dirinya tanpa tengok kanan kiri. Ia bahkan tidak melihat meja makan yang penuh dengan makanan dan jajan kesukaannya.

Keinginannya hanya satu. Masuk kamar, kunci, lalu tidur untuk melupakan semua kegundahan di hatinya. Untuk menghapus semua beban yang tinggal di hatinya. Bahkan jika ia bisa ia ingin mnghilangkan semua ingatannya tentang Darel. Dari awal mereka bertemu, menjadi dekat, sampai saat mereka pacaran.

Cella berdiri di depan cermin kamarnya melihat mata merah dan bengkaknya. “ Lo goblok apa dia yang gabisa dipercaya? Kita liat gimana dia nyelesein ini dulu, kalo dia bener-bener gapunya hati dia ga bakal nyamperin gue lagi, kan? ”

My Daisy ✔Where stories live. Discover now