17.Kecaman

3K 360 33
                                    

"Al,lo dipanggil kakel tuh.Suruh nemuin di kelas dua belas IPA tiga."

Alva menoleh ke arah teman sekelasnya tersebut,alisnya nyaris menyatu karena berpikir."Siapa?" tanyanya kemudian.

"Gue nggak tau siapa yang manggil lo,gue juga cuma nyampein amanat."

Alva mengangguk-angguk,kemudian beranjak dari bangkunya.Setelah ranselnya terlampir pada pundak,ia melangkahkan kakinya menjauh."Pangeran pulang dulu ya rakyat jelata!" serunya begitu tiba di pintu kelas.

Satu gumpalan kertas hampir mendarat di kepala Alva,andai anak itu tak menghindar.Setelah menjulurkan lidah tanda mengejek,ia benar-benar keluar dari lingkungan kelasnya.

"Ngapain ada kakel yang panggil-panggil gue?" monolognya di tengah perjalanan,kemudian mengedikan kedua bahunya acuh.Malas berpikir lebih lanjut.

Tiba di depan pintu kelas XII IPA 3,Alva mengerjapkan kelopak matanya dua kali."Kok pintunya ditutup?"

Setelah berpikir beberapa saat,Alva membulatkan bibir tanda paham.Satu sudut bibirnya terangkat."Seru nih,sekarang mainnya pake taktik perang gerilya gini."

Tanpa rasa gentar sedikit pun,Alva mengetuk pintu di hadapannya tiga kali."Assalamu'alaikum."

Pintu terbuka,sesuai dengan dugaan Alva,ada sosok kakak kelas yang selalu mencari celah untuk mengusiknya di sana.Tak lupa dengan sambutan seulas senyum penuh misteri.

"Gue nggak disuruh masuk? gue tamu loh ini,tamu kan raja.Eh tapi gue pangeran,bukan raja.Yaudahlah terserah yang penting gue bukan budak."

Tanpa perintah dan paksaan dalam bentuk apa pun,Alva masuk begitu saja ke dalam ruang kelas tersebut.Netranya memandang takjub pada majalah dinding yang terpasang pada dinding bagian belakang.

"Kreatif juga anak kelas lo,Kak,tapi masih bagus kelas gue sih."

Suasana di dalam ruang kelas begitu sunyi,hanya ada mereka berdua di sana.

Tanpa aba-aba,Kenan—sosok itu—mendorong tubuh Alva hingga sedikit tersentak oleh dinding.Ibu jari dan telunjuk sebelah kirinya terangkat mencengkram dagu Alva.

Jujur,saat ini Alva sedikit gentar melihat ekspresi mengerikan pemuda di hadapannya.

"Gue kira lo nggak takut sama siapa pun," seringai Kenan,seakan mampu membaca pikiran anak di hadapannya.

"Gue takut sama Allah,punten."

Cengkraman dari Kenan terasa lebih kuat setelah Alva melontar kalimat tersebut.Dengan sekuat tenaga,Alva mendorong Kenan hingga bergerak mundur beberapa langkah.

"Yah kok nggak jatuh sekalian!" keluh Alva,kecewa.Padahal ia sudah mengerahkan seluruh tenaganya agar Kenan bisa jatuh terjungkal ke belakang.

Tawa remeh Kenan mengudara."Anak kecil kaya lo mau dorong gue? dalam mimpi sekalipun nggak bakalan berhasil."

"Tapi ... lo udah kedorong barusan,hehe."

Kenan kembali melangkah maju,kedua tangannya bergerak menempel pada dinding di sebelah kanan dan kiri Alva.Mengunci tubuh sang adik kelas.

"Apaan sih,anjing! bau badan lo tau!"

Satu sudut bibir Kenan terangkat."Nyali lo boleh juga."

Alva tersenyum bangga."Yaiyalah! Alva kan anak pemberani,emang situ yang mainnya di tempat sepi gini biar nggak ada yang tau."

Seringai pada wajah Kenan luntur,satu tangannya bergerak mencengkram rahang Alva."Lo cari masalah ke orang yang salah!" Kemudian melepas cengkraman tersebut dengan kasar hingga kepala Alva terbentur dinding.Tak peduli akan hal yang terjadi selanjutnya,Kenan langsung berjalan keluar dari dalam kelasnya.

AdelfósWhere stories live. Discover now