Chapter 18

847 150 6
                                    

Playlist

Reflection

.
.
.
.
.

Dengan langkah terburu-buru Aegle memasuki gedung asramanya untuk mengambil beberapa peralatan yang sudah ia siapkan semalam untuk keberangkatannya ke Dangertown. Oaken dibiarkannya di luar dan ia naik lift. Aegle berlari dan menabrak salah satu siswa yang tampak pucat sambil memegangi keningnya.

"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Aegle sambil menekan tombol lift.

"Hati-hati Aegle! Di atas sana masih ada beberapa siswa yang bertingkah aneh yang siap membunuhmu. Kalau kau tidak benar-benar memiliki kepentingan jangan naik!" ucap gadis itu sambil melangkah terseok-seok meninggalkan Aegle yang diam sejenak dalam kebingungan. Namun dia mengambil langkah yang sedari awal ingin dia lakukan saat lift terbuka dan Aegle menekan lantainya di mana kamarnya berada.

"Aegle!" Aegle sedikit kaget saat melihat Dalila menjerit memanggilnya di lantai 6. Aegle ingin menghentikan liftnya, namun gagal.

"Maaf," ucap Aegle sambil membuat tangannya dengan pose meminta maaf. Dalila menangis itulah yang terakhir Aegle lihat. Satu demi satu kekacauan tampak olehnya di setiap lantai yang ia lalui. Walau bingung dengan apa yang terjadi, Aegle tetap menuju kamarnya begitu pintu lift terbuka.

"Senter, bekal, tali, pisau, ponsel, ...." Aegle mulai mengabsen barang-barangnya dan saat akan menarik sepatunya, sesuatu terjatuh dan cukup membuat Aegle terdiam. Itu jubah yang diberikan oleh Griffin kemarin.

" ... jubah itu akan menghilang dalam semalam jika kau bukan pemilik sahnya." Ucapan Bianca tadi malam sedikit menggangu Aegle. Dia berniat pergi dan membiarkan jubah itu, namun baru beberapa langkah ia ambil, gadis itu memilih kembali dan memungut jubah itu lalu memakainya.

"Aku membawamu bukan karena percaya bahwa aku penyihir putih! Aku adalah manusia biasa dan kubawa kau karena menghargaimu," ucapnya sambil memperbaiki jubah itu dan berlari menuju lift. Namun beberapa teman satu lantainya menahan langkahnya.

"Ada apa?"

"Jangan turun! Lihat!" ucap teman Aegle sambil meminta Aegle melihat ke halaman depan asrama. Banyak siswa yang saling bertarung dan beberapa diantara mereka berkerumun membunuh dengan tusukan ganas. Dan ketika ada yang mati, mereka akan hidup lagi namun membunuh yang sehat.

"Itu, mengapa?" tanya Aegle bergidik.

"Aku tidak tahu, namun dari penglihatanku, aku pikirkan itu sejenis sihir kegelapan yang membunuh lalu membangkitkan mereka dengan kemampuan yang mereka miliki namun berlaku tanpa pikiran."

"Sejenis zombie?!" pekik Aegle ketakutan.

"Zombie?" tanya teman Aegle bingung.

"Mayat hidup yang berjalan tanpa pikiran dan hanya memiliki nafsu untuk membunuh manusia," jelas Aegle. Keenam temannya itu mengangguk. Tiba-tiba Aegle ingat sesuatu.

The Consort ✔Where stories live. Discover now