30. Sekali saja

449 52 5
                                    

"Makasih," Shinta masih lemas. Tapi dia bersungguh-sungguh mengatakan kalimat tadi. Dia tau, bahwa Rama yang merawat dirinya. Rama bahkan sampai menyuapi dirinya karena Shinta tidak kuat untuk makan sendiri. Kini Rama sudah keluar. Shinta juga rebahan menatap langit-langit kamar. Entah mengapa pandangannya terasa menguning. Sekitarnya juga masih panas. Karena itu, Shinta tertidur, Lagi.

"Shin, ini obatnya, di minum dulu." Rama sudah kembali lagi, dan secara perlahan membangunkan Shinta yang tertidur. Pikirannya tiba-tiba kosong. Rama kini sering lupa sesuatu. Harusnya dia persiapkan obat ini sejak awal tapi malah lupa.

Kenapa? Kenapa dia kini susah mengingat sesuatu? Apa karena Shinta yang sedang demam membuatnya super panik dan takut? Membuatnya dirinya sering lupa pula?

Nggak masuk akal.

Benar-benar nggak masuk akal. Rama kini duduk di samping Shinta yang tertidur. Shinta sudah meminum obatnya, lalu tidur kembali. Telapak tangan Rama menyentuh dahi Shinta. Masih panas, padahal sudah di kompres olehnya tadi.

Rama mengamati wajah Shinta yang tengah tertidur. Jika dilihat baik-baik, Shinta seperti orang biasa pada umumnya. Orang yang bisa sakit sewaktu-waktu. Dia tidak terlihat hebat. Tapi kenapa? Kenapa Shinta selalu bertindak di luar nalar? Selalu dan selalu. Membuatnya sangat kesal.

Khaaaaaaaah.

Rama menghembuskan napas panjang. Rasanya sangat lelah. Rama memijat keningnya sebentar. Baru memikirkan hal ini saja kepalanya sudah pening.

Kalau itu Shinta, dia memikirkan apa saja ya sampai bisa sakit seperti ini? Rama menatap Shinta dengan tatapan sendu. Ujung kanan bibirnya terangkat naik. "Kamu selalu hebat, dalam hal apapun."

***************
Rama selalu hebat dalam bidang akademik maupun non akademik. Apalagi, jika dalam permainan basket. Rama tentunya adalah seorang shooter yang hebat.

Banyak orang memujanya. Anak-anak cewek di sekolah juga banyak yang tertarik dengan dirinya. Beberapa bahkan membuat klub penggemar Dewa Rama.

Nilai akademiknya hampir sempurna. Dia selalu mendapatkan juara satu seangkatan. Tentunya makin banyak orang yang menggemari dirinya kan? Guru-guru di sekolah juga mengenal dirinya. Menjadikan dirinya sebagai contoh murid teladan.

Kesampingkan tentang wajahnya yang tampan dan dia yang merupakan anak tunggal dari keluarga kaya. Tanpa itu pun, rasanya dalam dirinya sendiri sudah hebat. Dia nomor satu loh, dalam hal apapun.

Tapi, dia tidak merasakannya.

Kehebatannya menjadi nomor satu.

Sejak awal selalu mengesalkan.

Sejak kecil, hidupnya selalu saja sial. Apalagi, sejak dirinya bertemu dengan orang itu.

Orang yang bisa mengendalikan orang tuanya.

Dewi Shinta namanya.

Sejak kecil orang itu tidak memiliki prestasi. Sama sekali tidak. Musik, olahraga, ataupun dalam bidang akademik. Semuanya rata-rata. Bahkan bisa dibilang hampir dibawah rata-rata.

Shinta tidak hebat. Tapi orang tuanya senang dengan Shinta.

Memuja-mujanya. Tersenyum hangat. Menunjukkan raut khawatir ketika Shinta terkena masalah.

"Kenapa kamu tidak berteman dengan Shinta? Akan lebih baik jika kamu seperti dia."

Rama tidak paham.

Dia tidak pernah paham.

Sejak kecil, bahkan sampai dia lulus SMP. Rama tidak pernah paham.

Akan lebih baik jika seperti dia?

Memangnya, apa hebatnya seorang Dewi Shinta?

Dia gadis yang cukup menyebalkan.

Cengeng! Selalu menangis jika keinginannya tidak terpenuhi. Apanya yang bagus dari itu semua? Shinta adalah gadis dungu yang manja.

Mengesalkan.

Apalagi, setiap kata yang keluar dari mulut Shinta. Sangat mengesalkan. Semuanya adalah racun. Rama tidak tau bagaimana tapi, setiap kata-kata Shinta bagaikan perintah. Orang-orang menurutinya.

Kenapa?

Dan jika Rama menyerang Shinta, maka dengan mudah Shinta membaliknya. Awalnya Shinta yang salah, tapi entah bagaimana Shinta mampu membuatnya menjadi kesalahannya. Kesalahan Rama. Kenapa? Padahal yang salah Shinta, tapi yang bertanggung jawab atas semua itu adalah dirinya?

Hal ini tidak terjadi sekali. Tapi berulang. Rama semakin membenci Shinta.

Lambat laun Rama tau. Shinta, adalah orang yang manipulatif.

Menakutkan.

Kesan Rama pada Shinta, berubah.

Apalagi, setelah dirinya menjalani pertunangan dengan Shinta. Rama, semakin mengenal Shinta. Dia, orang yang menakutkan.

Shinta, memang tidak berbakat dalam bidang akademik ataupun non akademik. Rama pikir, itu terjadi karena Shinta yang bodoh.

Tapi, Rama keliru.

Hal itu terjadi karena Shinta yang tidak tertarik.

Jadi, ketika Shinta tertarik pada suatu hal, dia akan melakukannya secara sungguh-sungguh. Dan itu, sangat menakutkan.

****************

Dan sekarang, Shinta tertarik pada "keluar dari dunia novel" Rama tidak tau. Bagaimana cara Shinta mewujudkannya. Tapi dia terlihat bersungguh-sungguh. Shinta selalu diam, termenung memikirkan banyak hal.

Sedikit dia berpikir, bahwa tidak mungkin Shinta dapat melakukan hal itu. Tapi, bagi Shinta yang tertarik pada sesuatu, tidak ada hal yang tidak mungkin. Shinta selalu mewujudkan keinginannya. Entah bagaimana caranya, tapi segalanya selalu berada dalam genggamannya.

Rama tidak pernah tau prosesnya. Segalanya adalah hasil yang terlihat. Bagaimana mungkin dia akan tau segala proses Shinta? Jika orang itu enggan menunjukkan? Jika orang itu enggan memberitahunya?

Rama merasa bodoh.

Dan beberapa pertanyaan yang sejak dulu bersarang di kepalanya tak kunjung terjawab pula.

Karena hal apa Shinta tertarik pada dirinya?

Dan sampai kapan Shinta akan tertarik pada dirinya?

Kalau dibalas, apakah rasa sukanya akan menghilang?

"Engggh," Shinta melenguh pelan. Wajahnya mengeluarkan keringat. Kepalanya juga sedikit basah, berkeringat. Telapak tangan Rama menyentuh kening Shinta lagi. Sudah berangsur membaik. Dan sudah berapa lama dia duduk diam dalam keadaan tidak tenang seperti ini?

Khaaaaaah.

Rama menghela napas panjang lagi. Entah yang sudah keberapa kali pada hari ini.

Sekarang sudah siang. Jam menunjukkan pukul 12 tepat. Rama menunduk, dia sejak tadi duduk di samping kasur Shinta. Setengah badannya ia rebahkan di atas kasur. Duduk menunggu, agar sewaktu-waktu jika Shinta membutuhkan dirinya dia ada di sini.

"Shinta, mau makan siang dulu? Habis itu minum obat lagi ya," Rama berdiri ingin mengambil bubur di lantai bawah. Dan entah sudah ke berapa kali dia naik turun untuk mengambil sesuatu.

Rama sendiri heran.

Untuk apa dia melakukan semua hal ini?

Tapi, jauh di lubuk hatinya...

Setidaknya sekali saja.

Setidaknya sekali saja dia melihat 'proses' yang dilakukan oleh Shinta.

Sekali saja...

*************
Sabtu, 15 April 2023

MUTUALWhere stories live. Discover now