23. Saling

749 80 143
                                    

Hari ini tepatnya hari Kamis, Brian sudah diperbolehkan pulang setelah dirawat sejak Sabtu siang, tepatnya 5 hari yang lalu. Kondisinya sudah stabil, membaik, juga menguat.

Jam 9 pagi terpampang pada jam dinding ruangan. Pria itu tengah duduk sendiri di atas bangku kayu sambil melihat keluar jendela, menatap hingar-bingar jalanan Jakarta dari atas lantai 4 Rumah Sakit Maddison, di ruang VVIP-nya.

Melamun sepi. Teringat banyak hal yang terjadi di hari-hari kemarin. Salah satunya, tentang Indita yang beberapa kali muncul di rumah sakit. Membawakan makanan bergizi penting untuk Brian, sekaligus mendekati para orangtua.

Namun, Mami Andin tidak diam saja. Ia sempat memberi kode-kode halus lewat ujaran, yang menggambarkan kalau Brian sudah ada yang punya. Bukan untuk menyakiti Indita. Sebaliknya, ingin membuat wanita itu berhenti mengejar dan berharap banyak. Karena sebagai wanita, Mami Andin juga kasihan bila Indita tersakiti sebab harapan yang terlalu menjulang.

Pagi ini, Brian hanya ditemani Mami yang memang selalu tidur di rumah sakit untuk menemani Brian setiap malam. Sementara Papa dan Hyung-nya, ada di kantor mereka masing-masing untuk bekerja.

Wanita paruh baya itu tengah meninggalkan Brian sebentar untuk mengurus administrasi di lantai bawah.

*tok tok tok

Mendengar suara ketukan pintu, Brian menegakkan posisi tubuh. "Iya, masuk!" serunya dari dalam.

Lalu, seseorang pun membuka pintu dan masuk.

Senyuman indah langsung terukir di bibir keduanya, kala manik mereka bertemu saling memandang.

"Aih... Cantikku." Hanya dalam hati.

"Assalamu'alaikum," ucap gadis imut itu. Tersenyum senang, namun sedikit ditahan-tahan.

"Wa'alaikumsalam, Sayangku." Hanya dalam hati lagi.

"Waalaikumsalam." Brian tersenyum. "Sama siapa ke sini?"

"Sama Mama," jawab gadis itu.

"Hm? Mama kamu? Mana?" Brian langsung berdiri dari kursinya.

"Lagi di depan, ngobrol sama Tante Andin." Yasmin kian mendekat.

Dan akhirnya, mereka pun berdiri berhadapan. Yang satunya sedikit mendongak, yang satunya sedikit menunduk.

"Apa?" Brian bertanya dengan nada meledek.

"Enggak." Gadis itu menahan senyuman.

"Mau peluk saya?"

"Emang... boleh?"

Brian mengembangkan senyum, kala gadis itu bertanya dengan wajah imutnya yang ragu-ragu.

Brian pun duluan, lantas mendekat. Mengulurkan tangan kanan, menyentuh punggung gadis itu, lalu mendorongnya perlahan ke depan. Masuk ke dalam pelukan.

Sensasi yang luar biasa pun melanda batin Brian. Ia sampai harus mengehela napas karena rasa tak percaya akan fakta yang ada, bahwa akhirnya ia bisa memeluk Yasmin---setelah berbulan-bulan menahan untuk tidak berkontak fisik dengan sang gadis.

Yasmin pun menikmati setiap detik yang mengalir. Menutup mata sambil menyandarkan kepalanya di dada si lelaki. Mengunci tubuh yang lebih besar darinya dengan tangan yang ramping.

Pipi Yasmin menempel di dada kiri atas Brian. Ia menikmati, alunan melodi detak jantung Brian yang terdengar berisik. Membuat Yasmin tersenyum bangga, sebab dirinya dapat membuat jantung Brian berdebar layaknya demikian.

Sapuan lembut pada kepala dan rambut, Brian berikan cuma-cuma. Yasmin pun merasa seakan memiliki dunia. Iya, Brian adalah dunianya.

"Sayang sama saya?" Pertanyaan klasik khas Brian untuk Yasmin.

BRIAN'S LOVE STORY✔️Where stories live. Discover now