28. Hampir mati

536 47 6
                                    

Shinta tidak tau harus bereaksi seperti apa?

Stella membawanya ke mari.

MALL.

Hah? Apa-apaan ini? Dan lagi, 4 orang bodyguard itu juga masih mengikuti mereka.

Hah? Wajah Shinta dari tadi sudah terlihat tidak terima. Mau apa sih anak ini?

Dan sekarang, hei? Dia pergi ke toko kosmetik. Mau apa sih di—— tunggu. Mata Shinta melebar. Dia terdiam sejenak. Lantas segera memaki kebodohannya. Sepertinya dia tau apa yang tengah dilakukan oleh Stella. Karena itu, sekarang Shinta mengikutinya dengan sedikit rasa lega.

Masuk ke dalam toko, Shinta melihat-lihat, lalu berjalan secara alami menuju rak liptint yang membuatnya tertarik. Dia tidak mengekor Stella lagi.

"Woy!" Stella menampakkan raut wajah yang cukup kesal. Dia menghampiri Shinta.

Shinta menoleh sejenak, lantas melihat dua liptint yang ada di tangannya. "Menurut Lo, bagusan Cherry atau Apple?" Lalu bertanya random.

"Hah?" Stella terlihat cukup bingung. Dia lantas menatap ke arah tangan Shinta yang sedang memegang dua liptint.

"Oh, yang Cherry lebih soft and pinky, gue pakai yang itu."

"Oh, oke. Jadi gue ambil yang Apple."

"Heh!"

Stella sedikit marah. Jadi, untuk apa tadi Dewi bertanya hei? Stella berdecak kecil, dia lantas menunduk. Terserahlah. Kepalanya saat ini masihlah pening.

"Mungkin kita bisa ngobrol di sini," lalu mengatakan kalimat itu dengan pelan. Stella lantas melihat-lihat beberapa liptint di depannya lantas mengambil salah satunya. "Lo kok bisa tau ada bodyguard tadi?" Lantas menanyakan hal yang paling membuatnya penasaran. Masalahnya, ke empat bodyguard tadi tengah bersembunyi loh. Tersembunyi, sulit  di lihat dari jangkauan mata.

"Oh, Lihat sekilas, sebenarnya nggak ekspect sampai ada 4 sih," Shinta menjawab cepat.

"Oh," Stella mengangguk. "Btw, Lo mau negosiasi apa? Gue rasa di sini tempat yang tepat."

Kali ini Shinta tidak langsung menjawab. Sejak memegang liptint tadi, dia sudah banyak berpikir. Sudah banyak jawaban dan praduga yang masuk ke dalam otaknya. Dia nggak boleh gegabah. Apalagi sampai salah bicara.

Yang lebih penting lagi, dia harus bertindak seperti seorang Dewi. Bukan Shinta. Kalau Dewi yang bodoh itu, kira-kira apa ya, yang diinginkan dia kepada Stella.

Mata Shinta masih terarah pada kedua Liptint di tangannya. Tapi pikirannya terbang, tak tentu arah.

Dari sekian banyak praduga yang muncul, satu yang dapat Shinta simpulkan.

Stella berbahaya. Jangan terlalu bermain api dengan dia. Situasi terburuknya, dirinya bisa terbakar oleh api Stella.

"Tentu kamu nggak mau kan, aku nyebar Vidio itu?" Kini Shinta menaikkan sebelah alisnya ke atas. Sedangkan Stella sudah menampakkan raut wajah nggak enak. Dia berdecih pelan, tentu saja dia nggak mau sampai Vidio itu tersebar. Makanya, Stella repot-repot harus 'bernegosiasi' dengan si sialan Dewi.

"Tentu aja kan, apa mau Lo sebagai imbalan Lo nggak akan nyebar Vidio itu?"

"Emh," Shinta meletakkan liptint rasa Cherry ke tempatnya. Dia menatap Stella lagi. Kali ini wajahnya cukup serius. "Kenapa kamu berteman dengan si sialan perebut cowok orang itu?"

"Hah?" Stella terkekeh sejenak. "Liana maksud Lo?" Kali ini dia menyeringai.

'Gue kira dia bakalan tanya apa. Tapi Dewi ya tetap aja Dewi. Si bodoh, yang tergila-gila dengan Dewa.'

MUTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang