20.Persetujuan

3.1K 379 46
                                    

"Ya ampun kalian ngapain ke sini?" tanya Alva heboh ketika melihat dua remaja yang mengenakan seragam identitas sekolahnya masuk ke dalam bangsal.Beruntung dua brankar yang ada di seberangnya tertutup oleh korden hijau,ya ... tapi tetap saja berisik.

Zahran mendengus keras-keras begitu mendapat sambutan kurang mengenakan dari Alva."Mau wakilin malaikat Izrail buat cabut nyawa lo."

"Yaudah sini cepet,gue juga udah nggak betah ketemu sama kalian terus."

Ezra meletakan satu bungkusan plastik putih pada meja nakas,yang langsung diambil oleh Alva.

"Cuma roti,biskuit,wafer,susu sama buah doang?"

"Harganya setara sama mie ayam lima mangkok,Al."

Penjelasan dari Ezra membuat cengiran timbul pada wajah pucat Alva."Perhitungan banget ya lo,gue kan jadi pengen mie ayam."

"Sembuh dulu baru makan sembarangan lagi," tutur Zahran.Niatnya ingin memberi perhatian,tapi jatuhnya tetap saja menyesatkan.

"Kalo nggak sembuh?" tanya Alva.

"Ya nggak boleh makan mie ayam," balas Zahran dengan seulas senyum lebar.

"Tapi gue juga nggak kepengen sembuh,sih."

Ezra menghembuskan napas panjang,sedangkan Zahran berdecak.Ucapan Alva terkesan sangat santai untuk mengungkap suatu keputusasaan.Ralat,mereka saja yang tidak tahu bahwa dibalik sikap acuh tak acuh Alva,ada ketakutan yang tak henti menyerangnya setiap hari.

"Kak Rion ke mana?" Zahran segera mencari topik pembicaraan lain.

"Kerja."

"Kak Dav?"

"Kuliah kayanya."

"Itu makanan lo,kan?" Kini ganti Ezra yang bertanya sembari menatap ke arah satu tempat makan stainless steel khas rumah sakit yang isinya hanya berkurang sedikit.Bahkan lebih nampak seperti tak tersentuh sama sekali.

"Eneg kalo makan."

"Badan lo udah tinggal tulang gitu masih sok-sokan males makan,mau jadi apa itu badan?" tanya Zahran.

Memang,Alva itu tipe manusia yang jika nafsu makannya sedang baik akan melupakan indahnya berbagi dan saat kehilangan nafsu makan akan benar-benar malas hanya untuk sekedar menatap makanan tersebut.

"Omongan lo hampir sama kaya omongan kak Dava,padahal badan gue nggak kurus-kurus banget."

"Ya tapi usaha dikitlah buat nambahin berat badan,gimana kalo sampe lo ketiup angin terus kebawa sampe negeri antar berantah? kan kasihan orang-orang sana kedatengan makhluk sejenis lo gini."

Alva mencebik.Kenapa sih orang-orang di sekelilingnya selalu berpikir bahwa dirinya menyebalkan?

Cklek

"Hai,sepupu!" seru Alva sembari melambaikan tangannya yang terinfus di udara.

Dua teman tiang Alva turut menoleh,Kevin yang ada di pintu masuk tersenyum canggung pada kedua kakak kelas barunya tersebut.Iya,Kevin pindah ke sekolah yang sama dengan Alva.Tapi Alva tidak tahu.

"Kalian sepupuan?" sambut Ezra begitu Kevin tiba di sebelah Zahran.

"Kok lo kenal,sih?" Kini Alva yang kebingungan.

"Kevin dekkel baru kita," jelas Ezra singkat.

Alva membulatkan bibirnya,kemudian memasang wajah alay."Wah parah lo pindah sekolah nggak ngabarin gue."

"Lo lebih parah njir,masa sepupu sendiri yang jadi anak baru lo nya nggak tau," cetus Zahran.

"Gue kan sering absen akhir-akhir ini,mana tau kalo ada anak baru! adek kelas lagi,ya nggak peduli lah gue.Emang kapan lo masuk sana?"

AdelfósOnde histórias criam vida. Descubra agora