14. Butuh Pendapat

283 47 55
                                    

1 MINGGU KEMUDIAN

Sabtu malam kata lainnya adalah malam Minggu. Tidak bermalam Minggu dengan pacar dan gebetan mereka, Stefan dan Cakra lebih memilih bermalam Minggu dengan Brian dan terdampar di kamar sang kawan karib tersebut.

Mengenakan topi kuning bermodel entah bebek atau anak ayam, Stefan dan Cakra sama-sama bercermin di cermin lemari kamar Brian.

"HAHAHAHAHA, ANJIR GELI BANGET!" Brian tertawa bagai gunung meletus, sangat keras.

Stefan merasa jijik. "Udah gila anjir yang ngasih lo beginian," komentarnya tanpa tertawa karena tak habis pikir.

"Gue juga gak ngerti, Fan. Haduh, sakit perut gue." Brian memegangi perutnya, tersandar lemas di tembok kamar.

Topi bebek itu adalah topi bebek couple yang diberikan oleh salah satu murid Brian, Lina Harlina, si heboh dari kelas 12 A.

"Kok dua-duanya di lo btw? Bukannya harusnya lo kapelan sama si Lina itu?" Cakra bertanya sambil menahan tawa, masih dengan topi itu pada kepalanya. Sementara Stefan, sudah membukanya.

"Gak tau sumpah, gue bingung sama tuh anak. Mana kerjaannya gombalin gue mulu...," jawab Brian pasrah.

Stefan menghampiri Brian, lalu berjongkok di hadapan sang kawan yang duduk lesehan di lantai kamar. "Udah gak sakit, kan?" tanyanya, sambil mengelus-elus pundak kanan Brian.

Senyuman Brian memudar akibat keseriusan tiba-tiba yang diciptakan oleh Stefan. Namun, tak lama kemudian, Brian kembali tersenyum. "Udah enggak, kok," jawabnya untuk Stefan.

Stefan hanya tersenyum.

"Terus gimana sebulan ini, Bri? Ada kendala gak ngajarnya? Badung-badung gak anak-anaknya?" Kali ini, Cakra yang bertanya, dengan topik yang lebih segar.

"Gak ada kendala, kok. Kalau badung sih, ya badung-badung anak SMA aja. Suka nyeletuk-nyeletuk iseng, berisik di kelas, tau sendiri kan? Tapi mayoritas pinter-pinter dan kritis, kok," jelas Pak Guru muda kita.

"Hmm oke, mantap lah kalo gitu." Cakra mulai duduk di lantai juga, di dekat Brian.

Lalu, Brian mulai memandang ke satu arah, melamun memikirkan suatu hal. "Tapi... ada yang aneh, deh," ucapnya kemudian.

"Apa, Bri?" Stefan merespons.

"Ada satu murid gue, cewek, namanya Yasmin-"

"Adoooh bahaya nih bahayya." Cakra seketika heboh sendiri sambil menekan huruf Y.

"Dengerin dulu." Brian merengut.

"Iye iye, lanjutin dah, gue mau denger." Cakra mulai menyeriuskan postur duduknya.

"Dia... suka dibuli sama temen-temen sekelasnya. Dia juga sering duduk sendirian di kelasnya waktu udah jam pulang. Kalo istirahat, dia juga selalu sendirian," jelas Brian sederhana.

Wajah Cakra sudah tidak cengar-cengir lagi, apalagi Stefan... ia sudah serius sejak tadi.

"Terus alasannya tuh ngeselin. Gue sempet manggil ketua kelasnya, gue tanya Yasmin tuh kenapa. Kenapa suka dibuli dan kenapa seakan gak ada yang mau temenan sama dia. Terus si ketua kelasnya bilang, karena Yasmin itu culun, garing, aneh. Kalo ngomong suka gak nyambung, tapi di saat yang sama, dia yang paling pinter dan cantik di kelasnya. Jadi, kayak banyak yang sebel aja gitu sama dia. Akhirnya, jadi sasaran buli. Dan si Yasmin ini gak pernah ngelawan," beber Brian panjang lebar.

Stefan dan Cakra terbengong sebentar, sedang mencerna cerita.

"Lo gak lapor kepsek atau gimana gitu, Bri?" Cakra bertanya.

BRIAN'S LOVE STORY✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang