17

1.5K 448 53
                                    

Dua hari sudah berlalu. Yedam sudah bangun dari masa komanya, sedangkan Haruto masih bermalam dibalik jeruji besi karena laki-laki itu terus menyanggah pertanyaan dan pernyataan polisi tentang kematian Jeongwoo.

Kini ruangan gelap dan kecil berukuran 4×4 meter menjadi ruangan interogasi di hari kedua antara Haruto dan seorang penyidik yang kemarin ikut andil dalam penyelidikan kasus pembunuhan Jeongwoo.

"Teman-temanmu bilang kalau kamu yang membunuh Jeongwoo." Pernyataan kemarin kembali diulang oleh pria bertubuh tegap di hadapan Haruto.

Haruto bungkam. Sudah berapa kali ia harus bilang bahwa ia tak membunuh Jeongwoo?

"Bukti tulisan tangan dari Park Jeongwoo tertera jelas inisial kamu, Haruto." Pria itu menyatukan kesepuluh jari jemarinya di atas meja cokelat panjang.

Haruto menghembuskan napasnya dengan berat. "Demi Tuhan, bukan saya, Pak. Kalau saya udah bawa-bawa nama Tuhan artinya saya beneran gak ngelakuin itu."

Pria itu berdeham sebentar saat melihat raut wajah Haruto yang terkesan benar-benar menolak pernyataan itu.

"Emang beneran kalau tulisan itu inisial nama saya? Pasti ada yang manipulasi huruf-huruf itu. Orang yang bunuh Jeongwoo gak mungkin ngebeberin tulisan itu dengan seenaknya. Bapak gak tau atau emang pura-pura gak tau?" Kedua bola mata Haruto menatap lekat wajah pria yang duduk di hadapannya.

Untuk mengurangi rasa ketegangan yang terjadi di ruangan itu, polisi menyeruput kopi susu yang ditaruh di sebuah cangkir.

"Saya tau," jawab pria itu.

Haruto mendecih. "Berarti pura-pura gak tau dong?"

Pria yang memiliki jabatan sebagai penyidik itu menautkan kedua alisnya. Tak terima jika dipanggil pura-pura. Enak saja, selama ini ia harus menempuh pendidikan dan pengalaman yang panjang untuk mendapatkan jabatannya saat ini.

"Jaga ucapanmu, Haruto."

Haruto mencengkram erat kaos putih yang dipakainya. Lelah sekali diawasi selama 24 jam dan juga harus diinterogasi selama hampir 3 hari lamanya.

Tentang ucapannya kemarin bersama Hyunsuk bahwa ia rela bertahun-tahun di penjara, kini Haruto menarik kembali ucapan-ucapannya. Kalau ia masuk penjara bagaimana nasib teman-temannya yang lain? Masa iya Haruto hanya diam mendekam di dalam penjara tanpa melakukan apapun. Apalagi usianya masih muda, masa depan Haruto masih panjang.

"Pak, saya mau berbagi info tentang siswa kelas 10 yang hilang bulan lalu," Haruto berbisik.

Pria di hadapan Haruto menatap remaja laki-laki itu dengan tatapan nyalang. "Jangan mengalihkan topik!" tegasnya.

Haruto terlonjak kaget saat intonasi suara pria di hadapannya meninggi.

"Eh? Saya gak berniat buat ngalihin topik. Niat saya baik karena mau bagi-bagi info ke Bapak." Haruto tertawa kecil.

Lagi-lagi pria itu menatap Haruto galak, seolah-olah meminta Haruto agar tak mengulur-ulur waktu.

"Saya terlibat dalam malam itu. Bisa dibilang saya saksi sekaligus pelaku dugaan. Kita bisa saling bantu, Bapak bantu saya bebas dari penjara, saya bantu Bapak biar naik pangkat dengan cara nyelesain kasus yang selama ini ditutup sama negara," jelas Haruto dengan salah satu sudut bibir yang terangkat.

"Orangtuanya udah nuntut mulu loh. Mau sampai kapan bakal ditutupin begini? Hati-hati aja, Pak, arwah itu masih gentayangan."

Pria itu menatap lurus ke arah bola mata Haruto. "Yang ada kamu yang hati-hati. Dasar bocah aneh! Bilangnya gak ngelakuin apa-apa, tapi gelagatnya kayak orang yang nyembunyiin banyak hal. Jujur aja kalau kamu yang ngebunuh Jeongwoo, gak usah berbelit-belit!"

























































[1] Mistakes || TREASURE✔Where stories live. Discover now