13.Sepupu

3.1K 404 68
                                    

"Hoaaam ...."

Wajah Alva nampak sayu,kelopak matanya nyaris tertutup.Kepalanya sudah tergeletak di pinggiran ranjang Ezra,tangannya memeluk guling abu-abu yang juga milik Ezra.

Iya,ia dan dua teman tiangnya memang sedang berada di rumah Ezra.Tadi Alva nampak sangat mengantuk,jika membiarkan anak itu pulang sendirian,mungkin anak itu masih terlelap di dalam angkot hingga saat ini.Jika kejahatan di muka bumi ini sudah tidak ada sih tak masalah,tapi maraknya kasus kejahatan pada angkutan umum cukup membuat Ezra cemas.

Cemas jika penjahatnya akan rugi karena telah salah korban.Tidak,bukan itu,ia benar-benar cemas pada Alva kok.

"Lo begadang tadi malem,Al? badan udah sebelas dua belas sama nyamuk yang belum dapet asupan darah gitu sok-sokan begadang,mau jadi—"

Belum selesai Zahran bicara,Alva sudah jatuh tidur di lantai yang dilapisi karpet putih lembut.

"Eh,tidur tuh?" Kaget ia melihat Alva tiba-tiba terjatuh,mirip seperti orang jatuh pingsan masalahnya.

Ezra mendengus,sudah biasa ia mendapati anak itu tiba-tiba nemplor di kamarnya.Kamar Ezra itu sejuk,nyaman,bersih,dan rapi.Cocok untuk melepas penat setelah seharian berkutat dengan kegiatan yang melelahkan tubuh,hati,dan pikiran.

"Biarin aja nanti juga bangun."

Zahran tak membalas lagi,ia sudah beranjak dari duduknya.Hendak mengambil CD game di rak bawah playstation,tak lupa membawa dua remot kontrol untuknya dan Ezra.

"Males main gituan lagi gue,udah nggak jaman." Belum Zahran menyerahkannya pada Ezra,si pemilik lebih dulu menolak untuk ikut bermain.

"Nggak asyik kalo sendiri," kata Zahran,berusaha merayu Ezra agar mau join bersamanya.

Ezra tetap kekeuh dengan pendiriannya.Kata mama,anak lelaki itu harus punya pendirian yang kuat.Karena Ezra anak yang baik,jadi ia harus menaati nasehat sang mama.

Baru akan kembali membuka mulut,terdengar suara nada dering ponsel.Ezra sontak beralih menatap ransel Alva yang tergeletak di samping kaki pemiliknya.

"Hp Alva bunyi tuh," kata Ezra.

"Yaudah ambil lah,siapa tau penting," sahut Zahran.

"Lo aja," timpal Ezra.

"Yaelah tinggal ambil apa susahnya sih?"

"Ya berarti lo aja yang ambil."

Setelah mendengus dengan keras,Zahran menarik ransel Alva.Dering ponsel sudah hilang,berganti dengan suara notifikasi pesan.

"Gue udah ambil,lo yang buka tas-nya."

Tak ada respon dari Ezra,anak itu sibuk menonton video dari ponselnya.Kedua telinganya pun tersumpal headset.Entah memang tak mendengar atau pura-pura tak mendengar,tapi Zahran tetap kesal melihatnya.Ia merasa dikucilkan.

Tanpa aba-aba,ia menarik salah satu headset Ezra.Si pemilik sontak melotot tak terima."Apa sih?!"

"Gue nggak suka ya diginiin."

Kernyitan tipis muncul pada dahi Ezra,bergidik ngeri setelahnya.Zahran terlihat seperti perempuan yang sedang merajuk saat ini."Jijik,njir."

"Kata Alva nggak boleh sembarangan buka-buka tas orang,nggak sopan.Gue nggak mau di cap nggak sopan,jadi lo aja yang—"

"Ini obat apa?" tanya Ezra,satu alisnya terangkat.

Zahran yang belum sempat menyelesaikan ucapannya langsung mendekat pada Ezra.Turut mengamati botol putih kecil yang sedang Ezra genggam.

AdelfósTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang