32. Pegang-pegangan

78 2 0
                                    

"Pak, ada apa? Kenapa ibu kamu sampai berteriak?" tanya Eci yang juga ikut kaget. Kukuh menggelengkan kepalanya tanda dia juga tidak mengerti.

"Suara siapa itu, Kukuh?" tanya Naina di seberang sana. Kukuh dan Eci sontak membulatkan matanya, mereka lupa kalau sambungan telfon masih belum terputus.

"Kukuh, suara siapa?" tanya Naina lagi.

"Suara pacarku, Bu," jawab Kukuh.

"Kok kamu jujur sih," kesal Eci dengan lirih. Kukuh mengisyaratkan Eci untuk diam.

"Ibu gak peduli siapa pun itu pacar kamu. Pokoknya kamu harus putusin dia!" ucap Naina yang membuat keduanya kompak memelototkan matanya lagi. Kukuh buru-buru mematikan speakernya agar Eci tidak mendengar.

"Pak, bapak mau mutusin saya?" tanya Eci memicingkan matanya. Kukuh mematikan sambungan telfonnya, ucapan ibunya tidak dia anggap penting karena saaat ini yang terpenting adalah Eci si masa depannya. Ibunya memang penting, tapi saat ini hubungannya dengan Eci lebih penting.

Sedangkan Naina si gila hormat merasa amarahnya berada di ujung tanduk saat Kukuh mematikan sambungan telfonnya sepihak. Napas Naina memburu, dia tidak suka atas kekurangajaran anaknya. Naina merasa dia tidak dihargai sebagai orangtua.

"Dasar jadi anak tidak ada sopan santunnya. Sudah pasti ceweknya juga bukan cewek yang benar, Pasti dia yang ngajarin anak lanangku bersikap kayak gini," omel Naina mendudukkan tubuhnya di kursi.

Elleana dan Adi yang kebetulan pulang, hanya menatap ibunya tanpa mau ikut komentar. Takut kalau mereka salah komentar, malah membuat ibunya makin murka.

"Adi!" panggil Naina berteriak. Adi yang di sampingnya pun lantas menjawab iya.

"Kamu tau siapa pacar kakakmu itu?" tanya Naina.

"Maaf, Bu. Adi gak tau," jawab Adi berbohong. Adi tidak mau ikut campur urusan Kukuh, kalau dia salah menjawab pun pasti akan memperkeruh hubungan Kukuh dan Eci.

Kalau ditanya iklaskah dia melihat Kukuh menjalin hubungan dengan Eci? Maka jawabannya tidak. Namun, Adi tidak mau kalau hanya karena perempuan hubungannya dengan sang kakak tidak baik-baik saja. Selagi dia bisa mengalah, Adi akan mengalah. Toh kalau Eci jodohnya, Eci akan kembali padanya entah lewat jalan yang mana.

"Kamu ini gimanaa? Kamu sering berhubungan dengan kakakmu, tapi kamu gak tau apa-apa," omel Naina lagi.

"Bu, ibu jangan kolot deh! Mas Kukuh selama ini gak pernah menjalin hubungan dengan siapapun, kalau mas Kukuh akhirnya pacaran berarti Mas Kukuh tengah serius dengan gadis itu. Dan sudah dipastikan gadis itu baik," jelas Elleana yang ikut menimpali membela Eci.

"Belum tentu baik, Elle. Bisa jadi masmu salah pilih. Pokoknya masmu harus putusin gadis itu dan nurut dengan pilihan ibu!" tegas Naina.

"Bu, Elle juga perempuan. Suatu saat Elle akan menjalin hubungan dengan cowok. Bagaimana perasaan Elle kalau ternyata Elle dipaksa putus lantaran Elle dicap jelekk tanpa sebab?" ucap Elle.

"Siapa yang berani mengatai kamu jelekk? Kamu anak ibu, didikan ibu sudah pasti bagus," serobot Naina,

"Belum tentu, Bu. Ibu jangan keras hati! Kalau Ibu tidak setuju dengan pacar Mas Kukuh, sudah pasti Mas Kukuh akan jadi perjaka tua karena gak mau nikah dengan gadis manapun selain pacarnya. Asal ibu tau, Mas Kukuh itu bucin banget sama pacarnya." Elleana mengoceh panjang lebar. Gadis itu ingin ibunya membuka mata lebar-lebar. Dunia itu besar, dan tempat wanita bukan hanya di dapur, masak, macak dan manak [Masak, berdandan, melahirkan] Melainkan bisa kemana saja asal masih ingat suami dan keluarga.

"Kamu tau siapa pacar masmu?" tanya Naina.

"Tau betul, tapi bukan hak Elle buat memberitahu ibu. Biarkan Mas Kukuh sendiri yang memberitahu ibu. Dan Elle hanya pesan satu buat ibu, perlakukan calon menantu ibu seperti ibu ingin Elle diperlakukan baik oleh calon mertua Elle nantinya!" ucap Elle bangun dari duduknya. Gadis itu memilih untuk pergi ke kamarnya daripada berdebat dengan ibunya yang tidak akan ada habisnya.

Pelan-pelan, Mas!Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt