18.Tidak peduli?

3.3K 412 65
                                    

"Siapa yang naruh alarm di sini,sih!" Mata sayu Alva terbuka paksa setelah mendengar dering alarm dari arah nakasnya.

"Anjir!" Tubuhnya menegak setelah melihat waktu yang tertera pada alarm digital tersebut.

06.05

Netranya memindai ke segala penjuru kamar,kemudian beranjak dari ranjang.Berjalan ke arah lemari guna mengambil seragam,lantas masuk ke dalam kamar mandi.

Pukul enam lewat lima belas menit,Alva keluar dari dalam kamar dengan seragam yang telah melekat di tubuh dan ransel yang tergantung pada bahu sebelah kanannya.

"KAK!" seru Alva ketika sadar bahwa rumahnya telah kosong,tak ada orang lain selain dirinya sendiri.

Decakan kasar memecah keheningan pagi itu."Udah tau gue sakit aja masih nggak dipeduliin,apalagi kalo belum tau."

Tungkainya bergerak ke arah meja makan,ada beberapa lapis roti tawar dan selai coklat di sana,tapi perhatiannya teralihkan pada sebuah sticky note yang diletakan di samping piring—tempat meletakan roti.

Gue ada urusan mendadak,jgn lupa sarapan.

Alva meremas kertas kecil itu kemudian membuangnya sembarangan.Tangannya bergerak mengambil satu helai roti tawar,mengolesinya dengan selai,lalu menutupnya dengan sehelai roti lain.

Dengan kasar,Alva menggigiti pinggiran roti tersebut.Begitu tiba di teras,ia mengeluarkan ponselnya dari dalam ransel.Bibirnya menahan potongan roti yang belum habis,sedangkan jarinya lincah bergerak di atas layar ponselnya.

Selesai dengan pemesanan ojek online,Alva melanjutkan aktivitas sarapannya.

"Mana sih,lama banget!" keluhnya setelah tujuh menit berlalu.

Alva beranjak,kembali membuka ponsel,lalu membatalkan pemesanan ojek online-nya.

"Ada aja yang bikin masalah pagi-pagi,kenapa sih?!" Dengan gerakan kasar,Alva membuka dan menutup kembali pagar rumahnya.Berjalan dengan langkah sedikit tergesa hingga tiba di pinggiran trotoar guna menunggu angkutan umum.

Sebuah angkot biru berhenti di hadapannya,begitu tiba di dalam,rasa sumpek mulai melingkupi.Pasalnya,semua penumpang duduk dengan tubuh yang benar-benar berhimpitan.Beruntunglah Alva memiliki tubuh yang tak banyak memakan tempat sehingga ada sedikit space untuknya duduk.

Sepuluh menit berdesakan di angkot tersebut akhirnya Alva tiba pada halte dekat sekolahnya,ia masih harus berjalan sedikit untuk tiba di sekolah karena memang tak ada jalur angkot di jalanan depan sekolahannya.

Beruntung ketika tiba di sekolah,pagar masih terbuka lebar,tanda jika bel masuk belum berbunyi.Alva menghembuskan napas lelah sekaligus lega.Dengan langkah yang kurang bersemangat,ia berjalan ke arah kelasnya.

"Capek banget kayanya? lo jalan kaki dari rumah?" sambut Zahran,begitu Alva tiba di sebelah bangkunya.

Omong-omong,setelah Ezra dan Zahran tahu pasal penyakit Alva,mereka rela bertukar tempat duduk sebagai teman sebangku Alva.Jadi,ketika kondisi Alva sedang tidak baik-baik saja,mereka dapat mengetahuinya.

"Lo lagi sakit,Al?" Kini Ezra yang bertanya,sadar dengan wajah pucat Alva.

Alva menggeleng."Gue yang deket tembok,Zah," pintanya.

Zahran tak protes,membiarkan Alva duduk di bangku yang tadi ditempatinya.

"Bukannya lo bilang kak Rion atau kak Dava pasti nganterin lo setiap pagi?"

Tak ada jawaban dari Alva,anak itu sudah menelungkupkan kepala pada lipatan tangannya di atas meja.Mode tak dapat diganggunya sedang aktif ternyata.

AdelfósWhere stories live. Discover now