11.Takdir

3.6K 444 58
                                    

"Ezra sama Zahran nggak ikut,Al?"

Alva menggeleng lesu sebagai respon,es teh di hadapannya hanya ia diamkan hingga tak lagi terasa dingin.Raganya sudah duduk di warung pak Wirya selama satu jam,tapi jiwanya sedang melayang entah kemana.

Sosok paruh baya itu bahkan heran sendiri dengan tingkah Alva,walaupun sendiri,biasanya anak itu masih sanggup meramaikan suasana.Dengan bergosip misalnya.

"Mau nasi kuning nggak,Al? saya kasih gratis,deh."

"Makasih,Pak,tapi aku lagi nggak nafsu makan."

Pak Wirya yang duduk menemani Alva sejak tadi,kontan mengernyit."Muka kamu pucet,lagi sakit?"

Untuk yang kedua kalinya,Alva menggeleng.Ah,dosanya semakin bertambah.Ia menghembuskan napas kasar,kemudian menelungkupkan kepalanya pada meja.

Pandangannya terpusat pada sosok gadis yang baru saja memasuki area warung pak Wirya."Kak Reta," gumamnya.

Karena telah nyaman dengan posisinya,ia malas untuk kembali duduk dengan posisi yang benar.

"Belum pulang?" tanya Areta sembari membuka air mineral yang baru saja ia ambil dari lemari es pak Wirya.

"Males," balas Alva singkat.

"Mbak Reta juga belum pulang,kenapa?" tanya pak Wirya.

"Habis kumpul OSIS,Pak."

Areta kembali menatap Alva,anak itu terlihat berbeda.Biasanya,ketika mereka bertemu,anak itu langsung antusias menyapanya.

"Muka kamu agak pucet loh,Al."

"Pak Wirya juga bilang gitu tadi," tukas Alva,dengan kepala yang telah terangkat.Punggungnya ia sandarkan pada sandaran kursi.Hembusan napas panjang mengudara setelahnya.

Sebagai gadis yang cukup peka,Areta tau jika Alva sedang memiliki beban pikiran yang cukup berat.Alva yang biasanya itu tak seperti ini,walau terkesan mengacaukan suasana,tapi Areta suka dengan cara anak itu berceloteh.Riang dan menghidupkan suasana.

"Kak Reta tumben ke sini? nggak ke kantin?" tanya Alva,setelah memilih bungkam beberapa waktu lalu.

"Kantin udah tutup,kalo kantin kelas dua belas penuh sama cowok."

Alva mengangguk,paham.Areta bukan tipe gadis yang akan canggung ketika bertemu dengan lawan jenis,tapi akan merasa sangat risih ketika ada lelaki yang menggodanya.Untuk menghindari hal semacam itu,akhirnya ia memilih untuk pergi ke warung pak Wirya.

Sebenarnya ada alasan lain,tapi Areta malas membicarakannya.

"Pak,saya sama Alva duluan,ya!" Setelah berujar demikian,Areta bangkit.Menarik pergelangan tangan Alva hingga si empunya menoleh dengan raut bingung.

"Apa,Kak?"

Areta tersenyum tipis."Ayo,ikut aja!"

"Pak,aku pulang dulu,ya!"

Pak Wirya mengangguk sambil tersenyum setelah Alva berpamitan.

Kini,dua insan berlainan jenis itu berjalan menuju taman belakang sekolah.Entah sadar atau tidak,jemari Areta masih setia menggenggam pergelangan tangan Alva.

Tiba di taman,keduanya langsung menempatkan diri pada dua batu besar.Di atas mereka terdapat pohon mangga yang cukup rimbun,sehingga tak ada celah untuk matahari menyengat tubuh keduanya.

"Mau apa,Kak?"

"Mau cerita?"

Alva mengerjap,tak cukup paham dengan maksud ucapan Areta.

AdelfósWhere stories live. Discover now