URIUZI 14

2.6K 514 90
                                    

Hari ini Renata tengah bersiap-siap dengan pakaian santainya. Ia habis mandi lalu turun kebawah menemui Liko yang katanya sudah mengurus surat pindah sekolahnya. Renata inginnya satu sekolah dengan Uzi, biar bisa lengket seharian.

Dan benar saja, dimeja makan sudah ada Uzi, Sopi dan Liko. Renata berjalan kearah Uzi, ia menggeser kursi di samping Uzi supaya bisa untuk ia duduki dekat Uzi. Renata mengecup pipi Uzi sekilas. Hal itu tentu saja membuat Uzi marah.

"Lo apaan sih?!" Uzi marah. Cowok itu berbicara dengan dingin dan datar. Ia tak suka!

"Kenapa sih?" ujar Renata biasa saja.

"Gue nggak suka!"

"Uzi. Biasa aja kali. Renata juga baik-baik sama kamu." Sopi tersenyum manis.

"Iya. Kamu itu sama Renata bagaikan perangko. Jadi, kamu nggak boleh seperti itu pada Renata. Karena kamu sama Renata akan ber---"

Oek... oek... oek

Liko mengentikan ucapannya. Tangisan Uci membuat mereka menoleh kearah bayi itu dengan cepat. Uzi berdiri, mengambil Uci dan menggendongnya. "Kenapa?" Uzi mencium gemas perut Uci.

"Renata?" panggil Liko.

"Iya, Om?"

"Kamu nggak bisa satu sekolah dengan Uzi."

Bahu Renata langsung merosot kebawah. Ia kesal, mengapa tak diizinkan sekolah di sana? Padahal itu adalah sekolah swasta. Andai saja kalau ada papanya pasti Renata akan meminta untuk dimasukkan ke sekolah yang sama dengan bayaran yabg mahal. Tapi tak apa. Satu rumah dengan Uzi sudah lebih dari kata cukup.

"Terus gimana dong, Om?" Renata sedih. Sesekali ia melirik Uzi yang hanya acuh padanya. "Aku nggak bisa jauh dari Uzi Om."

"Kamu akan sekolah dengan sekolah tetangga Uzi. Jaraknya tak jauh-jauh," ujar Liko menyesap kopinya.

"Aku berangkat." Uzi menyalami Sopi dan berlalu begitu saja.

"Kok Uzi nggak salam sama aku sih?" Renata mengembungkan pipinya kesal dengan sikap Uzi.

'Lihat aja, aku bakal dapatin Uzi gimana pun caranya! Uzi hanya milik aku!'

"Nggak pa-pa, kan?" tanya Liko.

Renata tersenyum manis. "Nggak pa-pa dong Om. Dekat Uzi aja aku udah senang banget," ujar Renata.

Sedangkan diluar rumah. Uzi berdecak kesal melihat ban motornya yang ternyata kempes. Tak apa, didepan sana asa bengkel. Pelan-pelan, ia melajukan motornya. Setibanya di bengkel, Uzi langsung mengerjakan motornya untuk diperbaiki.

Sambil menunggu motornya ditambal, Uzi memainkan hpnya. Detik berikutnya, Uzi dapat mendengar umpatan-umpatan kasar yang keluar dari mulut seseorang. Dan....

"Ngapain?" Uzi bertanya dengan kening berkerut.

"Berak."

"Toilet di belakang," kata Uzi memperjelas.

"PAK MOBIL SAYA MOGOK!"

"Bisa nggak teriak?"

"Nggak," jawabnya ketus.

"Uzi, motor kamu sudah saya tambal. Tuh." Pak Bel, pemilik dari bengkel mendekati Uzi. Pak Bel melirik kesamping mendapati pelanggannya, Uri. "Kenapa lagi mobilnya?" tanya pak Bel tak habis pikir. Baru minggu lalu dan sekarang sudah rusak lagi.

"Maunya diganti baru," ujar Uzi mengambil jaketnya lalu pergi untuk mengambil motor.

"Sepertinya mobil kamu masih lama kalau diperbaiki dulu. Kamu ke sekolah naik apa aja deh dulu. Kalau nunggu mobil selesai, bisanya malam." Pak Bel mengatakan yang sebenarnya. Meski ia belum tahu kondisi mobil Uri, tapi dapat ia pastikan kalau bagian yang rusak pasti membutuhkan peralatan yang banyak dan waktu yang banyak pula.

UriUzi [ END ] Where stories live. Discover now