14. Kukuh Tong Kosong

76 7 16
                                    

Di sisi lain, Eci baru saja keluar dari toilet yang ada di supermarket. Perempuan itu bingung mau ke mana lagi, mengingat dia tidak punya tempat tinggal. Nasib baik selalu ada tanpa disangka-sangka. Saat keluar supermarket, Eci bertemu dengan Adi yang bersandar di mobilnya.

"Mas Adi!" panggil Eci menghampiri Adi. Adi yang memainkan hpnya lantas mendongak, pria itu menatap Eci dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Mas, kok Mas Adi ada di sini?" tanya Eci sok akrab. Padahal dalam hati Eci sangat malu karena pernah menolak pria di hadapannya. Eci meneliti penampilan Adi, kemeja hitam yang ditekuk sampai siku, jam tangan merk ternama warna hitam dan celana jeans hitam, terlihat keren dan berkharisma.

"Eh ini tadi beli minum. Kok jam segini belum pulang?" jawab Adi sembari bertanya.

"Tadi lembur, Mas. Ban motor kempes, mau nyari taxi juga gak ada jam segini. Ya sudah aku jalan dulu ya, Mas!" ujar Eci membalikkan tubuhnya.

"Dek, sini biar mas antar kamu. Malam-malam gak baik cewek pulang sendiri," ucap Adi memegang tangan Eci.

"Gak ngerepotin, Mas?" tanya Eci.

"Enggak ngerepotin sama sekali, ayo!" Adi membukakan pintu depan untuk Eci, bahkan pria itu meletakkan telapak tangannya di atas kepala Eci agar kepala gadis itu tidak terbentur kap atas. Eci yang mendapat perlakuan demikian dari Adi lantas tersenyum kecil.

"Duh bahagia bener kalau dapat cowok modelan Mas Adi. Ganteng, mapan, manis, dan mulutnya gak suka bicara pedas," ucap Eci dalam hati. Adi juga murah senyum tidak seperti Kukuh yang tampangnya cemberut dan galak. Dalam otaknya, Eci membandingkan kakak beradik itu.

"Mungkin pas nyetak Kukuh, masih dalam masa percobaan, makanya jadinya seperti itu. Kalau pas nyetak Adi, emak bapaknya sudah berpengalaman." Eci terkikik kecil karena pemikiran konyolnya.

"Apa ada yang lucu?" tanya Adi melirik Eci. Eci buru-buru menetralkan ekspresinya. Permpuan itu duduk dengan tegap dan berdehem sebentar.

"Sabuk pengamannya jangan lupa!" bisik Adi. Eci mengangguk dan menarik sabuk pengamannya. Namun saat Eci menariknya juga tidak kunjung bisa.

"Biar aku saja," ucap Adi mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Eci. Eci dapat mencium wangi Adi yang lebih kalem. Tanpa sadar Eci memejamkan matanya, perempuan itu menikmati harum Adi.

Adi yang menyadari tingkah Eci, lantas tersenyum kecil. Pria itu menoel hidung Eci sampai perempuan itu tergagap.

Klik!

Suara sabuk pengaman yang dipasang membuat Eci menganggukkan kepalanya terimakasih pada Adi. Adi mengangguk dan segera menjalankan mobilnya. Eci menepuk pipinya yang memanas. Karena tidak suka dengan perjodohan kemarin, Eci langsung berulah tanpa melihat siapa cowok yang akan dijodohkan padanya. Mulanya Eci memang ilfil dengan Adi, tapi saat lebih kenal dekat begini malah Eci terpesona dengan pria itu.

"Kalau tidak bisa dapat kakaknya, adiknya pun jadi," ucap Eci tanpa sadar.

"Kamu ngomong apa?" tanya Adi.

"Eh enggak. Aku diam aja kok!" elak Eci

"Ini diantar ke mana?" tanya Adi. Eci menautkan jemarinya, pandangannya tidak tentu arah, karena dia sendiri tidak tau mau ke mana.

"Mas Adi, minta tolong antar aku ke rumah Elleana ya. Aku nitip koper di sana, karena lembur aku belum sempat mencari kontrakan," ucap Eci meringis. Eci takut Adi menilainya bukan cewek baik-baik karena nginep di tempat Kukuh dan Elleana.

"Elleana?" tanya Adi memastikan.

"Aku dan Elleana, adik Mas Adi sudah bersahabat lama banget. Pas aku diusir orangtuaku aku nitip koper ke Elleana."

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now