3: Belum siap sepenuhnya

3.3K 260 9
                                    

"Rama?" suara Shinta serak sekarang.

Rama menatap datar Shinta. Dia berjalan mendekat sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman.

Diletakkan nampan itu di kasur. Shinta menatap bingung. Air mata yang sedari tadi turun sudah dia hapus, walaupun masih ada sedikit bekas.

"Sory." Rama berkata singkat.

Sedangkan Shinta kini mengangkat alisnya, dia tambah bingung. "Hah? Buat?" Shinta menelan ludah. Sepertinya, hari ini Rama tidak melakukan kesalahan apapun kepada dirinya. Jadi, kenapa dia meminta maaf seperti ini?

"Makan." Alih-alih menjawab pertanyaan Shinta, Rama memilih mengucapkan satu kata sambil menunjuk nampan yang berada di kasur. Lalu, cowok itu berbalik arah, pergi meninggalkan Shinta sendiri.

Shinta masih terdiam. Berusaha mencerna kejadian tersebut. Otaknya benar-benar belum sampai.

5 menit berdiam diri. Otak Shinta masih loading. Dia mencoba mencerna kejadian tadi. "Oke, ini sebenernya gue kenapa sih?" Shinta mencoba untuk tenang. Diusahakan agar air matanya tidak mengalir seperti tadi.

"Terus, ini kamar siapa? Nggak mungkin kamar Rama kan?" Shinta menggigit bibir. Kepalanya berdenyut, dan lama kelamaan pandangannya menggelap lagi.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Shinta berusaha tersenyum. Menahan air matanya untuk turun. Dia menghela napas berkali-kali. Dia tengah bercermin, menampakkan wajahnya yang terlihat pucat. Shinta belum siap sepenuhnya.

Tadi, setelah bangun dari pingsan.

Rama berdiri tepat di sebelahnya. Memandang Shinta tajam. Dia menghela napas. "Punya hobi baru?" Dan entah mengapa, Rama sangat menyebalkan tadi.

Shinta mengerjap-ngerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Makan, abis itu mandi. Jam 7 nanti, ada acara. Nggak lupa kan?" Rama bertanya dengan ekspresi dan wajah yang datar.

Shinta yang baru bangun dari pingsan berusaha mencerna kalimat Rama dengan baik. "Acara?"

"Makan malam keluarga." Rama berkata seperlunya saja. "Makan dulu, belum makan kan tadi?"

Shinta benar-benar linglung. Tidak ada satu kejadian yang melekat di otaknya. Shinta mencoba mengingat, dia diam.

Rama mengeryit melihat respon Shinta. Sejak tadi sepertinya Shinta memang berperilaku aneh. Rama mencoba tidak menghiraukan. Dia lantas mengulurkan ponsel kepada Shinta. "Tadi jatuh." Setelah itu, Rama keluar lagi dalam kamar ini.

Sekarang, saat bercermin.

Shinta mengamati benar-benar ponsel yang diberikan oleh Rama tadi.

Ada banyak sekali masalah.

Please, ini bukan ponsel miliknya.

Dan lagi, 1 hal yang membuat Shinta menahan napas. Kontak yang berada di ponselnya hanya berisi 1 nomor saja. Tertera, beloved.

Benar-benar gila dan sangat diluar akal. Seingatnya, Shinta memiliki sekitar 50 kontak. Orang-orang yang penting dalam kehidupannya. Lalu, menghilang kemana 49 kontak itu?

Dan lagi, Shinta tidak sealay itu menamai seseorang dengan nama 'beloved'

Bahkan, nomor Rama saja dia namai 'ma rama-rama'

Ada dua arti. Yang pertama, Rama-rama, yang artinya kupu-kupu, sulit untuk dikejar. Yang kedua, ma rama rama. Artinya, marah-marah. Rama memang selalu marah-marah kepada dirinya. Ibarat kupu-kupu itu telah ditangkap tapi mencoba untuk melepaskan diri karena tak Sudi ditangkap oleh dirinya. Yeah, ntahlah.

Shinta sedari tadi memaksakan otaknya untuk berpikir.

Oke, dia merangkum kejadian dari awal lagi.

Bola basket.

Seragam olahraga.

Ruang UKS.

Penulis bangsat di depannya yang memanggil dirinya dengan sebutan Wi.

