Amaranthine 10

879 150 2
                                    

"Iya, Ma, bentar lagi Luna pulang, kok," jawab Luna, berusaha membuat mamanya tidak dilanda khawatir

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Iya, Ma, bentar lagi Luna pulang, kok," jawab Luna, berusaha membuat mamanya tidak dilanda khawatir. Meskipun itu sia-sia, setidaknya mamanya tahu bahwa Luna baik-baik saja.

Sementara bicara pada sang mama, Luna terus memperhatikan gerak-gerik laki-laki yang ada di seberangnya. Sakti sedang menyiapkan makan malam untuk mereka. Atau, lebih tepatnya, untuk Luna. Dia lebih dulu menuangkan nasi ke atas piring dan sup ayam ke dalam mangkuk, lalu di letakkan tepat di hadapan Luna. Bahkan, laki-laki itu juga membersihkan sendok dan garpu untuk Luna dengan tisu.

"Kamu baik-baik aja, 'kan? Enggak ada yang sakit, 'kan? Kamu cuma berangkat pakai cardigan, lho, Sayang. Emang enggak kedinginan?" Lagi, Bu Zihan membombardir Luna dengan pertanyaan bernada khawatir.

Kini, mata Luna beralih pada sweater hitam yang menenggelamkan tubuh mungilnya. Aroma ozonic begitu melekat, membuat Luna merasa nyaman saat menghirupnya. "Aku pake sweater ... teman aku?" Luna tampak bingung harus memperkenalkan Sakti sebagai apa. Laki-laki itu juga sampai menatap Luna penuh tanya. "Iya, aku pakai sweater teman aku, Ma. Jadi enggak dingin."

Terdengar helaan napas lega dari seberang sana. "Ya sudah, kamu hati-hati di jalan, ya. Minta sama teman kamu itu buat jangan ngebut-ngebut. Kalau ada yang sakit atau pusing, langsung bilang sama temannya, ya."

"Iya, Ma."

Panggilan itu berakhir, menyisakan Luna yang mendadak malah tingkah karena diperhatikan Sakti dengan begitu lekat.

"Jadi, sekarang kita teman, nih?" tanya Sakti dengan suara yang begitu pelan. Bibirnya tersenyum miring, alis kanannya terangkat. "Kita teman, Lun?"

"Kak Sakti mau jadi teman aku, 'kan?" Luna malah balik bertanya.

Hari ini, ada banyak sekali hal menyenangkan yang mereka lalui bersama. Menghabiskan waktu hampir 2 jam di tengah danau untuk memperkenalkan diri masing-masing—dengan cara yang sedikit unik, tentu saja—bermain berbagai wahana menantang, memberi makan beberapa binatang yang ada di Tanah Tingal, makan siang di rumah panggung, dan banyak lagi. Semuanya mereka lalui dengan penuh canda tawa. Bahkan, Luna juga tidak merasa lelah atau mengeluh ada yang sakit, sekali pun. Dia sangat menikmati hari ini, bersama Sakti.

"Justru gue yang harusnya nanya kayak gitu. Gue cowok bandel yang baru insyaf, bisa jadi bandel lagi kapan aja. Emang, cewek disiplin penuh teladan kayak lo mau jadi teman gue?" Dan di sini, terjadi saling melempar pertanyaan di antara mereka.

"Mau!" jawab Luna dengan penuh semangat. Gadis itu berhasil membuat Sakti tertawa seketika. "Kan, Kak Sakti udah insyaf, enggak bandel lagi. Kalau nanti mau kayak dulu lagi, udah jadi tugas aku buat mengingatkan. Kan, kita teman."

Sakti geleng-geleng kepala. "Oke, gue mau jadi teman lo. Asal, lo harus makan yang banyak, biar lo enggak masuk angin."

Senyum di wajah Luna langsung terbit saat itu juga. Mulai sekarang, dia punya seorang teman yang menakjubkan bernama Sakti Gentala. Ya, mereka menyebutkan nama masing-masing saat perkenalan tadi.

Amaranthine [Tamat]Where stories live. Discover now