ELGRA

213 19 0
                                    

“ Selalu ada awal untuk memulai dan selalu ada akhir setelah melalui proses panjang. ”

❇Zelline Azkia Dirgantara

|*|
|*|
|*|

Cella berdiri berdampingan dengan Darel di depan cafe ELGRA. Hari ini adalah hari pembukaan dan peresmian cafe. Papa Cella, Alen Baylor, dan Papa Darel, Delvin Gerald, berdiri di sisi kanan dan kiri mereka sebagai Investor terbesar yang memegang masing-masing lima belas persen saham.

Pembukaan disaksikan oleh para pekerja cafe dan teman dekat keduanya termasuk keluarga besar mereka. Bahkan para pemburu berita alias reporter juga turut berbaris menghadiri pembukaan cafe itu. Ada juga teman satu sekolah mereka yang menerima kabar angin berdiri menatap mereka dengan tidak sabar.

“ Dengan disaksikan oleh semua anggota dan keluarga juga kerabat dekat saya secara resmi menyatakan pembukaan dan peresmian cafe serta menjalin kerjasama dengan Group B dan Group GD. ” suara dingin jernih keluar dari bibir Darel. Kini ia tak tampak seperti anak ingusan melainkan sebagai pemuda tampan dengan jas hitamnya.

Asisten barunya, Marcell maju menyerahkan gunting berhias pita hitam putih. Setelah menerima kode dari Delvin dan Alen dia memotong pita di depan pintu utama. Mulai hari ini cafe ELGRA resmi dibuka untuk umum.

Darel menoleh menatap Cella begitu juga sebaliknya. Cella memberikan senyum lembut pada Darel begitu juga sebaliknya. Tangan Darel meraih Cella agar lebih dekat menghadap ke arah saksi mata. “ Pada hari pembukaan ini saya akan mengumumkan produk yang dijual akan diberi potongan harga dua puluh persen berlaku selama tujuh hari dimulai dari sekarang. ”

Cella mengangguk, “ Selain itu, khusus untuk hari ini, sepuluh pembeli pertama akan mendapat cendera mata spesial gratis dengan minimal membeli tiga produk. ” katanya dengan senyum ramah di bibirnya.

“ Jadi kami nyatakan hari ini cafe ELGRA resmi dibuka untuk umum. ” Darel dan Cella masuk bersisian diikuti para saksi mata kecuali reporter.

Di dalam mereka membiarkan para pengunjung memesan dengan bebas. Para reporter yang berdiri di luar mengambil potret luar lalu beberapa fotografer yang diperbolehkan masuk diberi tugas untuk mengambil gambar dalam cafe. Ada pun wawancara hanya bisa membawa perekam suara dengan syarat tidak membeberkan identitas pemilik cafe di setiap berita. Jika ada satu perusahaan berita saja yang berani mengekspos maka jangan salahkan mereka bila tutup lebih awal.

“ Weh gilaaaa lo sendiri Rel yang punya ide gini? ” tanya Devan takjub. Matanya sampai berbinar-binar melihat interior yang terkesan klasik tapi tidak monoton malah memberi kesan menenangkan dan menyenangkan.

Darel menggeleng, “ Kagaklah. Ada bantuan dari Kenzo sama Dena juga. Kalo gue sendiri gak selese-selese yang ada. ” kekehnya.

Devan mamggut-manggut.

Dena, Zelline, Freya, Kenzo, Rav, dan Theo datang dengan tangan Freya dan Zelline membawa masing-masing sepiring kue dan segelas bubble tea.

“ Ngomongin apa, Cell? ” Freya bertanya tanpa berhenti mengecapi kue di mulutnya.

Dena pura-pura mencubit bibir Freya, “ Makan jangan sambil ngomong. ”

Freya sedikit merengut, “ Iya kanjeng ratuuuuu. ” sahutnya patuh meski masih agak dongkol di hatinya.

Zelline menertawakan wajah masam Freya, turut bersuka cita dengan kemalangannya yang mendapat peringatan dari Dena.

“ Semoga sukses bro, ” Kenzo mengangkat tangannya bertos ala pria dengan Darel. Rav dan Devan mengikuti.

Darel tersenyum, “ Makasih. ”

My Daisy ✔Where stories live. Discover now