Amaranthine 23

620 116 7
                                    

Langkah gembira Luna melambat seketika

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Langkah gembira Luna melambat seketika. Laki-laki yang berdiri di depan gerbang memang membawa mobil—seperti yang dijanjikan Sakti—tetapi dandanannya sangat berbeda jauh dari Sakti biasanya. Sakti selalu suka menggunakan celana jeans panjang dan kaus kebesaran, rambut dibelah pinggir, juga si Koni yang menggantung di lehernya. Namun, laki-laki di hadapannya saat ini menggunakan kemeja telur asin, celana chino hitam, kacamata yang bertengger di kepalanya, juga sebuah paper bag yang ia pegang.

“Kak Sakti?” Luna bersuara dengan ragu. Saat laki-laki itu berbalik, tawa Luna langsung meledak seketika. “Buat apa Kak Sakti pakai kumis gitu?” Luna menunjuk kumis yang digunakan Sakti, lalu kembali tertawa.

Akui saja, Sakti bukanlah laki-laki berkulit putih dan berwajah menggemaskan. Kulitnya sedikit gelap, dan wajahnya terkesan manis tetapi tetap manly. Hanya saja, itu bukan berarti dia bisa dinilai cocok menggunakan kumis tebal seperti sekarang. Apalagi dengan setelan mirip galak-galak.

“Selamat siang, Bu Luna. Saya ke datang ke mari untuk menjemput Ibu. Selain itu, saya juga mau menyerahkan ini.” Sakti menyerahkan paper bag cokelat yang sedari tadi dia pegang. Luna hanya mengernyit bingung, sembari berusaha mengendalikan tawanya. “Diterima, Bu. Ini penting.”

“Kak Sakti kenapa, sih? Aneh banget.” Pada akhirnya Luna menerima paper bag itu. Di dalamnya terdapat blouse kuning floral, rok span hitam selutut, juga kacamata frame tebal. “Ini buat apa?”

“Kita mau pergi ke suatu tempat, tapi cuma pakaian ini yang cocok buat datang ke sana. Jadi, sekarang, kamu ganti baju dulu sana. Aku tunggu di sini.”

Luna memperhatikan Sakti yang terus melempar senyum manis andalannya. “Kak Sakti enggak mau macam-macam, 'kan?”

“Enggak, Lun. Aku cuma mau melakukan satu macam aja sama kamu. Ini juga aman, kok. Yang ada, kamu pasti senang. Aku enggak berani macam-macam, takut sama papa kamu!” canda Sakti tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dia membalikkan tubuh Luna supaya kembali menghadap rumahnya. “Sekarang, Bu Luna ganti baju dulu. Pak Sakti tunggu di sini.”

Sembari menggeleng-gelengkan kepala, Luna melangkah kembali ke rumahnya. Sedikit berlari menuju kamar, dan Luna segera mengganti baju. Padahal, dia sudah memilih baju supaya penampilannya terlihat seperti remaja, Sakti malah membawa baju yang membuat Luna akan terlihat lebih tua. Bahkan, saat ini Luna sudah mengikat rambut dengan rapi supaya cocok dengan setelan bajunya.

“Lho, belum berangkat, Sayang?” tanya Bu Zihan. Beliau baru kembali dari dapur. Keningnya mengernyit saat melihat penampilan Luna. “Kenapa kamu pakai baju kayak gitu? Mau pergi ke mana?”

Dengan wajah polos andalannya, Luna menggelengkan kepala. “Aku enggak tahu, Ma.” Luna menggelengkan kepala. “Kak Sakti minta aku buat ganti baju kayak gini. Terus, dia juga dandanannya kayak bapak-bapak. Pakai kumis segala, lagi.”

Bu Zihan terkekeh geli. “Pacar kamu itu emang agak unik, Sayang.” Lalu, beliau mengusap bahu putri kesayangannya. “Jangan pulang malam, ya.”

Amaranthine [Tamat]Where stories live. Discover now