Amaranthine 20

698 132 8
                                    

Sudah 15 menit berlalu, dan yang mengisi kebersamaan mereka berdua hanyalah sunyi

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Sudah 15 menit berlalu, dan yang mengisi kebersamaan mereka berdua hanyalah sunyi. Sakti duduk termenung dengan tangan yang masih menggenggam buket bunga amaranth. Sedangkan di seberang meja, Luna berusaha keras menghentikan air matanya yang terus mengalir.

Terdengar embusan napas panjang dari Sakti. Pemuda itu menengadah, menatap langit-langit ruang tamu kediaman Luna dengan perasaan berkecamuk. Seberapa kuat ia mencoba mengerti situasi yang sedang terjadi, hasilnya selalu nihil. Karena kenyataan yang sedang mereka hadapi hampir mustahil.

“Jadi, lo sakit apa?” Akhirnya, setelah sekian kali tertahan rasa ragu, pertanyaan itu keluar juga dari bibir Sakti.

“Sindrom Werner,” jawab Luna dengan suara yang begitu pelan. “Penyakit langka yang membuat aku mengalami penuaan cepat.”

Dalam seketika, kepala Sakti langsung tertunduk. Rasanya terlalu menyakitkan untuk mendengar semua ini. “Tapi, orang tua lo baik-baik aja, Lun. Gimana bisa lo sakit kayak gini?”

Luna menarik napas dalam-dalam. Matanya sudah sangat lelah, tetapi air matanya tak kunjung berhenti mengalir. “Sebenarnya, aku bukan anak kandung mama sama papa. Mereka adopsi aku dari sejak bayi karena mama harus melakukan pengangkatan rahim.”

Saat itu juga, Sakti langsung membanting punggungnya ke sandaran sofa. Ternyata, kehidupan Luna yang selama ini selalu dipandang sempurna oleh orang lain menyimpan luka di dalamnya. Dia bukan anak kandung, bahkan tidak tahu siapa orang tua yang sebenarnya. Dan sekarang, di usianya baru menginjak remaja justru harus mengidap penyakit langka yang disebut sindrom Werner.

Semua manusia pasti menua. Tetapi, Luna harus mengalami proses penuaan yang lebih cepat dari orang lain. Penyebabnya adalah kelainan genetik pada gen WRN, gen yang mengasilkan protein untuk mengatur struktur dan integritas DNA. Karena gen milik Luna rusak, protein yang dihasilkan menjadi lebih pendek dan fungsinya abnormal. Akibatnya, terjadi masalah pertumbuhan dan penumpukan DNA sehingga ia mengalami penuaan lebih cepat diiringi berbagai macam gangguan kesehatan.

“Yang terjadi di rumah Kak Sakti waktu itu, aku mengalami dislokasi pinggul.” Luna kembali bersuara. Hanya dengan membayangkan rasa sakitnya, Luna sudah lemas. “Waktu di kantin dulu, aku mengalami arthritis.” Yang satu itu, tidak kalah sakitnya. “Dan ini semua baru permulaan, Kak.”

Sakti hanya terdiam. Sekarang, dia sudah berani menatap wajah Luna. Betapa menyiksanya ada di posisi Luna, dengan semua rasa sakit itu. Dan semuanya baru permulaan. Untuk ke depannya, Luna akan mengalami sakit-sakit yang lebih menyiksa lagi.

“Penglihatan aku bisa hilang, tulang-tulang mengalami pengeroposan, kulit keriput, rambut beruban, diabetes, bahkan ... bisa juga kanker.”

Napas Sakti tertahan seketika. Kanker, mimpi terburuk dalam hidup Sakti. Tidak cukup hanya dengan membuat Sakti kehilangan bundanya, sekarang, penyakit yang sama bisa saja menyiksa Luna.

Amaranthine [Tamat]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant