28. Setelah Badai

475 76 61
                                    

Sepulangnya dari rumah Jihan, Brian memacu mobilnya dengan perasaan tak keruan. Meski sudah saling minta maaf dengan Jihan, hatinya belum seratus persen dingin dan tenang.

Brian merasa bersalah pada Yasmin, sebab kalimatnya yang sempat mengajak Jihan berselingkuh. Kendati tak serius karena hanya mengancam, tetap saja Brian merasa berlebihan. Bagaimana jika Jihan mengiyakan? Sungguh, ia merasa begitu bodoh. Beruntung Jihan tidak mengiyakannya.

Ponsel Brian bergetar, menunjukkan sebuah nama, Mami. Ia meraih benda berdering itu dari laci dashboard mobil sambil memelankan laju kendaraan.

"Halo, Mi."

"Halo. Di mana, Sayang?"

"Di jalan, lagi bawa mobil."

Mami Andin ingin bertanya lebih lanjut, karena suara Brian terdengar tak bersahabat. Namun, karena anaknya sedang membawa mobil, ia tak ingin berlama-lama. Nanti saja, pikirnya.

"Ya udah, hati-hati, ya. Mami tunggu di rumah."

"Iya, Mi."

*Pip

Tidak mengemudi untuk pulang, Brian malah membawa kendaraan itu ke rumah Yasmin, pacarnya. Sebab, hati Brian gelisah bukan main setelah kejadian beberapa waktu silam. Merasa berdosa telah mengatakan hal yang tabu kepada Jihan. Ingin menemui Yasmin dengan segera guna meluruskan hati dan jiwanya.

....

Jam menunjukkan pukul 8.45 malam ketika Brian sampai di daerah rumah Yasmin. Seperti biasa, memarkirkan mobilnya di tepi jalan besar---sebab rumah Yasmin yang berada pada lahan yang jalannya tak bisa dimasuki mobil. Kemudian, berjalan kaki memasuki gang yang hanya muat dua motor bersama dirinya sendiri.

Sekitar 60 meter Brian berjalan, akhirnya sampai di depan pagar rumah Yasmin. Ia pun membuka kaitan pagar, lalu melangkah masuk lebih dalam ke pekarangan mungil berhias rerumputan pendek. Kemudian, Brian mengetuk pintu.

tok tok tok

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam." Seseorang membalas dari dalam rumah.

Tak lama kemudian, pintu itu terbuka. Tante Mely yang membukakan. "Brian." Wanita itu menyapa dan tersenyum.

Brian mencium tangan Tante Mely sebelum membalas senyuman wanita paruh baya tersebut. "Yasmin ada, Tante?" tanyanya kemudian.

"Ada, lagi di kamar mandi. Ayo, masuk dulu." Tante Mely mempersilakan.

Brian tersenyum, sembari masuk ke dalam rumah itu dan duduk di atas sofa kayu pada ruang tamu.

Dalam diam, Tante Mely bertanya-tanya, apakah Brian ada masalah dengan Yasmin? Pasalnya, wajah Brian terlihat agak merah dengan mata yang sembap. Namun, wanita itu memilih untuk tak memcampurinya.

"Brian udah makan?" Tante Mely bertanya setelah Brian duduk.

"Udah, tadi sore, Tante." Brian tersenyum.

"Makan lagi, yuk. Tante masak udang goreng tepung."

Brian tersenyum, mengangguk sopan. "Iya, Tante. Aku mau nunggu Yasmin dulu, boleh kan, Tan?"

Tante Mely mengangguk. "Boleh. Ya udah, Tante ke dalem dulu, ya," pamitnya kemudian.

Brian pun kembali sendirian. Ia mengambil ponsel dari saku celana. Membuka kamera depan, mengarahkannya ke depan wajah. Sejenak melihat keadaan tampangnya, apakah layak ditemui atau tidak.

"Shitlah, mata gue pake acara bengkak." Brian menggerutu dalam hati. Teringat dirinya yang banyak menangis lantaran kecewa dan sakit hati, bahkan ketika di dalam mobil---efek bertengkar dengan Jihan.

BRIAN'S LOVE STORY✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang