40. Janur Kuning Melengkung

57 4 4
                                    


Hari ini suasana riuh penuh dengan orang-orang bergembira dan bersuka cita. Rumah Eci sudah didekorasi sedemikian rupa bernuansa pernikahan sederhana. Kerlap-kerlip lampu juga tampak menyinari ruangan yang tidak terlalu besar itu, suara anak-anak kecil berlarian sembari membawa janur kuning juga tampak memeriahkan suansana. Janur kuning sudah melengkung, suara sound sistem yang berbunyi lagu-lagu islami juga sudah disetel berulang-ulang. Inilah saat perjuangan telah usai. Pepatah mengatakan, sebelum janur kuning melengkung masih ada kesempatan untuk menikung. Namun, ini sudah usai. Tidak ada lagi harapan untuk Eci mempertahankan Kukuh. Cintanya, pengejarannya dan pengorbanannya untuk Kukuh ternyata cukup sekian.

Eci yang berkorban, tapi kakaknya lah yang kini akan menikah. Tentu hati perempuan mana yang tidak akan sakit saat melihat pria yang dicintainya malah menikah dengan perempuan lain, terlebih kakaknya sendiri. Seumur hidup Eci, inilah saat-saat paling menyakitkan yang pernah Eci lalui.

Sudah lama Eci tidak pulang, dan saat dia dipaksa pulang pun dia harus melihat hal yang sangat menyakitkan. Eci tengah duduk di bawah janur yang sudah dipasang di depan rumahnya, perempuan itu memakai kebaya putih dengan rambutnya yang disanggul. Air mata tidak berhenti menggenang di mata Eci. Semua tamu yang datang pun melihatnya penuh rasa iba, bahkan sebagian mereka menyumpah serapahi keluarga Eci yang menurut mereka jahat. Mereka tau kalau orangtua Eci memaksa calon suami Eci untuk menikahi Geana, kakak Eci.

"Eci!" panggil suara nyaring membuat Eci tersentak.

"Ngapain kamu duduk di situ? Masuk sini!" bentak Saras mengisyaratkan dengan tangannya memanggil Eci. Dengan langkah pelan Eci beranjak, sebenarnya terbesit rasa Eci ingin kabur. Namun, ini pernikahan kakaknya, akan dia buktikan kalau dia bukan perempuan lemah.

"Kakakmu mau ijab qobul malah kamu di sini, kamu gak ingin melihat kakakmu menikah?" tanya Saras dengan marah. Eci tidak menanggapi, perempuan itu melenggang pergi menyenggol bahu ibunya dengan kencang.

Eci memasuki rumahnya dengan langkah kakinya yang bergetar, perempuan itu duduk bersimpuh di belakang para saksi. Di depannya, seorang pria tengah memakai jas putih tengah bersanding dengan perempuan yang memakai kebaya putih senada.

Kukuh mencengkram tangannya dengan erat, tampak raut marah yang sangat jelas di wajah laki-laki itu. Hanya karena ciuman, kini dia dipaksa untuk menikahi Geana. Kalau dia tidak menurut, reputasi perusahaannya akan hancur, belum lagi ibunya juga mengancam kalau dia tidak mau menikah dengan Geana, ibunya akan mencelakai Eci. Kukuh seperti hidup di jaman kerajaan yang semua harus seperti kehendak ratu suri.

"Mas, sebentar lagi kita akan menikah," ucap Geana berbisik.

"Gundulmu copot!" maki Kukuh dengan marah.

Mata Kukuh celingukan mencari keberadaan Eci, saat Kukuh menolehkan kepalanya dia melihat Eci yang sangat cantik tengah memakai kebaya putih duduk di belakang saksi lainnya. Eci tampak menundukkan kepalanya dengan bahu yang bergetar. Kukuh ingin beranjak mendekati Eci, tapi langkahnya langsung dicegah oleh Geana.

"Jangan macam-macam, ini pernikahan kita!" bisik Geana.

"Awas saja Geana, setelah kita menikah aku akan membunuhmu saat itu juga. Dan aku bisa membatalkan pernikahan di kantor urusan agama dan menikahi Eci secepatnya," ucap Kukuh dengan tajam.

"Calon manten kenapa marah-marah? Penghulu sudah datang dan semuanya juga sudah siap. Ayo hadap depan, sebentar lagi kalian akan sah menjadi suami istri," ucap Nainawati meletakkan tudung putih di kepala Kukuh dan Geana.

"Bu, aku tidak mau menikah dengan Geana," ucap Kukuh dengan tajam.

"Semua sudah siap, undangan sudah disebar dan kamu masih mau mengelak? Mau ditaruh di mana muka ibu?" tanya Naina dengan tajam. Kukuh menggeram marah, ingin rasanya dia menyumpah serapahi ibunya sendiri.

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now