Seperti biasa

5K 333 253
                                    

“ Bahagia itu sederhana. Melihatmu baik-baik saja sudah cukup membuatku tersenyum. ”

❇Darel Ivander Gerald

|*|
|*|
|*|


Tok. Tok. Tok.

“ Cell, cepet bangun! Abang ada kuliah pagi odol!! ” suara berat dan panik muncul di balik pintu kamar yang masih tertutup rapat.

Ketukan tadi berubah jadi gedoran tak sabar karena Cella tidak merespon sama sekali. Deon semakin tidak sabar dan bersiap mendobrak pintu sang adik jika saja daun pintu tak segera terbuka kemudian.

Cella berdiri di ambang pintu dengan wajah masam dan ada lingkar hitam di sekitar matanya yang agak bengkak. Ia tampak kuyu sekalipun sudah wangi dan mengenakan seragam dengan rapi. Sejenak Deon tertegun melihat pemandangan tak biasa di depannya.

“ Lo... ”

Cella menyela, “ Ayo. Katanya ada kelas pagi. ” Cewek itu sedikit mendorong tubuh abang semata wayangnya menyingkir agar bisa keluar.

“ Heh! Lo yang bikin gue kayak gini pagi-pagi, ya?! Udalah ayo! ” sungut Deon menyusul adiknya yang tidak terganggu dengan ucapannya.

Deon melirik jam tangan untuk kesekian kalinya sebelum keluar dari rumah bersama Cella. Dalam hati ia berusaha mempersiapkan diri dengan hukuman yang akan ia terima karena sekarang sudah pukul tujuh pagi.

“ Pake sabuk pengaman Cell, ” ingat Deon yang segera dilaksanakan Cella dengan patuh.

Mobil melaju lebih cepat dari biasanya karena dikejar waktu. Itu baik-baik saja bagi Cella karena upacara pagi yang berarti cewek itu masih bisa menyelinap masuk tanpa tertinggal pelajaran. Tapi itu tidak baik bagi Deon karena pagi ini harus datang di kelas Pak Hari yang mana sangat disiplin. Telat satu detik aja disuruh lari sepuluh kali putaran, apalagi lebih dari itu.

Mobil berhenti di gerbang sebuah sekolah menengah dalam rentang waktu tidak sampai sepuluh menit kemudian. Cella mencium pipi kakaknya sebelum turun dan berlari kecil memutari gerbang depan menuju dinding belakang sekolah.

Perlahan Cella membuka pintu kecil di pojok yang langsung berhadapan dengan toilet cowok. Ia masuk sangat pelan, nyaris tak menimbulkan suara. Pintu itu memiliki panjang dan lebar 1×0,75m sehingga ia sedikit kesusahan menyesuaikan tingginya agar bisa masuk.

Baru saja satu kakinya turun saat mendengar suara berat nan angkuh menyapa gendang telinganya.

“ Gue kira anak teladan kayak lo gak bakalan pernah masuk lewat sini. ”

Cella lolos dari pintu dan mengernyit pada cowok yang berdiri di depannya dengan sebatang rokok terselip di sela jari panjangnya. Cewek itu acuh meninggalkan tempat tapi ditahan oleh cengkeraman pada lengannya.

“ Di luar ada Bu Lulu, lo mau masuk BP? ” ujar cowok itu sinis.

Cella mendecih pelan seraya menyentak lepas tangan yang membelit lengannya. Ia sedikit mundur menjauhi cowok itu sambil menutup hidung. Tapi itu tidak cukup. Tetap saja Cella terbatuk keras sampai cowok itu membekap mulutnya dengan tergesa. Dia juga sudah menginjak putung rokoknya memadamkan api dan menyiramnya agar asap tidak terlalu pekat.

Matanya menatap tajam Cella, “ Lo kalo nggak bisa kena asap rokok ngomong anjir, kalo Bu Lulu masuk gimana? Lo mau kena BP barengan sama gue di toilet cowok lagi. ” ucapnya kemudian melepas bekapan tangannya.

Cella balas melotot, “ Heh! Yang gapunya otak itu elo bego! Dimana-mana cewek tu paling gabisa kena asap rokok! Jadi orang mikir dikit napa si?! ” sentaknya tak mau disalahkan.

My Daisy ✔Where stories live. Discover now