43. Entah Apa yang Merasuki

61 6 4
                                    


Siang ini Eci dan Fathur tengah makan siang di sebuah kedai kecil. Semalaman Eci habiskan untuk menangis, meratapi hidupnya yang sungguh menyedihkan. Eci pikir tokoh bawang putih hanya ada di drama saja, tapi ternyata di kehidupan nyata tidak kalah tragisnya.

"Eci, are you okey?" tanya Fathur menatap menelisik ke arah Eci. Eci menganggukkan kepalanya.

"Maafkan aku yang sempat marah dan memecatmu, Eci. Aku sungguh tidak sengaja melakukan itu," ucap Fathur dengan pelan.

"Tidak apa-apa, lupakan saja!" jawab Eci dengan menghela napasnya kasar.

Mau bagaimana lagi, semua yang sudah terjadi tidak akan bisa kembali seperti semula. Tiba-tiba Eci merasa tangannya dipegang seseorang, Eci mendongakkan kepalanya menatap Fathur. Mata mereka bersitubruk, saat Eci ingin melepas genggaman tangan Fathur, Fathur menariknya kembali.

"Rasakan genggaman tanganku, Eci!" ujar Fathur dengan senyum tipis yang mengembang.

"Tanganku tidak jauh beda dengan Kukuh. Bila Kukuh menghianati cintamu, biar aku yang menyembuhkan lukamu! Aku menyukaimu," tambah pria itu lagi.

Eci menarik paksa tangannya dari tangan Fathur, membuat Fathur hanya bisa tersenyum canggung. Eci memalingkan wajahnya, dia pikir dengan bertemu Fathur bisa membuatnya sejenak meredakan sakit hatinya atau bahkan bisa melupakannya. Namun dugaannya salah, lukanya yang belum mengering malah ditambahi dengan ungkapan Fathur.

"Eci, kamu harus membuka hati. Tidak ada gunanya kamu fokus pada sakit hati yang sama. Tidak semua laki-laki itu seperti Kukuh," ucap Fathur mencoba meyakinkan Eci.

"Memang tidak ada laki-laki yang seperti Kukuh. Gak ada yang lebih perhatian sama dia, gak ada yang lebih peduli sama dia dan gak ada yang lebih brengsek dari dia," jawab Eci sembari menghapus air matanya yang tiba-tiba menetes.

"Eci, dengerin aku. Kalau kamu sedih terus-"

"Cukup, Mas! Luka yang diberikan Kukuh saja belum kering, kamu mau menambahnya lagi? Mungkin setelah ini, hatiku tidak akan pernah terbuka untuk laki-laki manapun," ucap Eci menundukkan kepalanya.

"Maaf," ucap Fathur. Tangan Fathur mengusap puncak kepala Eci.

"Eci, sejak dulu aku menyayangimu layaknya adikku sendiri. Saat kamu seperti ini, jelas saja hatiku ikut terluka," ujar pria itu lagi.

Eci diam, tiba-tiba perempuan itu kembali terisak. Gadis itu beranjak dari duduknya, Eci memilih beranjak pergi daripada bersama Fathur malah kembali membuka lukanya. Eci salah menilai, ia pikir dengan membagi lukanya akan meringankan bebannya. Namun lagi-lagi itu salah. Fathur yang melihat Eci kabur pun segera menyusul Eci.

"Eci, mau ke mana?" teriak Fathur mengejar gadis itu. Fathur menarik tangan Eci hingga membuat Eci menghentikan langkahnya.

Kukuh melihat itu, pria dua puluh delapan tahun itu melihat sejak tadi Fathur dan Eci yang tengah berbincang karena sejak tadi Kukuh berdiri tidak jauh dari mereka. Dan saat ini pun Kukuh melihat bagaimana usaha Fathur yang membujuk Eci.

Tangan Kukuh yang penuh luka kemarin masih belum sembuh, bahkan pria itu tidak mengobatinya. Darah kering menempel di punggung tangan Kukuh, pria itu seakan tidak merasakan sakitnya.

"Eci, aku aku mohon jangan seperti ini!" ucap Fathur membujuk Eci.

"Lalu aku harus bagaimana, Mas? Kamu tidak merasakan bagaimana rasa sakit hatiku, tapi kamu menyuruhku jangan seperti ini. Memang pikiran laki-laki dan perempuan tidak akan pernah sama. Perempuan merasakan dengan hati, tapi laki-laki tidak merasakan tapi mengandalkan pemikiran. Laki-laki boleh realistis, putus bisa cari baru, tapi perempuan? Perempuan tidak semudah itu untuk menghilangkan rasa sakit," ujar Eci menggebu.

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now