Dan dirinya yang dalam keadaan baik-baik saja setelah kecelakaan.

Kamar bernuansa pink.

Rama yang mengobrol ngirit.

Ponsel yang hanya berisi satu kontak saja.

Shinta menelan ludah berkali-kali. Dia tidak sedang bertransmigrasi ke novel milik Zindy bukan?

Dan lagi, dia harus memainkan peran sebagai Dewi. Anastasia Dewi Maharani. Kenapa, kenapa?

Shinta berdecak. Kepalanya benar-benar pusing. Dia, sepertinya ingin pingsan kembali. "Ya tuhan." Shinta belum siap. Bukannya apa-apa. Hanya saja, hidup Dewi jauh dari kata beruntung. Shinta mengelap keringat di pelipisnya. Kehidupan Shinta itu, sangat bahkan lebih beruntung daripada Dewi.

Zindy, benar-benar kejam kepada karakter novelnya.

Shinta menahan napas. Tangannya mengepal mengingat Zindy. Rasanya, dia ingin memukul wajah Zindy sekarang juga. "Kenapa nggak elo aja yang ngerasain jadi Dewi, bangsat!!"

°°°°°°°°°°°°°°°°°

Anastasia Dewi Maharani. Pemeran Antagonis yang benar-benar hidup jauh dari kata beruntung.

Kedua orang tuanya memang masih hidup. Tapi mereka berdua tidak perduli kepada Dewi. Mereka, hanya berlagak perduli jika sedang bersama kedua orang tua Dewa.

Seperti sekarang.

Shinta tersenyum dengan banyak paksaan. Wajah kedua orang tua Dewi benar-benar terlihat seperti malaikat. Akrab sekali, tertawa-tawa, bersendau gurau dengan kedua orang tua Dewa.

Shinta merasa sedikit kasihan kepada Dewi. Yang dimana, anak itu harus bersikap biasa-biasa saja, menerima semua topeng dengan lapang dada. Ah, tapi berbicara mengenai topeng, sepertinya Dewi sudah mengambil satu, walaupun itu hanya topeng kaca. Yang dimana, wajah aslinya terlihat jelas.

Kalian mau tau kenapa Rama, ah salah. Dewa, ya namanya adalah Dewa. Kalian ingin tau mengapa Dewa tadi bisa masuk ke dalam kamar Shinta?

Jawabannya simple. Mereka tinggal 1 atap. Orang tua Dewi menitipkan anaknya kepada orang tua Dewa. Orang tua Dewi itu, orang sibuk. Suka berpindah-pindah tempat. Yeah, entahlah pekerjaan apa yang sedang mereka lakukan.

Shinta ingat sekali. Di penggalan novel itu, alasan mereka menitipkan Dewi. Katanya, kasian pendidikan Dewi jika mereka membawa Dewi pergi. Yeah, itu ringkasan alasan yang mereka katakan kepada orang tua Dewa.

Padahal, alasan yang sebenarnya-

"Dewi pendiam sekali, kenapa sayang?" Lihatlah wajah ibu Dewi benar-benar seperti malaikat. Nadanya pun halus, mengalun dengan merdu.

Shinta hanya tersenyum, menggeleng.

"Iya, sejak tadi kamu diam nak. Ada masalah di sekolah?" Ibu Dewa ikutan bertanya.

Shinta menggeleng lagi, sambil tersenyum tentunya.

Dewa hanya menatap datar saja. Tapi dia juga sedikit tertarik dengan alasan Dewi diam saja.

Shinta merasa tidak nyaman. Dia menelan ludah. Dia memang suka menjadi pusat perhatian. Tapi hanya kepada kedua orang tuanya, kedua orang tua Rama dan Rama sendiri. Oke, dia benar-benar merasa tidak nyaman sekarang.

"Emh. Shin- eh maksud aku, Aku mau ke belakang dulu ya mama, papa, Tante, om." Shinta meminta ijin. Lalu segera menghindar dari mereka.

Mereka berempat benar-benar wajah yang asing. Sepertinya Zindy tidak tau wajah orang tuanya dan orang tua Rama.

Shinta mengepalkan tangan lagi. Lalu meninju tembok di sebelahnya.

"Zindy..." Dia mendesis.

"GUE POTONG TANGAN LO BIAR NGGAK BISA NULIS LAGI!!"

MUTUALWhere stories live. Discover now