33. Permintaan

2.7K 362 46
                                    

Ruang rawat Alva hari ini terasa ramai ketika empat remaja dengan seragam identitas yang sama datang menjenguk. Rion yang sejak tadi menemani Alvapun telah pergi entah kemana setelah kedatangan mereka, sengaja membiarkan kelima remaja itu berbincang tanpa rasa canggung.

"Al, lo kenapa jadi kurus banget, sih?" tanya Zahran, membuka percakapan di antara mereka.

Alva tak menjawab, tatapannya justru berhenti pada satu sosok yang berdiri agak jauh dari brankarnya. Ia tersenyum kecil pada sosok tersebut, yang ditatap sontak mengalihkan pandangan. Tiga sosok lainnya tentu dibuat kebingungan.

"Ngapain lo liatin kak Rafa sambil senyum-senyum?" Kali ini Kevin yang mengajukan tanya, heran kenapa Alva justru lebih fokus pada Rafa dibanding tiga manusia lain yang seharusnya lebih Alva sambut dengan antusias.

"Kalian sengaja nyuruh Rafa ke sini?"

Ezra menggeleng. "Rafa sendiri yang pengen ikut."

Tatapan Alva kembali mengarah pada Rafa. "Kenapa?"

"Kemarin gue paksa Rafa buat cerita kenapa kalian musuhan dari awal ketemu, ternyata—"

Kalimat Zahran terpotong ketika Alva menyelanya dengan nada memaksa, "Tinggalin gue sama Rafa."

"Tapi—" Kevin melirik sekilas pada Rafa. Ia masih sedikit tak suka dengan kakak kelasnya yang satu itu. Sulit baginya berpikir positif dengan segala hal yang berkaitan dengan Rafa.

"Rafa nggak bakal berani macem-macem, udah kalian keluar aja sana."

Zahran menatap Rafa dengan sorot intimidasi. "Awas lo!" Sebelum akhirnya keluar bersama Ezra dan Kevin.

Selepas kepergian tiga remaja tiang itu, Alva menghembuskan napas cukup panjang. Suasana yang hening membuat Rafa canggung. Ia masih di tempatnya berdiri tadi, sama sekali tak berniat mendekat ke arah Alva.

"Lo nggak ada niatan mau duduk, Raf?"

Mendengar teguran halus itu, Rafa akhirnya mendudukan diri pada kursi besi di samping brankar Alva.

"Kenapa lo nggak mau temenan sama gue dulu?" prolog Alva, mulai mencari titik awal yang menyebabkan permusuhan antara dirinya dan Rafa.

Hening.

Decakan terdengar dari mulut Alva, ia menatap Rafa dengan wajah lelahnya. "Gue nggak mungkin pergi sambil bawa rasa penasaran gue."

"Gue ... takut sama lo," cicit Rafa dengan wajah yang menunduk, seakan benar-benar takut berhadapan dengan Alva.

Mendengar alasan yang keluar dari mulut Rafa tentu saja membuat sosok yang tengah berbaring di atas brankarnya itu tersentak. "Lo? takut ... sama gue?"

Rafa menghela napas. "Lo sering bully gue, makanya banyak yang nggak mau temenan sama gue."

Dulu sewaktu SD, Rafa memang anak yang pendiam. Teman sebangku pun tak ada karena jumlah siswa yang ganjil. Ia tak punya teman karena menurutnya Alva telah menghasut teman-temannya yang lain agar tak berdekatan dengannya.

Hingga pada suatu hari, Rafa yang dikenal pendiam tiba-tiba berteriak pada Alva yang tak henti mengganggunya.

Flashback on

Saat itu jam istirahat, Alva yang biasanya membeli jajan keluar memilih untuk tetap di kelas karena melihat Rafa yang menelungkupkan tubuhnya di atas meja. Ia mendekat, duduk pada bangku yang ada di samping anak itu.

"Heh kamu! nggak jajan?"

Rafa mengangkat pandangannya, kemudian menatap tajam pada Alva. Tak suka berdekatan dengan si anak nakal satu itu. Iya, Alva terkenal nakal karena tingkahnya yang begitu ajaib.

AdelfósWhere stories live. Discover now