21. Peka Dengan Perasaan

65 5 17
                                    


"Saras, kamu memang sudah keterlaluan. Kamu membela satu anakmu tapi mengorbankan anakmu yang lain," ucap Susena kepada sang istri.

"Mengorbankan apa? Eci sendiri yang sukanya bikin malu keluarga. Dia jalan sama pria yang kelihatan tua, wajar kalau sebagai ibu aku marah," jawab Saraswati nyolot.

Susena dan Saras tengah duduk di teras rumahnya sembari melihat Geana yang menyiram tanaman. Mereka sama-sama diam, di pikiran Saras masih teringat jelas pertemuannya kemarin dengan Eci. Saras melihat Eci sangat pucat, Saras tau kalau setiap bulan anaknya akan rutin memilik wajah pucat yaitu saat datang bulan. Namun ada yang membuat sisi keras kepala Saras tersentil, dia melihat Eci sama sekali tidak membutuhkannya.

Sudah beberapa hari sejak Eci pergi, Eci sama sekali tidak menengok rumah. Jangankan menengok rumah, mengabari lewat telfon saja tidak pernah. Bohong kalau Saras tidak merindukan anaknya yang pecicilan itu. Namun anaknya sudah keterlaluan merengganggkan hubungannya dengan sahabatnya, Nainawati. Saras berpikir keras soal laki-laki yang bersama Eci. Naina pernah cerita kalau punya anak laki-laki lain yang tidak tinggal satu rumah. Dan betapa tidak pedulinya Saras soal di mana anaknya kerja dan bosnya siapa.

"Mas, aku kangen Eci," ujar Saras tiba-tiba dengan suaminya.

"Maksudnya kangen uangnya Eci," jawab Susena.

"Bukan begitu!" sangkal Saras.

Saras merasa tertampar dengan ucapan suaminya. Ada benarnya kalau dia juga kangen uangnya Eci. Biasanya bayar listrik, air dan lain-lain Eci lah yang membayar. Kini tidak ada lagi pemasukan yang berarti tapi pengeluaran begitu deras. Sedangkan Geana juga tidak bekerja.

"Aku mau menjodohkan Geana dengan anak pertama Naina," ucap Saras.

"Kamu jangan gila!" pekik Susena.

"Kenapa gila? Adi dan Eci batal, jadi sah saja kalau Geana dan anak Naina yang lain. Tetap sah-sah saja."

"Tinggal anaknya Naina mau atau enggak. Kamu lihat sendiri kalau anakmu dan anak Naina itu berpelukan mesra, bisa jadi dia juga menyukai Eci sama seperti Adi yang menyukai Eci. Jaman sekarang laki-laki itu suka cewek yang aktif, cekatan, yang punya pekerjaan sendiri, bukan pengangguran yang bisanya hanya minta. Kamu salah mendidik anak, Saras. Jadinya malas seperti Geana. Kamu pernah sadar gak sih setiap kamu menawarkan Geana untuk kamu jodohkan, selalu cowoknya berujung suka sama Eci," omel Susena yang membuat Saras bungkam. Apa yang diucapkan suaminya sangat benar adanya. Setiap cowok yang akan dijodohkan dengan Geana lalu melihat Eci, akan berujung mintanya pada Eci.

Di sisi lain, Eci baru saja pulang kerja. Gadis itu nongkrong di cafe yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Eci tengah menunggu Elleana yang mengajaknya bertemu. Tanpa Eci sadari kalau sejak Eci keluar kantor jam empat sore, ada yang membuntutinya dengan serius sampai di cafe ini.

Seorang pria memakai baju hitam, topi hitam dan kacamata hitam menatap Eci yang duduk di sudut ruangan. Pria yang kebanyakan halu itu sungguh kurang kerjaan hingga membuntuti mantan pekerjanya. Kukuh sama sekali tidak tenang bila belum melihat Eci barang sehari pun. Apa kabar Eci, bagaimana keadaannya, sedang apa dia, pertanyaan itu terus menghantui Kukuh.

"Hai Eci!" pekik Elleana dari kejauhan. Eci bangkit berdiri dan memeluk Elleana erat.

"Dih, alay!" Kukuh berdecih pelan. Kukuh merasa seharunya dia lah yang berada di pelukan Eci, bukan yang lain.

"Eci, kamu apa kabar?" tanya Elleana.

"Kita baru bertemu kemarin, Sayang. Nih minum sudah aku pesankan jus kesukaanmu," ucap Eci.

Elleana mengangguk dan langsung menyeruput jusnya. Tidak sengaja mata Elleana menangkap sesosok mahluk yang dia kenali duduk tak jauh dari mejanya dan Eci. Elleana tidak habis pikir kenapa dia punya kakak yang sangat ciut nyali. Mendekati satu singa betina saja harus sembunyi-sembunyi.

"Eci, gimana hari pertama kamu kerja?" tanya Elle.

"Menyenangkan. Semuanya menyenangkan," jawab Eci.

Elle memainkan sedotan yang ada di gelas jusnya. Yang Elleana lihat, Eci tampaknya sangat nyaman bekerja dengan Fathur, tidak ada lagi harapan Kukuh untuk menyeliding Eci. Elle merutuki nasib kakaknya, akibat gengsi membuat semuanya memburuk.

"Eci, kamu gak ada niatan balik ke perusahaan kakakku?" tanya Elle pelan.

"Yang benar saja, Elle. Kalau aku kembali ke perusahaan Kukuh, aku adalah orang paling bodoh sedunia!" jawab Eci dengan menggebu-gebu.

"Jangan gitu dong, Eci. Please demi aku! Kembali ya, aku janji akan mengendalikan mas Kukuh biar dia gak semena-mena," ucap Elle memohon. Dia bertekad untuk membantu kakaknya agar Eci mau kembali bersama kakaknya.

"Kamu dukung aku atau Kukuh, sih?" tanya Eci mendelik.

"Eci, aku mendukungmu. Makanya aku menyarankan kamu untuk kembali pada Mas Kukuh. Karirmu sudah tinggi di perusahaan lama, kenapa malah milih di perusahaan baru?"

"Elle, aku tau kamu mendukung Masmu itu. Untuk kali ini, maaf aku gak mau nuruti saran kamu," ujar Eci tegas sembari memalingkan wajahnya. Elleana mencengkram erat tangannya, dia melupakan fakta bahwa Eci memang berego tinggi.

"Eci, setidaknya kalau bukan demi kamu sendiri, tapi demi teman-temanmu. Kasihan teman-temanmu dan seisi kantor kena semprot mas Kukuh setiap saat. Hanya kamu yang bisa menjinakkan mas Kukuh."

"Terus aku harus terus-terusan berkorban demi orang lain?" tanya Eci sinis.

"Peduli sama teman itu boleh, tapi kalau menjadi tumbal maaf aku gak bisa!" ucap Eci lagi dengan tegas. Eci beranjak berdiri, ia membalikkan tubuhnya yang langsung menabrak seuatu yang keras. Sebelum Eci terhuyung ke belakang, pinggangnya sudah dipegang erat oleh seorang Pria.

Eci menatap nyalang ke arah Kukuh, gadis itu melepas paksa tangan Kukuh dari pinggangnya. Kukuh tidak menyerah, pria itu terus memegang erat pinggang Eci. Kukuh geram dengan Eci yang memiliki ego tinggi, tadi pria itu mendengar dengan jelas apa yang diperbincangkan adiknya dan Eci. Sungguh hati Kukuh bagai tersentil saat Eci kekeuh tidak mau kembali padanya.

"Bapak ngikutin saya?" tanya Eci.

"Jangan percaya diri kamu. Saya mau menjemput adik saya," jawab Kukuh.

"Lalu kenapa pinggang saya tetap dipeluk gini?" tanya Eci menantang.

"Ikut saya!" ajak Kukuh menarik paksa tangan Eci. Eci memberontak, dia tidak mau ikut dedengkot mesuum macam Kukuh,

"Pak lepasin, saya mau dibawa ke mana?" pekik Eci. Kukuh melepas topinya dan memakaikannya menutup wajah Eci. Sedangkan tangan Eci dicekal dua-duanya erat oleh Kukuh.

"Mari kita selesaikan urusan kita sampai aku yang jadi pemenang!" ucap Kukuh memasukkan Eci dengan paksa ke mobil.

Kukuh memakaikan sabuk pengaman dengan paksa pada Eci dan mengunci pintu mobil dengan cepat agar Eci tidak kabur.

"Kamu diam, jangan banyak omomg! Masalah kita harus cepat diselesaikan!" ucap Kukuh memperingati.

Kukuh menjalankan mobilnya dengan kencang. Eci melepas sepatunya dan memukulkannya tepat di kepala Kukuh.

"Kukuh bodoh! Kamu kira kamu siapa bisa nyulik saya seenaknya?" teriak Eci kencang.

Buagh!

Buagh!

Buagh!

Eci memukul-mukulkan sepatunya ke kepala Kukuh dengan brutal. Kukuh menghentikan mobilnya dengan mendadak karena kesakitan.

"Eci berhenti bersikap bar-bar begini!" bentak Kukuh mencengkram tangan Eci dengan kuat sampai sepatu yang dipegang Eci jatuh.

"Kalau bapak gak kurangajar, saya juga gak akan bersikap begini. Saya begini karena sikap bapak yang semena-mena!" bentak Eci dengan kencang.

"Saya gak akan semena-mena kalau kamu peka dengan perasaan saya!" teriak Kukuh tepat di wajah Eci dengan kencang.

Pelan-pelan, Mas!Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora