19. Sebuah jalan

994 87 7
                                    

"Wah, beneran di sini ternyata." Seseorang datang, lantas duduk di sebelah Shinta yang tengah melamun.

Shinta menoleh, melihat orang itu. Zindy. Tidak, tidak. Di dalam dunia novel ini, namanya adalah Tera.

"Tera?" Shinta menaikkan sebelah alisnya ke atas.

"Yeah, kamu tau? Sekarang jamkos. Pak Mar sedang sakit, semoga lekas sembuh ya, Pak Mar."

Shinta mengedipkan matanya bingung. Siapa pula yang bertanya hei? Menyebalkan. Entah mengapa setiap melihat orang ini Shinta selalu gregetan.

Rasanya, ingin sekali Shinta memotong seluruh jari jemari lentik milik Tera. Tapi diurungkan, itu adalah hal yang tidak boleh dia lakukan.

"Akhir-akhir ini kamu semakin dekat dengan Dewa ya?"

DEG.

Mata Shinta kini membola.

Tera berkata pelan, dia kini sempurna duduk di dekat Shinta.

Sungguh. Ada perasaan tidak enak lagi.

Orang ini...

Tera ini...

Bagaimana caranya dia tau bahwa 'Dewa dan Dewi' menjadi sedikit lebih dekat?

Tunggu. Dan juga, bukankah baru sekarang, Dewa membawanya ke atap untuk berbicara sejenak.

Tunggu.

Deg.

Deg.

Deg.

Deg.

Deg.

Jantung Shinta berdetak dengan sangat cepat.

Tunggu, tunggu, apakah sebenarnya, Tera bukannya mendekati Dewi, tapi...

Malah menguntit?

Deg.

Deg.

Deg.

Deg.

Jantung Shinta terus saja terpompa. Keringatnya keluar. Menakutkan, sangat menakutkan.

Ini baru asumsinya semata, tanpa dasar. Tapi, Shinta kini benar-benar merasa takut dengan sosok Tera.

"Tunggu, dari mana Lo tau kalau gue dan Dewa menjadi sedikit lebih dekat?"

"Uwaaah, dekat beneran ternyata." Tera menganggukkan kepala. Dia lantas mencoret kan sesuatu pada kertasnya. Shinta melirik sejenak. Seperti sebuah rancangan. Dasar cerita. Tunggu. Tera tidak sedang menambahkan unsur "dekat" dengan Dewa kan?

Ck! Shinta berdecak sebal. "Lo orangnya tidak tahu malu ya?!" Langsung menyemprot Tera dengan sebal. Giginya bergemelatuk, menahan amarah. Tangannya mengepal erat. Gila. Jika Tera benar-benar seorang penguntit, ini benar-benar gila. Sosok yang mengerikan.

"Tidak tahu malu? Gue?" Tera sedikit terusik.

"Maksud gue, Lo nggak perlu ikut campur urusan gue. Dan Lo nggak perlu menulis kisah tentang gue!"

"Ha-ha!" Tera sedikit tertawa. "Lo pede banget gue nulis tentang elo! Gue tidak menulis tentang elo!"

"Tapi sedikit terinspirasi kan? Zindy Anastasia dan juga Shinta itu?!" Shinta menggenggam tangannya lebih kuat, rasanya ingin sekali menampar bahkan menjambak rambut panjang milik Tera. Dia tiba-tiba saja teringat mengenai Tera yang tengah menulis tentang Zindy Anastasia dan juga Shinta. Benar-benar membuat kesal. Jika kamu memang benar seorang penulis, bukankah lebih baik menulis tentang diri sendiri ataupun imajinasi diri sendiri dari pada menulis kisah orang lain? Bagus kalau orang yang menjadi objek tulis itu mengijinkan, jika tidak, bagaimana ya, bagaimana ya? Shinta memejamkan mata, dia juga menahan napasnya yang memburu. Dia benar-benar gregetan. Jantungnya terasa sesak. Sungguh.

MUTUALWhere stories live. Discover now