42. Rumahku

53 5 1
                                    


Air hujan yang mulanya deras kini berangsur reda. Rintikan-rintikan kecil masih setia menghujani tubuh Kukuh. Pandangan Kukuh menatap nanar ke arah sebrang jalan di mana Eci tengah melangkah lunglai. Eci sama sekali tidak menatapnya, membuat hatinya yang mulanya utuh menjadi kepingan kecil-kecil, bahkan nyaris hancur, lebur dan mengurai.

"Aku tidak pernah tau kapan rasa yang sudah aku beri, bisa kau lupakan," batin Kukuh pilu.

Sampai Eci sudah tidak terlihat di pandangannya, Kukuh membalikkan badannya. Kukuh menyeret langkahnya dengan lunglai, Kukuh tidak tau kemana lagi arah tujuannya. Dia punya orangtua, punya rumah yang besar, tapi rumah yang sesungguhnya adalah Eci. Kini dia sudah mengotori rumahnya, hingga rumahnya pun pergi. Tidak ada lagi tempat Kukuh untuk berpulang, berkeluh kesah dan membagi kebahagiaan.

Hubungan yang dulu dia tampik lalu dia perjuangkan dengan singkat, kini harus kandas dengan cara seperti ini. Langkah demi langkah Kukuh tapaki, menyeretnya dengan sekuat tenaga sampai pada rumah besar yang dia miliki. Perjalanan jauh tidak membuatnya lelah, karena rasa lelah itu tertutup dengan hatinya yang begitu sakit.

Kukuh tidak pernah dekat dengan perempuan manapun, kriteria Kukuh sangat tinggi soal wanita, tapi saat dia menjatuhkan pilihannya pada Eci itu tandanya dia sangat serius dengan hubungan ini. Dulu Kukuh selalu percaya bahwa apa yang dia inginkan pasti akan dia miliki, begitu juga dengan cinta, siapapun yang Kukuh cintai pasti akan menjadi miliknya. Namun, angan hanya sebatas angan. Eci nya sudah pergi, membawa bukti cinta dan kesetiaan gadis itu.

Dalam keadaan basah kuyup, Kukuh merebahkan tubuhnya di ranjang. Kukuh tidak bertenaga hanya sekadar mengganti pakaiannya. Tidak terasa air mata membasahi wajah Kukuh, suara isak tangis juga terdengar dengan kecil. Percayalah, seorang laki-laki lebih realistis dan lebih logis dari perempuan. Laki-laki cenderung mengabaikan apapun permasalahan dan tidak terlalu membawa pusing, tapi kalau laki-laki sudah menangis karena perempuan, maka cintanya tidak main-main.

"Argghhh bodoh!" teriak Kukuh menjambak rambutnya sendiri dengan kesal.

"Andai aku tegas dari awal, tidak mungkin semua akan hancur seperti ini," isak Kukuh dengan pilu.

Kukuh menarik selimutnya, pria itu menggenggam selimut dengan erat. Kukuh tidak bisa menghentikan isak tangisanya saat membayangkan wajah Eci. Kemana Eci pergi, dan saat ini sedang apa, sudah makan apa belum, semua merasuki pikiran Kukuh.

"Hiksss hiksss .... Eci ...." isak Kukuh.

Kukuh tidak pernah tau bila akhirnya akan seperti itu. Kukuh hanya tau dan selalu berpikir bahwa Eci akan menjadi miliknya, entah rintangan apa yang harus dia hadapi. Sikap tidak tegasnya membuat semua hancur.

Cklek!

Suara pintu terbuka dan suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar di indra pendengaran Kukuh. Kukuh tidak bereaksi, dia tidak peduli siapapun yang datang.

"Mas, Mas kenapa basah begini?" tanya Geana dengan panik. Kukuh melirik sekilas Geana yang sudah memakai pakaian biasa.

"Jangan sentuh aku!" ucap Kukuh dengan lemas saat Geana akan menyentuh tangan Kukuh.

"Mas, kamu dari mana hujan-hujanan begini?" tanya Geana lagi.

"Pergilah! Aku tidak tau bagaimana kamu bisa masuk ke sini, tapi yang aku inginkan, kamu segera enyah dari hadapanku!"

"Mas, aku istrimu. Ini hari pertama kita menikah!" seru Geana.

"Lalu apa urusannya kalau ini hari pertama menikah?" teriak Kukuh dengan kencang. Bahkan saat ini Kukuh sudah beranjak bangun.

"Kamu habis mencari Eci?" tanya Geana dengan sinis.

"Kenapa kalau aku habis mencari Eci? Kamu tidak terima? Aku akan menceraikanmu saat ini juga!" tandas Kukuh,.

"Kita baru menikah dan kamu sudah bermain api?"

"Iya, dan saat ini aku menalak kamu, talak tiga! Ada ataupun tidak ada persetujuan kamu, talak itu sudah jatuh!" tegas Kukuh dengan tajam.

"Percuma kamu menalakku, kalau kamu juga tidak akan bisa menikah dengan Eci," sinis Geana.

"Pergi dari sini sebelum aku kelepasan, Geana!"

"Tidak, meskipun kamu menalakku, aku akan tetap di sini!"

"Wanita tidak tau diri!" teriak Kukuh menghantam wajah Geana dengan kepalan tangannya dengan kuat.

"Akkkhhh ...." Geana memekik kencang, gadis itu tersungkur di lantai dengan mengenaskan. Sekali pukulan membuat bibir Geana langsung ronbek. Geana menangis kesakitan, tapi nampaknya Kukuh tidak ada belas kasihan maupun simpati.

Kukuh menghampiri Geana dengan wajahnya yang sudah menggelap merah. Amarah Kukuh sudah tidak terbendung lagi, Kukuh menjambak rambut Geana dengan kencang hingga membuat Geana mendongak, membuat Kukuh bisa melihat wajah Geana yang banyak akan air mata.

"Meskipun kamu menangis darah, itu tidak akan bisa membuatku simpati padamu," ucap Kukuh dengan sinis. Kukuh menarik rambut Geana dengan kencang, menyeretnya hingga Geana menjerit histeris.

Kukuh menyeret tidak berperasaan rambut Geana hingga sampai di pintu utama. Hujan yang tadi sudah reda kini kembali deras, Kukuh mengangkat tubuh Geana dan membanting perempuan itu ke halaman rumahnya. Geana menangis sejadi-jadinya, tubuhnya sakit semua, kepalanya langsung menghantam pada tanah. Namun lebih dari itu, hatinya lebih sakit. Di hari pertama menikah dia sudah dihianati, ditalak dan dianiyaya. Geana merasa hatinya sudah remuk padam.

"Setiap satu tetes air mata Eci, akan aku balas dengan tangisan darah dari dirimu!" ucap Kukuh dengan tajam.

"Setiap sakit hati Eci, akan aku balas padamu kemanapun kamu pergi. Kalaupun kamu kabur, sampai ke ujung dunia akan aku cari. Mulai saat ini, nikmati penderitaanmu!" ujar Kukuh sebelum melenggang pergi memasuki rumahnya.

Kukuh membanting pintu dengan kencang dengan perasaannya yang teramat dongkol, "Arghhhh!" teriak Kukuh dengan kuat sembari menghantamkan tangannya di dinding.

"Bangsat semuanya!" pekik Kukuh. Kukuh tidak mempedulikan tangannya yang sudah bercucuran darah, pria itu terus menghantamkan kepalan tangannya pada dinding dengan kuat.

Di sisi lain, Eci tengah berdiri di rumah kontrakannya dengan nanar. Di depannya ada Fathur yang berdiri menatapnya.

"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Eci pada Fathur.

"Eci, aku baru tau kabar kalau Kukuh dan Geana menikah, maka itu aku menghampirimu ke sini. Orang-orang bilang kamu pergi dari acara pernikahan," ucap Fathur menghampiri Eci.

Tanpa menunggu persetujuan Eci, Fathur memeluk tubuh Eci dengan erat. Fathur tau kabar dari tetangga Eci kalau adik pengantin wanita pergi dengan menangis.

"Menangsilah, Eci. Bagilah kesedihanmu dengan diriku!" ucap Fathur mengelus punggung Eci.

Air mata yang mulanya reda, kini kembali jatuh dengan deras. Eci menangis kencang di dadaa Fathur. Tangan perempuan itu mencengkram erat punggung Fathur. Eci tidak peduli bila dia memalukan, yang dia pedulikan dia ingin menyalurkan segala rasa sakitnya.

"Hiksss hikksss ... kenapa semua orang jahat?" tanya Eci dengan pilu.

"Kenapa tidak ada satu pun orang yang menyukaiku hiksss hikksss ...."

"Ada yang suka," jawab Fathur masih setia mengusap punggung Eci. Fathur sungguh tidak sampai hati melihat Eci yang menangis seperti ini.

"Berjanjilah Eci, saat ini kamu boleh menangis sepuasnya. Tapi setelah ini kamu harus kembali menjadi gadis ceria, gadis manis yang selalu mengundang tawa semua orang," ucap Fathur.

"Hati yang sudah pernah hancur, tidak akan bisa seperti dulu lagi," jawab Eci. 

Pelan-pelan, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang