2: Situasi yang janggal

3.8K 256 12
                                    

Shinta membuka matanya. Kepalanya sedikit pusing. Dia mengedip-ngedipkan mata, melihat sebuah ruangan yang terasa tak asing.

Lama dia berdiam, menyesuaikan diri. Pengumpulan nyawa lebih tepatnya. Ya, itu yang biasa Shinta lakukan sehabis bangun tidur. Dia akan berdiam diri terlebih dahulu, menatap ruangan dengan diam.

Lalu, ekor matanya menangkap seorang gadis yang tengah berjalan kearahnya.

Zindy.

"Udah baikkan Lo?"

Zindy berdiri di samping brankarnya.

Kepala Shinta sedikit pusing. Lalu, tangannya terkepal erat. Dia tiba-tiba teringat sesuatu. Dia ingin melabrak Zindy di rumahnya. Memberikan makian kepada penulis bangsat itu.

Shinta berusaha duduk. Menatap tajam Zindy di depannya. Berdiam sejenak, merangkai kata-kata. "Bajingan Lo! Apa-apaan maksudnya nulis cerita tentang gue hah? Kurang bahan nulis Lo? Penulis abal-abal! Karya Lo itu nggak lebih dari sampah! Plot hole dimana-mana, Penulis yang bener-bener sampah! Tulisan Lo itu nggak ada manfaatnya tau nggak sih? Nggak ada. Sama sekali nggak ada!" Shinta mengeram kesal. Dia sebenarnya ingin berkata yang lebih kasar lagi, tapi suaranya sedikit serak. Efek bangun tidur, biasa. Lama kelamaan, suaranya akan membaik dengan sendirinya.

Zindy hanya mengernyitkan dahinya. Tak menampakkan wajah tersinggung sekalipun. "Lo... Tau dari mana gue lagi ngurusin naskah tentang Lo?"

Hah?

Saat ini Shinta yang mengernyitkan dahi. Berdehem sejenak, agar suaranya tak serak lagi. Shinta mengambil napas. "Lo pura-pura bego atau gimana bangsat! Lo jelas-jelas yang udah ngirim novel itu ke gue, neror gue buat ngebaca, dan nyuruh gue ngeritik tuh novel sampah! Ending yang bener-bener sampah! Apa-apaan Lo ngejadiin tokoh Dewi koma, sedangkan Dewa sama Liana tunangan tepat di hari Dewi kecelakaan. Astaga! Yang lebih ngeselin tuh kenapa sih elo ngejadiin gue sebagai Antagonis nya? Gue nggak sekejam itu ya bangsat! Lo tau sesuatu? Setiap orang punya hitam dan putih. Sedangkan Lo nyeritain tokoh Dewi seolah-olah cewek Antagonis  yang bener-bener kejam. Cewek yang nggak punya sisi baik sama sekali. Padahal, semua orang punya alasan melakukan sesuatu. Dan itu kelemahan elo. Lo nggak pernah mau tau alasan atau masalah apapun yang menimpa pemeran sampingan. Bagi elo, masalah Pemeran Utama yang paling penting, harus dibuat sedramatis mungkin. Dan Dewi, si Antagonis itu hanyalah badai yang menerpa. Menguji kesabaran dua tokoh utama. Seolah-olah, hidup Dewi memang ditakdirkan serendah itu." Shinta menghirup napas banyak-banyak setelah mengatakan kalimat itu.

Kerutan di dahi Zindy bertambah. "Kritik Lo emang the best sih Wi. Tapi, gue sedikit nggak paham sama maksud dari kalimat elo?"

Shinta kini mengeryit lagi mendengar kalimat Zindy. Wi? Zindy baru saja menyebutnya dengan Wi?

"Hah? Wi? Nggak salah sebut orang Lo? Nama gue Shinta pendeknya Shin or Nta, bukan Wi. Lo hilang ingatan Zindy Anastasia?" Shinta bertanya.

"Hah? Apaan sih? Zindy Anastasia? Shinta? Kayaknya habis kebentur bola basket, Lo deh yang lupa ingatan. Sekeras itukah bola basket?" Zindy benar-benar menampakkan wajah kebingungannya.

Shinta termangu. Kebentur bola basket? Shinta baru saja tersadar, dia dan Zindy memakai baju seragam olahraga sekolah.

Tunggu dulu.

Kepala Shinta berdenyut.
Terakhir kali, bukankah dia sedang dalam perjalanan rumah Zindy?

Iya! Shinta ingat. Seperti tadi, dia ingin melabrak Zindy bukan? mengkritik tulisannya.

Tapi sekarang?

Seragam olahraga? Ruang... UKS?

Shinta memejamkan matanya, berusaha mengingat sesuatu. Napasnya memburu, dia... Dia baru teringat di dalam perjalanan itu, karena meluapkan emosi, dia tidak memperhatikan jalan. Dan... dan... terjadi sedikit kecelakaan (?)

Shinta menelan ludah.

Mengamati badannya juga meraba-raba.

Kenapa dia berada disini? Kenapa badannya baik-baik saja? Kenapa tidak ada yang terluka?

Shinta mencoba membaca situasi.

Bola basket.

Seragam olahraga.

Ruang UKS.

Penulis bangsat di depannya yang memanggil dirinya dengan sebutan Wi.

Dan dirinya yang dalam keadaan baik-baik saja setelah kecelakaan.

Pikiran Shinta berkelana.

3 menit terdiam, napasnya tercekat. Wi. Berarti... Dewi?

Ini nggak mungkin kan? Dewi? Karakter di novel terbaru Zindy?

Shinta memandang Zindy. "Tampar gue sekarang juga."

PLAAKKKK!!

"AWWWW." Shinta berteriak. Sakit.

"Sama-sama." Zindy tersenyum. Sedangkan Shinta melotot. Mengusapi pipinya yang terasa panas. Zindy tidak main-main dalam urusan tampar menampar.

"Aw..." Shinta masih meringis, lalu tersadar akan sesuatu. Ini bukan mimpi seperti yang dia duga tadi. Shinta celingukan mencari kaca. Ada. Dia langsung segera turun dari brankar dan berdiri di depan kaca.

Ini benar-benar wajahnya. Wajah seorang Dewi Shinta yang asli.

Sebenarnya, selain cerita tentang kisah cinta segitiga juga Shinta yang "sering" merisak bajingan kecil... Satu hal lagi yang membuat Shinta geram dengan Zindy.

Zindy benar-benar sangat baik menjabarkan wajah, perawakan tokoh. Seperti aslinya. Di kehidupan nyata. Setidaknya, hanya untuk beberapa pemeran. Karena, ada banyak pemeran tambahan yang dalam kehidupan aslinya pun, 'sepertinya tidak ada.

Shinta perlahan jatuh ke lantai. Lalu memegang wajahnya, mengusap-usap. Dia menyeringai. "Betapa cantiknya kamu Shinta," Shinta memuji dirinya sendiri. Kepalanya benar-benar pening, lalu pandangannya perlahan menggelap kembali.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Shinta mulai membuka mata, lalu mengerjapkannya. Melihat ke ruangan yang kini, malah tampak asing. Ini bukan ruang UKS seperti tadi. Ruangan yang benar-benar asing.

Shinta diam sejenak, mengumpulkan nyawa. 5 menit terdiam, sambil merenung. Mencoba mengingat kejadian sebelumnya.

Matanya menjelajah ruangan ini lagi. Sebuah kamar. Entah kamar milik siapa.

"Dimana gue? Dimana gue?" Shinta bergumam. Lalu meraup wajahnya. "Gue nggak lagi diculik kan? Apes banget jadi orang cantik." Dia bermonolog. Mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Tapi, di mana gue sekarang?" Dia menatap sekitar. Kamar yang benar-benar membuatnya serasa ingin muntah. Pemilik kamar ini sepertinya pencinta warna pink.

"Gue nggak lagi di culik kan?" Shinta masih bermonolog.

Dia lantas berpikir, merenung kejadian yang tadi. "Tapi terasa nyata banget," Shinta mengusapi pipinya yang ditampar oleh Zindy tadi. Lalu...

PLAAKKKK,

menamparnya lagi.

"Aw..." Dia meringis. "Ini juga sakit." Shinta mengelus-elus pipinya.

"Ini kenapa sih? Gue ada dimana? Gue lagi diculik atau gimana? Ini keadaannya gue kenapa sih? Astaga! Gue bener-bener nggak tau." Perlahan, setetes air mata turun, disusul oleh tetesan lainnya.

Shinta benar-benar bingung sekarang. Dia bingung. Tidak bisa menguasai keadaan. Tidak bisa membaca situasi. Dia benar-benar buta.

Suara deritan pintu terdengar. Shinta mendongak, melihat ke depan. Menghapus secara perlahan air matanya yang mulai membanjir.

Dia melihat seorang laki-laki yang amat dia kenal.

"Rama?" suara Shinta serak sekarang.

MUTUALWhere stories live. Discover now