Amaranthine 16

729 125 7
                                    

Melihat Bunga hendak kembali angkat suara, Sakti langsung mendahului

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Melihat Bunga hendak kembali angkat suara, Sakti langsung mendahului. Tanpa canggung, dia menggandeng bahu Luna. “Lun, langsung ke belakang aja, yuk? Enggak usah menanggapi hal yang sama sekali enggak penting.” Sakti melotot pada adiknya, seakan-akan memberi tahu bahwa dia akan memberi pelajaran setelah urusan dengan Luna selesai. “Yuk?”

Langkah kaki Luna tidak sesemangat sebelumnya. Dia menatap tangan Sakti yang masih merangkulnya, lalu beralih ke wajah laki-laki itu. Siapa yang tidak kaget jika ada di posisi Luna? Disambut baik begitu masuk rumah ini, kemudian disebut sebagai pacar Sakti. Tidak bisa dipungkiri, jantungnya menggila di dalam sana.

Sudah 2 bulan lebih hubungan pertemanannya dengan Sakti. Namun, siapa pun pasti setuju bahwa hubungan mereka terlalu manis untuk kadar pertemanan. Lebih tepatnya, perlakuan Sakti yang terlalu manis. Tanpa laki-laki itu ketahui, terkadang Luna salah mengartikan sikapnya. Terkadang juga, tanpa bisa dicegah, Luna berharap hubungan mereka bisa disebut lebih dari teman. Karena sejujurnya, perasaan Luna kian berubah semakin harinya.

“Siap?” Tatapan Sakti langsung membuyarkan pemikiran panjang Luna. Laki-laki tu tersenyum penuh percaya diri. Lalu, dia membuka pintu sebuah bangunan kecil yang ada di halaman belakang.

Napas Luna tertahan begitu sakelar lampu dinyalakan. Ruangan yang asalnya gelap gulita, kini memperlihatkan keindahan di dalamnya. Lampu tumblr putih menghiasi langit-langit, membentang dari dinding kanan hingga dinding kiri, juga foto-foto kecil menggantung tepat di titik lampu. Jika diperhatikan baik-baik, kebanyakan dari foto itu adalah foto Luna. Baik saat dia menyadari kamera atau tidak. Ada beberapa juga yang diambil bersama Sakti.

“Kak, ini ....” Luna sampai tidak bisa berkata apa-apa dengan kejutan menakjubkan ini.

Tangan Sakti terukur mengusap puncak kepala Luna. “Lo suka, 'kan?” Luna hanya bisa mengangguk kecil menarik menatap Sakti penuh haru. “Selamat ulang tahun, Luna.”

Untuk beberapa saat, Luna terdiam. Dia mencoba mengingat tanggal berapa hari ini. Benar juga, sekarang adalah ulang tahunnya, 27 November. “Aku aja lupa sama ulang tahun aku, Kak. Dan Kak Sakti mempersiapkan semua ini buat aku? Makasih banyak.”

Sakti melangkah, semakin dekat dengan Luna. “Gue juga mau bilang, wajar lo iri sama teman-teman lo yang masih bisa pakai seragam. Apalagi, lo suka banget belajar, lo suka sekolah.” Sakti memegang bahu Luna. “Tapi, Lun, setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing. Setiap orang udah dikasih skenario paling tepat dari Tuhan. Meskipun terkadang enggak sesuai dengan harapan kita, tapi itu yang terbaik buat kita.” Wajah serius Sakti berubah jahil. “Lagian, sekolah formal itu enggak enak, Luna. Banyak tugas, banyak ulangan, belum prakteknya. Enak juga belajar sama Bu Rina, bisa sambil ngemil, sambil nonton, sambil tiduran.”

“Apaan, sih?” Luna memukul perut Sakti. Bibirnya tidak bisa untuk tidak tersenyum. Karena seperti biasanya, Sakti selalu bisa membuat Luna merasa lebih baik.

Amaranthine [Tamat]Where stories live. Discover now