52. Romantisa

48 1 0
                                    


Malam ini Eci sudah sangat dongkol dengan pacarnya. Bagaimana tdiak, sampai jam delapan malam Kukuh sama sekali tidak menghubunginya. Eci pikir Kukuh akan terus berusaha meminta maaf padanya. namun menjelang magrib sampai saat ini satu pesan pun Kukuh tidak mengirimkannya padanya. Eci tengah duduk di ranjangnya dengan kesal, gadis itu menimang-nimang hp nya berharap ada pesan masuk. Sesekali gadis itu akan memandangi layar hpnya tanpa kedip, tapi sudah sangat lama Kukuh tidak kunjung menghubunginya.

Perempuan memang rumit, si cowok sudah minta maaf malah tidak dipedulikan, kalau cowok tidak menghubungi malah uring-uringan. Sebenarnya maunya cewek apa sih?

"Arghhh!" teriak Eci frustasi. Tidak mendengar kabar dari Kukuh sudah hampir membuatnya memakan hp mentah-mentah.

Eci menarik napasnya dalam-dalam, gadis itu mencoba meredakan egonya agar dia mau menelfon Kukuh terlebih dahulu. Baru saja Eci ingin mendiall nomor Kukuh, Eci malah meletakkan hpnya kembali.

"Gengsi lah, masak cewek nelfon duluan!" ujar Eci dengan kesal.

"Tapi kalau gak nelfon masa gini terus sih?" tanya Eci seorang diri.

"Telfon gak telfon gak telfon gak ... au ahh gak usah telfon."

Eci membanting tubuhnya ke ranjang, lebih baik dia menikmati kasurnya yang empuk daripada memikirkan Kukuh. Toh kalau Kukuh masih merasa butuh padanya, Kukuh akan mencarinya. Namun saat Eci akan menutup matanya, gadis itu malah berjingkat kembali terduduk.

"Kalau pak Kukuh kenapa-napa gimana?" tanya Eci yang pikirannya sudah buruk. Memang tidak biasanya Kukuh tidak menghubunginya. Biasanya sepatah dua patah kata singkat selalu Kukuh kirim saat malam hari.

Dering ponsel membuyarkan pemikiran Eci, Eci segera menyambar hpnya dengan harapan itu Kukuh. Tanpa melihat nama si penelfon, Eci menggeser ikon hijau. Seketika suara dari perempuan di sebrang sana merontokkan jantung Eci yang sejak tadi bertalu-talu gelisah.

"Mas Kukuh darah tingginya kumat!" seru Elleana kesal.

"Eci, kamu denger aku, kan? Sekarang Mas Kukuh di taman belakang Agensi, cepat ke sini Mas Kukuh gak mau dibawa ke rumah sakit!" ujar Elleana lagi sebelum menutup panggilannya sepihak.

Eci ngeblank sebentar sebelum tersadar kembali. Gadis itu tanpa memakai jaket atau berganti pakaian yang lebih tebal pun segera menyambar tas yang sudah berisi dompet. Eci memakai sandal jepit dengan asal dan bergegas untuk keluar rumah. Tidak dia pedulikan teriakan ibunya yang bertanya dia mau kemana.

"Kan, aku bilang juga apa? Pasti Kukuh sedang kenapa-napa," omel Eci merutuki dirinya sendiri yang gengsi saat akan menghubungi Kukuh.

"Andai tadi aku menghubungi lebih awal, pasti tidak akan seperti ini jadinya."

"Dasar Kukuh, ngapain juga malam-malam di taman? Mau nyari mbak kunti apa."

Eci terus mengomel di sepanjang jalannya sembari mencegat taksi yang lewat. Gadis itu hanya memakai daster selutut yang biasa dia pakai untuk tidur, hawa dingin di malam hari tidak Eci pedulikan karena dia terlalu mempedulikan Kukuh. Yang Eci pikirkan saat ini adalah cepat sampai ke kantor dan menyeret Kukuh ke rumah sakit. Kalau sakit manjanya Kukuh melebihi batas manusia abnormal.

Eci menghentikan jalannya dan menengokkan kapalanya ke kiri untuk mencari taxsi, tak berapa lama taxsi itu datang dan berhenti tepat di depan Eci, tanpa pikir panjang gadis itu segera masuk dan mengatakan alamat yang dia tuju.

Sembari menunggu mobil melaju, Eci juga berusaha menelfon Elleana untuk menanyakan perkembangan keadaan Kukuh, tapi Elleana tidak kunjung menjawabnya. Eci menggeram kesal, di saat panik begini Elleana malah tidak mau mengangkat telfonnya.

Pelan-pelan, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang