08. Memotret Pujaan

544 100 59
                                    

"Anjir ganteng banget gue, astaghfirullah!" Saking gantengnya Brian menurut dirinya sendiri, pemuda itu sampai istighfar sambil megang dada.

"Najis lo, Bri!" Malvino terdengar mencibir dari jarak beberapa meter.

"Beneran, Hyung!" Brian meyakinkan.

Lalu, Brian menoleh ke belakang, ke tempat Malvino sedang duduk di sofa ruang tengah. "Hyung, sini dulu!. Perhatikan baik-baik." Brian menunjuk laptopnya dengan gaya mempersembahkan.

Malvino yang sedang menonton TV itu pun menghampiri Brian yang berada di atas karpet, di belakang sofa yang ia duduki. Kemudian, sang kakak mulai memperhatikan layar laptop adiknya dengan gaya rukuk. "Iya sih, emang keren... kok bisa?" tanyanya.

Brian terbahak. "Lo gak nyangka kan kalau adek lo bisa sekeren model Vogue gini?"

"Eh, jangan ketawa... gue serius nanya, ini siapa yang motoin lo? Kok kayak profesional banget cara pengambilannya? Kayak di majalah-majalah gitu." Malvino memilih berkomentar serius.

"Jihan."

"Jihan?"

"Iya."

"Kapan?"

"Kemaren sore. Gue ke rumahnya buat balikin dompet dia yang ketinggalan di mobil waktu gue anterin dia pulang, yang dari Kopi Kenangan itu." Brian menjelaskan.

Malvino mengangguk-angguk paham.

"Terus, dia pamer kamera DSLR barunya ke gue. Dia tuh doyan banget sama kamera-kamera gitu, Hyung. Dari dulu dia suka fotografi." Brian menambahkan.

"Hm, hm. Terus?"

"Terus dia nyuruh gue berpose-pose, katanya buat ngetes kameranya—"

"Mau-mauan lo itu mah." Malvino menerobos cepat.

Brian menghela napas sabar. "Nah, terus ya udah... gue difoto deh sama dia di ruang tamunya, hahaha. Untung ibunya lagi di dapur, malu gue."

Sang kakak hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ada perkiraan dalam benaknya. Curiga gue sama Jihan.

"Kayaknya diedit sih ini sama dia. Dikasih filter-filter gitu, supaya makin mempesona. Baru dikirimin ini sama dia dari WA," ujar Brian lagi.

"Oh, ini lo lagi buka WA di laptop?" Malvino menanggapi santai.

"Iya, sekalian gue lagi ngetik rangkuman, gue log in WA juga di laptop. Eh tiba-tiba, dikirimin document sama Jihan," jelas si adik.

Lantas, Malvino hanya menatap dengan dalam, membuat Brian jadi salting seketika.

"Kenapa lo, Hyung?"

Malvino cuma menggeleng meninggalkan kesan misterius. Kemudian, pemuda lebih tua dua tahun dari Brian itu kembali ke sofa tuk menonton.

Ya begitulah Malvino Byun. Terkadang, hidupnya penuh misteri menurut Brian. Padahal, tidak juga. Malvino hanya tengah memperkirakan perasaan Jihan terhadap adiknya.

Omong-omong, sudah hari Jumat. Artinya, tidak sampai dua hari lagi Brian menikmati bleached hair-nya. Karena Senin, ia sudah harus mengajar di SMA Labschool.

Persiapan mental dilakukannya dengan sangat sungguh-sungguh mengingat dirinya harus menghadapi remaja-remaja yang mayoritas masih labil di tempatnya bekerja mencari sesuap nasi nanti.

Sebenarnya Brian ingin jadi Psikolog, makanya ia mengambil jurusan Psikologi saat berkuliah dulu. Tapi, dirinya merasa butuh untuk setidaknya kuliah sekali lagi untuk mencapai impiannya itu.

Lalu di satu sisi, Papanya selalu menuntutnya untuk bekerja dulu sebelum mengambil S2---bukan hanya pada Brian, pada Malvino yang sekarang sudah bekerja di kantor pajak pun demikian.

BRIAN'S LOVE STORY✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang