13. Perang Dingin

72 7 11
                                    

Eci merias satu model dengan diam. Model itu hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Selama dirias Eci, pria bernama Relix itu tidak berkedip barang sejenak pun. Dia sudah lama ingin berdekatan dengan Eci, dan kali ini wajahnya disentuh langsung oleh Eci. Sungguh itu merupakan kesenangan tersendiri untuk Relix. Teman-teman modelnya yang lain bahkan selalu mengadakan taruhan, siapapun yang bisa mendekati Eci, dialah yang bisa disebut laki-laki sejati. Namun sampai saat ini belum ada yang berhasil mengajak Eci berkencan.

Eci terlalu sulit ditaklukkan, bagaimana tidak sulit kalau yang ditatap Eci hanya Kukuh seorang. Andai Eci mau, dia akan mengencani para pria agar dia tidak melulu mengenaskan. Namun yang Namanya hati tidak bisa dipaksa, Eci hanya mau dengan Kukuh, tidak dengan yang lain.

Eci merias dengan teliti sesuai bentuk wajah Relix. Relix mempunyai garis wajah yang tegas dan sexy. Namun untuk kali ini Eci tidak berniat mengagumi bentuk tubuh pria itu, perasaannya masih belum membaik pasca dipermalukan oeh Kukuh. Kukuh sendiri saat ini mengawasi Eci dengan duduk tak jauh dari tempat Eci dn Relix.

"Aduh mataku!" pekik Relix mengerjapkan matanya. Pria itu ingin mengucek matanya, tapi dengan spontan ditahan Eci. Dipegang tangan lembut Eci membuat Relix makin tidak berkedip.

"Jangan diusap, biar aku tiup. Mungkin kemasukan bedak," ucap Eci. Perempuan itu mulai meniup mata Relix. Kukuh melempar jasnya dengan asal saking kesalnya melihat pemandangan yang membuatnya kesal setengah mati.

Eci meniup-niup mata Relix dengan telaten. Setelah dipastikan mata Relix tidak perih lagi, Eci kembali merias Relix hingga kesan hot dan sexy tampak lebih jelas di wajah pria itu.

"Eci, sudah selesai?" tanya Sista yang masuk tergesa-gesa ke ruang rias.

"Sudah, mbak," jawab Eci merapikan sedikit tatapan rambut Relix sebelum benar-benar selesai.

"Ayo ke studio photo, Relix!" ajak Sista. Relix mengangguk, dia beranjak berdiri.

Eci masih membereskan peralatan make-upnya ke dalam tas besar yang dia bawa. Tidak ada suara yang dikeluarkan gadis yang dikenal mempunyai perangai cerewet itu.

"Eci, kamu tidak ikut ke studio?" tanya Relix yang belum pergi. Pria itu menunggu Eci barangkali mau ikut ke studio.

"Enggak, jam kerjaku sudah habis. Aku permisi dulu, good luck!" ucap Eci menepuk pundak Relix sebelum melenggang lebih dulu. Eci melewati Kukuh tanpa menengok pria itu. Sista dan Relix pun keluar dari ruang rias, meninggalkan Kukuh yang masih di tempatnya sembari mengetuk-ngetuk jemarinya di tangan kursi.

Eci berjalan tergesa-gesa di koridor kantor. Sepanjang perjalanan banyak yang menatapnya dengan pandangan menyedihkan. Jujur Eci lebih memilih dia dibully daripada dikasihani seperti ini. Yang paling tidak disukai Eci adalah ditatap prihatin oleh orang-orang. Eci merasa meski dia perempuan, dia harus kuat lahir dan bathin. Tahan banting dan tidak manja.

"Dek Eci!" panggil sebuah suara yang membuat Eci menghentikan langkahnya. Eci sudah sangat Lelah, siapa lagi yang masih mau membuatnya repot.

"Dek dek ... kamu baik-baik saja kan?" tanya seorang perempuan menghampiri Eci. Seketika para perempuan lain ikut mengerubuni Eci. Mereka berbondong-bondong menanyakan kabar Eci.

"Dek, kamu tenang saja. Kami yang dulunya fans garis keras Pak Kukuh, sekarang ramai-ramai jadi hatersnya. Kami akan me-unfollow akun media sosialnya rame-rame. Dia pikir dia siapa beraninya menolak kamu yang cantik dan baik ini. Meski sampai ke ujung dunia, aku yakin kalau Pak Kukuh tidak akan mendapat gadis secantik kamu," ucap Karywati bagian administrasi itu dengan menggebu-gebu. Yang lain ikut mengiyakan pernyataan itu.

"Kami ada di tim Dek Eci. Garis keras tidak akan bengkok lagi. Mentang-mentang wajah ganteng sok banget jadi cowok. Cowok modelan Pak Kukuh itu gak pantes diperjuangin!" ucap salah satu perempuan lagi.

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now