Chapter 26

4.6K 826 311
                                    

〰️

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

〰️

Ephemeral (n) lasting for a very short time.

〰️

Sudah hampir seharian penuh (Name) belum juga membuka matanya. Gadis itu hanya dapat terbaring dengan tenang di kasur kamar Erwin setelah pria itu membawanya tadi pagi.

Erwin menatap tubuh kecil (Name) dari meja kerjanya. Beberapa kali dia menghela napasnya karena tak fokus pada pekerjaannya sendiri. Setelah menghentikan titan Rod Reiss yang hampir menghancurkan dinding dengan tubuh cacatnya, banyak hal yang harus dia laporkan. Dan sialnya laporan-laporan ini harus diselesaikan sepenuhnya pada malam nanti. Belum lagi dua hari mendatang akan diadakan pelantikan Historia sebagai Ratu baru dalam tembok.

Tapi melihat keadaan (Name) yang tak kunjung membaik, membuat dirinya tak bisa memikirkan apa-apa. Dia juga sudah beberapa kali mengecek suhu tubuh (Name) untuk memastikan bahwa demamnya sudah turun, namun ternyata tubuh gadis itu tetaplah panas.

Erwin bangkit dari kursinya dan mengambil duduk di kursi sebelah tempat tidurnya berada. Dia memandang tubuh (Name) yang tiba-tiba saja bergerak-gerak tak tenang. Apa gadis itu tengah bermimpi buruk?

Pria itu mengulurkan tangannya untuk memegang pipi (Name). Dielusnya pelan pipi gadis itu bermaksud agar mimpi buruk itu akan segera hilang. Tetapi tiba-tiba saja (Name) terbangun dari tidurnya dan berteriak.

"KAPTEN LEVI."

Erwin yang tersentak kaget, langsung menjauhkan tangannya dari wajah (Name). Pria itu sempat termenung sesaat saat mendengar nama yang diteriakkan oleh gadis di hadapannya itu.

"Erwin." Panggilan pelan dari (Name) langsung menyadarkan Erwin dari lamunannya.

Erwin mengalihkan pandangannya dan sontak terdiam saat melihat air mata yang turun dari kedua mata (Name).

"Kenapa... menangis?" Tanya Erwin kaku–berusaha terdengar sebiasa mungkin.

(Name) tidak menjawab dan malah memeluk tubuh pria itu dengan erat. Untuk kesekian kalinya Erwin dikagetkan oleh perilaku gadis di dalam pelukannya itu.

"Jangan... pernah... tinggalkan aku..." Ucap (Name) pelan disela-sela tangisannya.

Erwin membalas pelukan tersebut dan mengelus punggung (Name), "Kenapa aku harus?" Tanyanya lembut.

"Karena–kau pernah melakukannya waktu itu." Jawab (Name) pelan dan melepaskan pelukan mereka berdua.

Gadis itu menundukkan kepalanya ke bawah agar tak melihat wajah Erwin secara langsung. Meskipun Erwin sudah menjelaskan alasan pada dirinya mengenai hari dimana dia ditangkap oleh polisi militer waktu itu, tetap saja rasa sakit itu tetap ada dan tertanam dalam pikirannya.

EPHEMERAL // Aot x ReadersWhere stories live. Discover now