25. Ciuman Kening

76 6 1
                                    

Pagi ini Eci sangat riweh dengan barang bawaannya yang sangat banyak. Fathur menyuruhnya untuk membawa semua set make up yang dia punya. Biasanya dia akan membawa satu tas make up yang lumayan besar, kini harus membawa dua tas sekaligus. Fathur juga meminta dibawakan rambut palsu untuk cewek, untung kemarin beli online langsung ada.

Eci bangun kesiangan membuatnya harus bersiap dengan tergesa-gesa. Sepatu yang harusnya bisa segera masuk ke kakinya, harus belok kanan kiri dulu saking tergesanya Eci. Saat keluar rumah, mata Eci membulat sempurna saat melihat Kukuh tengah berdiri bersandar di mobilnya, tangan laki-laki itu membawa bunga berwarna hijau kekuningan, bunga yang biasa disebar saat pemberangkatan jenazah.

"Selamat pagi Ecinya mas Kukuh, bagaimana tidurnya semalam?" tanya Kukuh seraya menyodorkan bunganya.

"Laki-laki bangsaat, bajiingan, gak tau diri, kamu pikir aku mau matii sampai kamu bawakan bunga kematian kayak gitu?" jerit Eci sekencang-kencangnya. Eci dengan ganas memukulkan tas besarnya ke tubuh Kukuh. Kukuh menghindar, pria itu mengelak pukulan Eci yang menurutnya tanpa sebab.

"Bapak mau saya matii, hah?" pekik Eci lagi. Saking kencangnya Eci memekik, urat leher gadis itu sampai kelihatan. Eci sungguh di luar batas pengendalian emosi. Melihat Kukuh sudah membuatnya eneg, apalagi saat tau laki-laki itu membawa bunga yang biasa untuk pemberangkatan jenazah yang entah bunga apa namanya.

"Maksud kamu apa sih, Eci? Saya ke sini baik-baik, bawain kamu bunga malah kamu marah," ucap Kukuh pada akhirnya.

"Siapa yang menyarankan bapak bawa bunga?" tanya Eci tajam. Kukuh menggelengkan kepalanya, pria itu enggan mengaku.

"Siapa?" bentak Eci dengan kencang sampai membuat Kukuh mengkeret.

"Eh itu, Kalvin!" jawab Kukuh. Memang semalam Kukuh menelfon Kalvin dan menanyakan Eci cocoknya diberi bunga apa. Dan Kalvin pun mengirim gambar bunga seperti yang dia bawa saat ini.
Eci menyambar bunga yang dibawa Kukuh dan membantingnya ke bawah. Eci menginjak bunga itu dengan sepatunya sampai hancur.

"Ingatkan saya untuk memotong habis leher Pak Kalvin !" tandas Eci memasuki mobil dan membanting pintu dengan kencang. Eci melempar tas make upnya ke balakang. Hari sial kali ini, sudah bangun kesiangan, dibawakan bunga kematian pula. Kalvin sungguh laki-laki tidak berahlak.

Kukuh menyusul Eci, pria itu memasuki bangku kemudi dan menjalankan mobilnya dengan cepat. Deru napas Eci yang memburu terdengar jelas di pendengaran Kukuh. Kukuh melihat pacarnya itu tengah diliputi emosi yang menggebu. Riasan wajahnya yang mulanya ceria dan cantik, kini seolah berubah menjadi emotikon warna merah yang menyeramkan.

"Ini naik mobil atau naik siput sih? Lelet amat!" omel Eci dengan kesal saat Kukuh melambatkan laju mobilnya karena ingin berduaan dengan Eci, tapi rupanya Eci tidak mau naik mobil dengan lambat.

"Bisa cepet gak sih? Atau saya saja yang nyetir. Saya hampir terlambat ini!" seru Eci frustasi.

"Iya iya ini dikencengin. Gak usah ngamuk segala kali!" jawab Kukuh melajukan mobilnya sedikit kencang.

"Lagian bapak itu boodoh banget. Bapak itu CEO, tapi ditipu bawahan nurut aja. Kalau bapak masih nanya Kalvin bagaimana sikap romantis pada cewek, yang ada bapak malah sesat!" omel Eci.

Kukuh menggaruk kepalanya dengan tangan kirinya. Dia memang sangat awam soal cewek, bunga, boneka dan coklat, makanya dia mencari cara dengan berkonsultasi dengan Kalvin. Tidak taunya Kalvin malah menyesaatkan seperti ini. Kukuh memukul setirnya dengan kencang, kalau begini gak jadi romantis malah dramatis. Sungguh Kukuh merasa nelangsa pagi-pagi mendapat pukulan dari Eci.

"Maaf, lain kali aku akan cari cara sendiri," ucap Kukuh melirik Eci.

"Sudahlah, punya pacar gak jiwa romantis ya gini. Gak usah dipaksakan!" jawab Eci.

"Ya tapi kan aku pengen romantis," jawab Kukuh. Telinga Eci tiba-tiba gatal, panggilan yang biasanya kamu dan saya, kini menjadi kamu dan aku. Eci merinding geli, apa dia harus memanggil Kukuh dengan sebutan lain? Kalau tetap dengan sebutan bapak, kesannya dia pacaran sama bapak-bapak.

"Sudahlah terserah," jawab Eci akhirnya.

Setelah perjalanan tak lebih dari sepuluh menit, mereka sampai di gedung pencakar langit milik Fathur. Eci ingin beranjak turun, tapi lengannya dicegah oleh Kukuh.

"Apalagi?" tanya Eci menahan emosinya yang akan meledak lagi. Keriwehan hari ini membuatnya mudah emosi.

"Gak ada tanda ucapan terimakasih?" tanya Kukuh menaikkan sebelah alisnya.

"Aku harus ngapain?" tanya Eci. Lebih baik menuruti Kukuh daripada dia makin terlambat masuk ke kantor.

Kukuh memiringkan wajahnya, dia menunjuk pipi kanannya sendiri dengan jari telunjuknya. Eci meremas tangannya dengan kuat, ingin hati dia menonjok Kukuh sampai babak belur. Namun wajah Kukuh yang pagi ini kelihatan tampan membuat Eci tidak tega.

Kukuh masih menunjuk-nunjuk pipi kanannya di hadapan Eci, berharap Eci mau menciumnya.

Cup!
Eci mencium kilat pipi kanan Kukuh, dapat Eci lihat kalau Kukuh tengah mengusung senyum yang begitu menawan. Kukuh menengokkan kepalanya ke kanan, gantian dia menujuk pipi kirinya.

"Cium ini juga, baru aku akan melepasmu," ucap Kukuh.
Cup!

Eci mencium lagi pipi Kukuh. Kukuh mengacak rambut Eci yang sudah berantakan sebelum melepas cekalan tangan Eci. Tanpa Kukuh sangka-sangka, tiba-tiba Eci menangkup kepala Kukuh dengan kedua telapak tangannya. Eci mendekatkan wajahnya ke wajah Kukuh sampai deru napas keduanya beradu satu. Eci mencium kening Kukuh dengan intens, hal yang sudah sejak lama Eci inginkan.

Kukuh menahan kedutan bibirnya dengan susah payah, ciuman Eci sungguh memabukkan. Kukuh sangat menikmati ciuman bibir Eci yang ada di keningnya. Meski sedikit tertutup poni rambutnya, setidaknya masih terasa bibir Eci.

"Dah aku mah berangkat kerja!" ucap Eci melepas kepala Kukuh.

"Tunggu!" cegah Kukuh.

"Kenapa lagi? Aku sudah terlambat ini."

"Aku bukain pintu," ucap Kukuh keluar lebih dahulu dari mobil. Kukuh memutari mobilnya dan membukakan pintu untuk Eci. Kukuh juga membantu Eci mengambil dua tas besar Eci yang ada di jog belakang.

"Kerjanya gak usah terlalu semangat, biar kamu cepat dipecat sama Fathur!" ucap Kukuh mengambil sisir kecil di saku kemejanya dan menyisirkan ke rambut Eci yang acak-acakan. Kukuh memang selalu narsis, pria itu selalu membawa sisir kemanapun untuk jaga-jaga kalau rambutnya berantakan. Padahal dengan rambutnya yang berantakan akan menambah kesan hot pada Kukuh.

"Kok doanya jelek banget," dumel Eci membantu merapikan rambutnya sendiri.

"Lagian kamu itu pacarku, malah kerja di perusahaan orang lain. Kamu gak kerja juga bakal aku sawer rupiah, kalau kurang nanti aku sawer dollar," ujar Kukuh dengan sombong.

"Gak usah sok-sokkan jadi orang. Awas kalau sudah nikah, aku minta uang buat beli cabe, kamu pakai bilang belum ada duit," omel Eci.

"Kamu tenang aja, aku pastikan dapur kita tetap ngebul," jawab Kukuh tergelak.

"Waah rambutnya berantakan dari dalam mobil, tuh karyawan baru habis ngapain yak sama cowok pula," suara desas-desus terdengar saat beberapa orang perempuan melewati Eci dan Kukuh. Perempuan-perempuan itu menatap Eci dan Kukuh bergantian sambil terus berjalan. Eci yang merasa jadi bahan gosipan, sedikit menjauhkan tubuhnya dari tubuh Kukuh.

Fathur yang juga melihat Eci dan Kukuh lantas mendekati dua orang itu. Fathur berdehem dengan suara yang sengaja dikeraskan.

"Eh Pak Fathur," sapa Kukuh dengan wajah yang sok diramah-ramahin.

"Berangkat bareng?" tanya Fathur menatap menilai ke arah Eci. Eci menetralkan ekspresinya sebaik mungkin, takut dia disangka yang iya-iya sama Fathur.

"Iya ini berangkat bareng. Ada sedikit kesibukan di mobil, makanya rambut Eci berantakan. Ijin benahi rambut Eci dulu ya, Pak," ujar Kukuh seraya masih membenahi rambut Eci. Fathur mengangguk ngeri. Otaknya langsung jalan-jalan memikirkan sesuatu tentang keganasan Kukuh di mobil bersama Eci.

Pelan-pelan, Mas!Where stories live. Discover now