28. Sungguh Berlebihan

109 5 8
                                    

Sepanjang rapat berlangsung, suasana ketegangan itu sangat kerasa. Karena tokoh utama sedang kesenggol Adi perkara beras. Apapun yang dipresentasikan oleh sekretaris Adi, terasa salah di mata Kukuh, membuat orang-orang yang terlibat hanya bisa menghembuskan napasnya kasar.

"Pak, mohon tidak mencampur adukkan masalah pribadi dengan masalah pekerjaan!" tegur Sista berbisik. Sista memejamkan matanya siap mendapat semprotan Kukuh karena dia sudah lancang. Namun mau bagaimana lagi, kalau ini terus dilanjutkan akan membawa dampak buruk.

Sejak Sista mendengar Adi mengatai kakaknya kalau perempuan butuh beras, Sista melihat raut tidak mengenakkan pada Kukuh. Aura Kukuh yang sudah gelap menjadi lebih suram. Staff yang ikut rapat hanya bisa menundukkan kepalanya takut.

Kukuh mencengkram erat tangannya. Jelas saja sebagai pria yang menjunjung harkat dan martabat kelelakiian, dia merasa tersinggung dengan ucapan Adi. Jangankan satu kilo beras per hari, satu ton perhari dia juga sanggup membelikan Eci. Kukuh melirik Adi, andai Adi bukan adiknya, Kukuh tidak akan mau menerima kerjasama dengan pria itu.

"Terima kerjasama dengan perusahaan pak Adi!" ucap Kukuh pada Sista. Laki-laki itu beranjak berdiri, tanpa sopan santun dia melenggang pergi begitu saja. Tidak lupa Kukuh membanting pintunya kencang, menunjukkan bahwa dialah yang berkuasa di wilayah ini.

"Ternyata pendidikan tinggi tidak menjamin attitued seseorang," ucap Adi menggelengkan kepalanya pelan. Semua staff yang mendengar hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Untung Kukuh tidak tau sedang diomongin, kalau tau pastilah mulut Adi sudah masuk pasar rombengan karena dirobek kakaknya.

Kukuh memasuki ruangannya dengan tergesa-gesa. Eci yang tengah merias wajahnya langsung terkesiap menghadap Kukuh. Eci menelisik penampilan Kukuh, wajahnya memerah, keningnya berkeringat, rambutnya acak-acakan, kancing kemeja terlepas dan dasi yang ditenteng.

Kukuh menghampiri Eci, dia merebut alat rias Eci dan memasukkan kasar di pouch milik Eci, "Mentang-mentang ada Adi kamu mau dandan secantik mungkin," ucap kukuh dengan marah.

"Aku tidak tau kalau ada Mas Adi," ujar Eci memelototkan matanya.

"Gak usah bohong! kamu pasti mau tebar pesona sama dia. Hari ini dia sudah buat aku marah, dan kamu masih mau tebar pesona sama dia? Dasar kalian sama-sama-"

"Cukup!" bentak Eci memukul lengan Kukuh sebelum Kukuh meneruskan ucapannya yang pasti sangat laknaat.

"Aku gak tau apa-apa tapi tiba-tiba kamu marah kayak orang kesetanan gini. Sebenarnya ada apa sih?" tanya Eci dengan kesal. Kebiasaan Kukuh kalau marah langsung ngomel dan memaki-maki, tapi tidak mau mengatakan dengan jelas alasan dia marah.

"Lihat ini dahimu juga berkeringat, bajumu acak-acakan. Kamu habis perang sama cewek lain?" tanya Eci menilai penampilan Kukuh.

"Perang ndasmu! Aku hampir gelud tadi sama Adi. Untung sadar dia adikku, kalau bukan sudah pasti besok ada berita seorang kakak merebus adiknya," sewot Kukuh.

"Kalau kamu berbuat melanggar hukum, aku tidak mau ya setia sama kamu. Nungguin kamu keluar dari penjara sampai aku jadi perawan tua. Ogah! Mending cari laki-laki baru," omel Eci tak kalah sinis. Dia bermaksd mengatakan itu bukan memancing amarah Kukuh lebih tinggi lagi, tapi agar Kukuh bisa mengendalikan emosinya di lain waktu.

Namun, ucapan Eci malah membawa petaka untuk gadis itu. Kukuh menangkup wajah Eci dengan kedua tangannya, tanpa aba-aba pria itu menubrukkan bibirnya ke bibir Eci. Kukuh menekan pipi Eci dengan kuat agar Eci membuka mutnya. Saat akan menendang selakangaan Kukuh, kaki Eci sudah dikunci Kukuh agar tidak bisa bergerak. Ternyata Kukuh cepat belajar dari pengalaman. Kukuh membawa tubuh Eci ke sofa, pria itu menindih kaki Eci lebih erat. Lidah Kukuh melesak masuk, Eci meronta, kepalanya dia gelengkan agar terlepas dari ciuman Kukuh. Namun sekuat dia meronta, Kukuh tidak melepasnya. Suara decapan dari bibir yang beradu terdengar samar di telinga masing-masing, membuat Kukuh makin intens melesakkan lidahnya.

"Sosor terus! Sosor!" ucap seseorang membuat Kukuh menggigit bibir Eci dengan kencang saking kesalnya dia pada pengganggu.

Kukuh melepas bibir Eci, dia menolehkan kepalanya ke pintu yang sudah ada Kalvin berdiri di sana. Kukuh menggeram marah, tidak adakah satu saja karyawannya yang bertingah baik? Kukuh merasa semua staff di perusahaannya kalau gak boborkk, gilaa, pasti tidak punya sopan santun.

Wajah Eci memerah, dia bukannya baper dengan ciuman Kukuh melainkan dia marah dengan laki-laki itu. Apalagi sekarang dia tengah terciduk oleh HRD yang tampangnya sama mesumnya dengan Kukuh.

"Ada apa ke sini?" tanya Kukuh dengan tajam. Kukuh masih enggan beranjak dari tubuh Eci.

"Mau menyerahkan laporan gaji bulanan," jawab Kalvin menunujukkan map berwarna biru.

"Apa kamu merasa hidup di jaman batu lalu masuk goa orang seenaknya sendiri? Gunanya pintu untuk menutup dari orang luar agar tidak melihat apapun isi yang dari dalam ruangan. Gitu aja gak ngerti-ngeri!" omel Kukuh menatap tajam Kalvin.

"Maaf, Pak. Saya sudah ketuk pintu tapi bapak tidak mendengar," jawab Kalvin menahan tawanya.

"Dasar tidak sopan. Sana letakin meja, dan segeralah pergi dari ruangan ini!" titah Kukuh. Kalvin mengangguk, dia berjalan menuju meja untuk meletakkan berkas dan setelahnya ngacir keluar ruangan sembari menutup pintu.

Kukuh kembali mefokuskan pandangannya pada Eci yang napasnya masih ngos-ngosan, "Awas kamu berani tebar pesona sama Adi, aku perkosaa kamu di hadapannya!" ancam Kukuh beranjak berdiri dari tubuh Eci.

"Hapus semua riasanmu, setelah ini kita pergi!" titah Kukuh lagi.

Eci mendengus, dia beranjak bangun sembari memegangi bibirnya. Eci merasa bibirnya tidak sexy lagi gara-gara emutan dari Kukuh. Dengan terpaksa Eci mengambil kapas dan milk cleanser untuk membersihkan riasannya. Kukuh menatap gerak-gerik Eci yang menghapus make up. Pandangan Kukuh jatuh pada bibir Eci yang seperti mengeluarkan darah. Tangan Kukuh terulur untuk mengusap bibir Eci.

"Perih?" tanya Kukuh dengan suara yang berubah jadi lembut. Mendengar suara lembut Kukuh malah membuat Eci takut. Jangan-jangan pacarnya itu tengah kerasukan Jin kebaikan.

"Perih gak?" tanya Kukuh lagi.

"Iya. Nasib punya pacar titisannya grandong ya begini," cibir Eci.

"Maaf, kebablasan tapi enak. Jadi mau lagi nih," jawab Kukuh dengan seringaian mesumnya.

"Awas aja kalau masih berani. Besok kamu tidur, aku cabut semua bulu Ontongmu. Biar gundul!" ancam Eci.

"Jangan, namanya hutan lebih enak yang lebat. Ada geli-gelinya," jawab Kukuh.

Eci mengerang frustasi, "Salah milih pacar, salah milih pacar, pahit pahit pahit!" dumel Eci dalam hati.

"Ayo kalau sudah, kita pergi!" ajak Kukuh menahan tawanya saat melihat wajah kesal Eci. Eci mendengus, dia memberesi peralatannya dan menyambar tas kecil untuk dia bawa.

Kukuh menggandeng tangan Eci untuk mengikutinya keluar. Kali ini Kukuh akan mengajak Eci menuju toko kebutuhan pokok. Lihat saja, dia akan membuktikan pada Adi kalau dia lebih kaya dari Adi. Namun saat melewati lobby perusahaannya, Kukuh harus berpapasan dengan Adi yang membuatnya makin emosi.

"Eh Mas Adi!" panggil Eci saat melihat Adi.
"Eh hai!" sapa Adi dengan ramah.

"Mas Adi, itu kancing kemejanya kebuka, aku benerin ya!" ucap Eci maju mendekati Adi. Dengan telaten Eci mengancingkan kancing kemeja Adi dan menata krah leher pria itu. Adi sungguh mengagumi gadis di hadapannya.

Hidung Kukuh megeluarkan asap merah yang siap membakar semua isi perusahaan, dengan kasar Kukuh melepas jasnya dan menutupkannya pada kepala Eci. Eci memberontak saat merasa pandangan matanya sangat gelap. Kukuh tidak peduli, dia membawa tubuh Eci untuk mengikuti langkahnya menjauh dari Adi. Adi meminta Kukuh untuk melepaskan Eci, tapi Kukuh tidak peduli. Kukuh terus membawa Eci dengan kepala gadis itu yang tertutup jasnya.

"Kebiasaan, kalau matanya dibuka malah jelalatan!" ucap Kukuh membuka kasar pintu mobil dan memasukkan Eci ke sana. 

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now