45. Kawal Terus

66 6 2
                                    


"Jangan pergi!" rengek Kukuh memeluk lengan Eci yang tengah berdiri. Sejak satu jam dari Kukuh bangun, Kukuh sama sekali tidak mau melepaskan cekalan tangannya dari Eci. Pria itu takut kalau ditinggal Eci, bayangan mimpi buruk itu terus saja menghantuinya.

"Aku mau pipis, Pak. Udah diujung tanduk ini," ucap Eci yang beneran kebelet pipis.

"Tahan aja, aku takut kamu kabur."

"Bapak gilaa apa ya? Mana bisa pipis ditahan-tahan, Pak. Udah mentok, kalau ngompol gimana? Lagian kalau aku kabur juga aku mau ke mana?" omel Eci dengan gemas. Kukuh bak seorang anak kecil yang sangat manja kepada ibunya.

"Aku takut kamu ninggalin aku."

"Kalau aku ada niatan ninggalin kamu, udah aku tinggalin sejak kemarin. Buktinya saat kamu gak sadar, aku juga terus nungguin kamu," ujar Eci dengan menggebu. Kesal sekali rasanya saat dirinya diragukan seperti ini.

"Kamar mandinya gak usah ditutup biar aku bisa lihat kamu dari sini!" ujar Kukuh melepas cekalannya dari lengan Eci.

"Kamu gila apa ya?" tanya Eci dengan sedikit teriak.

"Kalau kamar mandi gak aku tutup, sudah pasti kamu akan cabut infus dan menerkamku di sana," tambah perempuan itu.

"Kamu ngomongin terkam kok aku jadi ingat terkam-terkaman sih, hayuk kita main terkam-terkaman!" ujar Kukuh menaik turunkan alisnya.

"Sarap!" maki Eci melenggang ke kamar mandi.

"Eci jangan ditutup!" teriak Kukuh.

Brakkk!

Terlambat, Eci sudah menutup pintu dengan membanting keras sampai membuat jantung Kukuh nyaris terlonjak keluar. Kukuh merebahkan tubuhnya lagi di ranjang, laki-laki itu sudah merasa baik-baik saja, tapi dokter masih belum memperbolehkannya pulang.

Setelah mendapat restu dari ibunya, Kukuh jadi tidak sabar untuk keluar rumah sakit. Kukuh tidak sabar untuk melamar Eci dengan cara berbeda nan romantis. Kukuh ingin memberikan kesan yang nantinya tidak akan dilupakan oleh Eci sampai kapanpun itu.

Kukuh menatap infusnya yang masih menetes dengan pelan, ingin sekali dia melepas infus itu dengan paksa. Tubuhnya sudah terasa gerah karena cairan itu yang terus masuk. Mau dia cabut tapi takut dimarahi calon istrinya.

Mengingat restu ibunya yang sudah dia kantongi membuat Kukuh senyum-senyum sendiri, Kukuh tidak bisa menghentikan cengengesannya saat membayangkan hal-hal yang indah. Apa iya dia harus sakit dulu baru ibunya merestui? Tau begini Kukuh akan pura-pura sakit sejak dulu.

"Ngapain kamu senyum-senyum kayak begitu?" tanya Eci yang sudah keluar dari kamar mandi. Mendengar suara Eci membuat Kukuh tergagap, pria itu segera menetralkan ekspresinya agar tidak memalukan.

"Dih ditanya juga," ujar Eci yang mengambil duduk di kursi kecil samping ranjang Kukuh.

"Eci, tiduran di sini! Pasti kamu lelah," ucap Kukuh menepuk ranjang sampingnya.

"Gak mau," jawab Eci merebahkan kepalanya di ranjang Kukuh, perempuan itu sungguh mengantuk karena dua hari dia harus begadang menemani Kukuh. Sekarang Kukuh sudah sadar, waktunya dia mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

"Kamu capek banget, ya?" tanya Kukuh mengelus rambut Eci.

"Hem," jawab Eci pelan sembari meganggukkan kepalanya.

"Tiduran di atas sini aja. Ini ranjangnya besar, masih muat kalau untuk kita berdua," ujar Kukuh.

"Jangan, nanti sakit-sakit malah khilaf."

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now