29. Minggu Malvino

414 72 76
                                    

4 BULAN KEMUDIAN

Hari Minggu yang cerah, sepasang kakak-adik sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Yang satu sedang tidur padahal sudah jam 9 pagi---namanya Brian. Sementara yang satunya, sedang galau nan gundah di depan TV. Ia menonton, tetapi pikirannya melayang entah ke mana. Pokoknya, TV-nya lah yang menonton dia bukan dia yang menonton TV---namanya Malvino.

"Ck! Brian gak bangun-bangun lagi. Gue kan gak tega bangunin dia," gumamnya kesal setelah berdecak. Lalu, kembali pada gulananya.

"Tapi kalau gak dibangunin, gak tau diri juga tuh anak tidurnya. Tapi kasian juga, dia sekarang sibuk banget, sering capek. aaargh!" desahnya frustrasi. Mengacak rambutnya sendiri setelah bermonolog sendiri.

Pria itu pun beranjak dari ruang TV menuju dapur. Membuka tudung saji, lalu membuka kulkas. Bukan ingin mengambil makanan atau minuman, Malvino hanya iseng lantaran tidak ada kerjaan.

"Mi."

"Hmm." Mami bergumam saja. Wanita paruh baya itu sedang mencuci piring sekarang.

"Sini aku aja yang cuci." Malvino mendekati maminya di depan wastafel.

"Gak usah, Nak. Udah mau selesai, kok."

Malvino pun diam. Matanya sedikit mengawang. Menatap maminya sebentar, sebelum bersandar pada lemari makanan. Melanjutkan aktivitas menonton maminya yang sedang cuci piring dengan tenang.

"Kenapa, Sayang? Jadi inget waktu kamu masih kecil, kalau mau minta duit, suka berdiri sambil ngeliatin Mami," ujar Mami Andin ringan. Tersenyum dengan senyuman meledek. Sudah piring terakhir yang sedang ia bersihkan.

Malvino menghela napas. "Brian lama banget, Mi, bangunnya...," rengeknya sedikit. Tetap manly.

"Kenapa emangnya? Biarin aja dia tidur. Kan, tau sendiri kamu dia sekarang tidurnya gak sebanyak dulu. Kalau hipotensi atau anemianya kumat lagi karena kurang istirahat, Mami juga yang kebakaran jenggot, meski Mami gak punya jenggot."

Ujaran Mami membuat Malvino tertawa dan melupakan kegalauannya sejenak, iya sejenak saja.

"Iya, Mi, aku tau," ucap si anak setelah tertawa. "But I need his help so much masalahnya," lanjutnya dengan intonasi berlebihan.

"Sabar, ih! Mendingan kamu makan dulu. Mami masak ikan sarden, tuh, enak," ujar Mami Andin sambil mengeringkan tangan dengan handuk tergantung di atas wastafel.

"Ikan sarden, Mi? Waw~ aku suka ikan sarden~ aku akan langsung ambil nasi." Ini bukan Malvino, melainkan Brian yang baru saja muncul dari peraduannya.

"Bangun juga si Kucrit." Malvino memukul pelan lengan Brian, seraya mengikuti langkah adiknya yang berjalan menuju lemari piring. Ia pun ingin mengambil piring dan nasi.

"Apa sih, Malkist... gue mau makan dulu, kelahinya ntar," balas Brian sembari mengambil piring dari lemari piring.

"Lagak banget!" Malvino mendorong pipi Brian.

Brian mendelik sinis dengan tangan memegang piring, lalu menoleh pada maminya. "Miii, Vino Hyung maennya fisik mulu masa dari tadiii," adunya kemudian.

"Hmmm." Hanya gumaman yang jadi respons Mami. Sudah tahu dua anaknya hanya sedang saling meledek tidak jelas, bukannya betul-betul berkelahi.

Setelah itu, Brian dan Malvino pun berdamai di meja makan. Sudah membawa piring bernasi, mereka mulai sarapan bersama. Kalau Papa mereka, sedang sibuk mencuci motor di halaman rumah. Belum mau sarapan, katanya.

....

Beberapa menit tenggelam dengan nasi ikan sarden plus sayur kangkung, Malvino mulai membuka percakapan. "Bri," panggilnya untuk sang adik.

BRIAN'S LOVE STORY✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora