24.Kemoterapi

3.5K 371 52
                                    

"Kak,gue takut.Kalo sakit gimana? kalo kemonya gagal gimana? kalo dokternya mal-praktek gimana? kalo—"

"Jangan nethink."

Alva menatap Rion dengan pancaran mata takut sekaligus cemas.Cemas jika terjadi hal buruk sewaktu proses kemoterapi.

Kakinya bergerak gelisah,jemarinya saling bertautan dengan keringat yang mulai membasahi telapak tangan,bibirnya terkulum.Andai tak ingat dengan situasi yang sedang terjadi,mungkin Rion akan tertawa.Pasalnya,melihat Alva cemas itu adalah sebuah kejadian yang begitu langka.

"Gue kebelet pipis,Kak."

Rion berdecak."Ada-ada aja,sih."

"Beneran,ih."

Ekspresi wajah Alva memang meyakinkan,tapi kecerdikan anak itu dalam berdusta membuat Rion tak yakin.Bisa saja 'kan Alva ijin ke toilet,lalu kabur dari rumah sakit karena masih ragu untuk menjalani kemoterapi?

"Jangan nethink!" seru Alva,menyalin ucapan Rion tadi.

"Yaudah turun,gue anter."

Dengan langkah pelan,Alva berjalan ke arah toilet yang ada di dalam ruangan tersebut.

"Cepet," pesan Rion begitu tiba di depan pintu toilet.

"Loh kok maksa?"

"Al."

Setelah melempar seutas cengiran,Alva masuk ke dalam toilet.Terdengar air keran yang dihidupkan dari dalam sana.Beberapa saat kemudian,Alva keluar dari toilet dengan wajah yang basah oleh air.Beberapa bagian dari baju yang dikenakannya pun basah.

"Itu kenapa jadi kaya orang kehujanan,sih?"

Alva kembali menyengir dengan lebar,kemudian melipat lengan bajunya hingga sebatas siku.

"Dokternya kok belum dateng? salah jadwal nih jangan-jangan,pulang aja gimana,Kak?"

Rion menatap tajam Alva,yang ditatap mengalihkan pandangan ke arah lain.Ia tidak serius,kok.Tapi,kakaknya yang satu itu terlalu kaku untuk diajak bercanda.

Cklek

Kakak beradik itu sama-sama mengalihkan pandang ke arah pintu masuk.Ada seorang dokter dan seorang perawat wanita yang sedang berjalan ke arah brankar Alva.

Dokter dan perawat tersebut melempar senyum ramah kepada Rion dan Alva,yang langsung mereka balas pula dengan senyuman.Rion dengan senyum tipisnya dan Alva dengan senyum canggungnya.

"Udah siap?" tanya dokter bergender lelaki itu.Dokter Andi namanya.

"Kalo belum ... gimana,Dok?"

Rion menghela napas sabar,sedangkan perawat yang tadi mengikuti dokter Andi tersenyum kecil.Dokter Andi sendiri terkekeh pelan."Ya harus siap dong,kan kamu udah sampe sini."

Alva hanya meringis canggung.

"Sambil tiduran,ya?"

Alva menempatkan dirinya di atas ranjang,menatap beberapa peralatan medis yang sedang dokter Andi tata.Mengalihkan pandangan ketika jarum infus mulai menusuk pembuluh vena lengan kanan bagian bawahnya.

Dengan perlahan,ia mengatur nafas.Jantungnya berdegup cepat karena rasa takut dan cemas yang semakin menguasainya.Ia memejamkan mata ketika tubuhnya mulai bereaksi terhadap cairan kimia yang masuk ke dalam aliran darahnya.

"Saya tinggal dulu,ya? kalau ada keluhan bisa cari saya atau pencet tombol daruratnya."

"Makasih,Dok," kata Rion.

AdelfósTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang