47. Terstruktur

50 4 3
                                    


"Sudahi marah-marahnya, nanti kamu gak sembuh-sembuh," ucap Eci memijat tangan kanan Kukuh. Sedangkan tangan kiri Kukuh sedang dipasangkan infus lagi. Perawat yang bertugas memasang infus sungguh takut dengan Kukuh yang terus menatapnya tajam. Sudah lima menit dia memegang tangan kukuh tapi tidak kunjung menyuntikkan jarum di pembuluh darah Kukuh.

"Kamu kenapa gak selesai-selesai masangnya?" sentak Kukuh dengan kencang.

"Bapak jangan tegang, nanti pembuluh darahnya bisa pecah!" ucap perawat itu dengan tersenyum simpul.

"Saya gak tegang ini!" jawab Kukuh nyolot.

"Nah itu marah-marah kan. Kalau bapak marah, urat syaraf bapak tegang semua. Kalau disuntik bisa pecah pembuluhnya. Sekarang yang rileks biar cepat selesai!"

Kukuh menghela napanya, perasaan dia sudah tenang dan biasa saja. Kenapa perawat itu terus mengatainya tegang. Sungguh menyebalkan.

"Mas, kamu itu mbokya yang tenang jadi orang! Jangan gampang marah-marah," ucap seorang pria yang baru datang dengan mengenakan stelan warna hitam dengan rambut yang disisir rapi.

Kukuh menatap Adi dari atas sampai bawah, sepatu mengkilap sampai bisa buat ngaca, setelan jas hitam yang manly dan rambut yang klimis. Sungguh tampan, batin Kukuh.

"Kamu ngapain sih ke sini?" tanya Kukuh pada Adi dengan sewot.

"Aku jenguk kamu lah, Mas. Dua hari ini aku sibuk ngurusin perusahaan, jadi baru bisa jenguk hari ini," jawab Adi menatap kakaknya yang berwajah garang.

"Terus maksud kamu pakai baju rapi dan rambut klimis itu apa? Mau menarik perhatian Eci?"

Melihat calon suaminya yang mulai cemburu lagi membuat Eci segera pasang badan. Eci berdiri di samping Kukuh dan menyandarkan kepala Kukuh di tubuhnya. Eci mengusap-usap kepala Kukuh agar kemarahan Kukuh bisa reda.

"Awww awwww ....!" pekik Kukuh saaat perawat menyuntikkan jarum di punggung tangannya. Buru-buru Eci mengelus kepala Kukuh agar Kukuh kembali tenang.

"Dasar gak malu ya sama kelamin? Sudah tua takut disuntik sok-sokkan mau nyuntik," cibir Adi.

"Pergi kamu, mataku sepet lihat kamu!" seru Kukuh.

"Pak, sama adek sendiri gak boleh galak!" tutur Eci.

Perasaan Kukuh sungguh sangat dongkol dengan Eci yang terkesan membela Adi. Kukuh juga merutuki dirinya yang kenapa tidak lebih tampan dari Adi. Dan apa-apaan Adi datang ke ruangannya dengan berpenampilan lebih ganteng?

Kukuh sungguh merada dijatuhkan oleh Adi, Adi ganteng sedangkan dia sangat kucel karena tertidur berhari-hari di rumah sakit. Jelas saja Kukuh takut kalau Eci lebih melirik Adi. Kukuh sudah bucin banget, bahkan bucinnya sudah tidak terobati lagi. Kalau hatinya ini buatan manusia, sudah pasti langsung rontok karena tidak kuat menampung cinta Eci yang sangat banyak.

"Eci, kalau dia marah-marah terus jangan mau dinikahin sama dia. Bahaya," ucap Adi mengambil kursi untuk dia duduki.

"Kamu datang di saat yang gak tepat," maki Kukuh. Kukuh menatap tangannya yang sudah terinfus, tak berapa lama perawat itu pergi setelah memberesi alat periksanya.

"Kamu memang durhaka sekali, Di. Di mimpi burukku kamu sama sekali tidak hadir," ujar Kukuh dengan ngelantur.

"Mimpi buruk apa?" tanya Adi bingung.

"Jangan dengarkan dia, dia lagi sakit agak ngelantur," jawab Eci mengusap-usap kepala Kukuh.

Adi mendengus, sejak kapan kakaknya jelas? Dari kecil sampai dewasa memang Kukuh tidak pernah jelas. Kukuh seperti pria abnormal yang sedikit-sedikit menilai pekerjaan orang lain salah.

"Eci, aku ke sini untuk menanyakan padamu tentang konsep pernikahan. Aku disuruh ibu untuk menanyakan padamu langsung, kamu maunya bagaiamana, bajunya dengan konsep apa dan gedungnya menyewa yang di daerah mana," oceh Adi bertubi-tubi.

"Kok kamu yang nanya sih? Harusnya aku, aku calon suaminya!" seru Kukuh dengan kencang. Kaki Kukuh bahkan ingin menendang wajah Adi dengan kencang.

"Pak tenang kenapa sih? Mas Adi hanya tanya soal konsep pernikahan, tapi tetap kita yang akan rundingan. Adi itu adik kamu, dan juga adik iparku. Astaga, Pak ... stress lama-lama ngadepin bapak," omel Eci mendorong kepala Kukuh dengan kesal.

Sudah dielus-elus, dibaik-baikin tetap saja emosian. Ingin rasanya Eci mengarungi Kukuh agar tidak berbicara ngawur dan ngelantur. Namun mana bisa kalau dia juga terlanjur cinta.

"Sudahlah kalian berbincang-bincang saja di sini. Aku mau nyari makan," ucap Eci meninggalkan dua pria dewasa yang ada di ruang rawat. Eci sangat lapar dan lelah mengurus Kukuh yang bahkan melebihi bayi berusia dua tahun yang sedang rewel-rewelnya.

Di dalam kamar, Kukuh dan Adi saling pandang-pandangan. Kedua pria itu masih enggan membuka mulut masih-masing, seolah bahasa mata yang menjadi cara mereka berkomunikasi.

"Ekhheem ...." dehem Adi yang merasa canggung.

"Apa?" sentak Kukuh.

"Kalau darah Mas tetap tinggi, aku yang akan nikahi Eci!" ucap Adi yang membuat Kukuh memelototkan matanya.

"Makanya jangan marah-marah terus!" tambah Adi lagi. Adi bangkit dari kursinya, pria itu pindah duduk di branker Kukuh.

"Mau apa sih kamu?"

"Aku mau nanya soal konsep pernikahan. Kata ibu satu bulan lagi pernikahan digelar."

"Aku saja belum melamar Eci kok mau nikah. Aku mau lamar Eci dulu pakai lamaran yang super romantis," uar kukuh.

"Iya iya lamaran dulu. Bagaimana konsepnya?" tanya Adi.

"Gak mau ngasih tau, nanti kamu tiru," jawab Kukuh. Adi menahan napasnya dalam-dalam, kakak mana lagi yang lebih menyebalkan dari Kukuh? Adi kira tidak akan ada karena yang menyebalkan hanya Kukuh seorang, tidak ada yang lainnya.

"Mas, tidak mungkin aku meniru acara lamaran mas yang sudah pasti jatuhnya alay. Mas itu beda denganku yang bisa berpikir luas, realistis dan modern. Kalau aku sudah punya calon, sudah pasti lamaranku lebih menarik dari kamu," ujar Adi dengan panjang lebar.

"Kamu nantangin Mas mu sendiri?" tanya Kukuh dengan nyolot.

"Yang nantangin itu siapa? Kesel lama-lama bicara sama kamu. Sudah, aku tidak ada kepentingan lain aku mau pergi!" ujar Adi melompat turun dari ranjang.

"Eh eh eh tunggu!" pekik Kukuh memncegah Adi.

"Apalagi?" Kini gilaran Adi yang menyentak Kukuh.

"Setelah aku keluar rumah sakit, kita adain rapat program lamaran untuk Eci. Ajak Elleana, Kalvin sama Sista!" titah Kukuh yang membuat Adi memelototkan matanya.

"Apa maksudmu?" tanya Adi tidak percaya.

"Ya kita adain rapat, biar acaranya lebih matang, terstrukur, rapi dan seratus persen berjalan dengan lancar."

"Kamu pikir ini rapat direksi apa? Ini bukan bisnis, Mas. Kamu cuma akan lamaran, kenapa adain rapat?"

"Ini kan kejutan. Kalau gak dibuat secara rinci nanti tidak akan bagus," jawab Kukuh.

"Tidak bisa. Elleana adalah sekretarisku saat ini, sedangkan Kalvin itu HRD dan Sista sekretarisnya, jangan merecoki mereka demi kebutuhan pribadimu!"

"Mereka anak buahku!"

"Kamu tidak profesional kerja. Mereka ada pekerjaan yang lebih penting daripada ngurusin percintaan kamu!"

"Kamu nurut gak sama masmu ini? Gak nurut auto coret dari KK!" ancam Kukuh dengan tajam. Adi ingin melepas sepatunya dan melemparnya pada Kukuh. Sungguh laki-laki gilaa, mau acara lamaran saja ribetnya naudzubilla.

"Suruh mereka datang ke ruanganku kalau aku sudah sembuh, kamu jangan lupa ikut!" tambah Kukuh.

"YA!" jawab Adi dengan kesal. Laki-laki itu melenggang pergi meninggalkan kakaknya yang sedang dimabuk asmara. Adi juga tidak tau apa yang terkandung dalam tubuh Eci sampai membuat Kukuh terkewer-kewer.

"Rapat lamaran? Huh, sungguh menjijikkan," maki Adi seraya berjalan dengan kesal. Sesekali pria itu akan menendang angin bak orang yang tak kalah sintiing. 

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now