jam berapa kamu baca part ini?
minta vote sama komennya ya ✨ mohon tandai typo juga
✖
Di dalam jet pribadi yang sudah mengudara, keduanya sama-sama diam. Hening. Ace menatap lurus ke depan tanpa eskpresi, sedangkan Cassandra sesekali melirik ke arah pria itu, lalu kembali memandang awan dari balik jendela kecil di sampingnya. Perempuan itu belum mengetahui masalah apa yang tengah dihadapi Ace karena pria itu belum memberi tahu dirinya.
Cassandra menoleh lagi pada Ace yang duduk di sampingnya. Tegang amat, Bang, kayak habis ketemu kuyang, batinnya mengamati wajah serius Ace dari samping. Pasti masalah mafia, ya? Dahlah, mending pensiun aja terus buka usaha kecil-kecilan yang halal, biar hidup kita barokah.
Nyatanya kalimat itu hanya berani Cassandra ucapkan dalam hati. Mafia dan Ace adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Cassandra tahu betul itu. Pria itu rela melakukan apa saja demi menyelamatkan klan mafianya, termasuk, membunuh ayahnya sendiri. Kata 'durhaka' mungkin pantas disematkan kepada Ace, tapi, mengingat banyak kejahatan yang telah dilakukan oleh Alessandro---ayahnya---maka Alessandro pantas untuk mendapatkan hukumannya.
Sempat ragu sejenak, akhirnya Cassandra membuka mulut hendak bersuara, "Kalau aku memintamu untuk keluar dari mafia …." Cassandra menggantung kalimatnya saat Ace menoleh kepadanya dengan raut wajah dingin.
"Tidak jadi," pungkasnya tersenyum kikuk. Memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya.
"Katakan saja," suruh Ace.
"Lupakan."
"Katakan," tekan Ace.
"Bukan hal yang penting, jadi lupakan saja," kilah Cassandra memalingkan wajahnya ke arah jendela.
Satu tangan Ace terulur untuk meraih dagu Cassandra, lalu mengarahkan wajah perempuan itu untuk kembali menghadapnya.
Cassandra salah tingkah karena Ace hanya menatapnya. Tatapannya dalam, juga tajam. Apakah Ace kesal kepadanya?
Beberapa saat kemudian, Ace baru membuka suara, "Bagiku, kau adalah sesuatu yang sangat berharga, Cassie. Sangat sangat berharga. Begitupun juga dengan klan mafia. Aku rela mempertaruhkan nyawaku demi melindungi dirimu ataupun melindungi klanku." Ibu jari Ace mengusap-usap lembut pipi Cassandra. Tatapannya meneduh.
"Jika kau menyuruhku untuk memilih antara dirimu atau klan mafiaku, sama saja seperti kau menyuruhku untuk memilih antara hatiku atau jantungku. Kau adalah hatiku, sedangkan klan mafia adalah jantungku. Aku tidak bisa memilih salah satu, karena keduanya sama-sama berharga. Kau paham sekarang?"
Mengangguk, Cassandra membalas, "Paham. Aku tadi hanya iseng bertanya." Cassandra tersenyum tipis.
"Mafia itu … tidak seburuk apa yang kau kira," kata Ace.
Kening Cassandra mengernyit. Mafia ada sisi positifnya? Pekerjaan mafia ada yang halal? Benarkah?
"Apa sisi positifnya?" tanya Cassandra, penasaran.
"Membuat Italia aman dari serangan teroris, menyelesaikan perselisihan, menjaga kota kelahiran agar tetap damai dan aman, memberikan bantuan kepada masyarakat miskin ketika terjadi bencana atau wabah penyakit," jelas Ace menyebutkan beberapa kebaikan yang telah dilakukan oleh klan mafia miliknya selama ini.
"Wow, impressive," sahut Cassandra takjub setelah mengetahui fakta baru tersebut.
"Juga membantu nenek-nenek yang tidak bisa menyeberang jalan---"
"Wait, apa? Hahaha," potong Cassandra tertawa geli. "Membantu nenek-nenek menyeberang jalan? Yang benar saja!"
Ace ikut terkekeh geli. "Serius, Cassie. Banyak anggotaku yang berpangkat rendah---yang kerjaannya selalu terjun ke lapangan---saat di jalan mereka membantu nenek-nenek untuk menyeberang."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐘𝐂𝐇𝐎𝐁𝐎𝐒𝐒 : 𝐈𝐭𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐟𝐢𝐚 [TERBIT]
Romance♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, psychopathic, dan dikenal sebagai iblis. "Keep on dreaming, you fucking jerk!" Cassandra Dewi, mahasis...