2. Kita bertemu lagi.

3.4K 228 8
                                    

Happy reading.

o0o

Ana merapikan anak rambutnya yang berjatuhan karena menunduk untuk memilih merek cemilan. Jarak dari rumahnya ke supermarket tidak lah jauh. Itu mengapa Ana hanya mengenakan kaos oblong kebesaran dan juga hot pans pendek. Untunglah malam ini mendung dan tidak banyak orang berkeliaran.

Setelah membayar Ana langsung meninggalkan supermarket. Tujuannya kini adalah pulang ke rumah. Namun, kantong plastik yang ia tenteng ternyata sobek dan semua belanjaannya berjatuhan.

Sontak Ana panik dan berusaha untuk mengambil satu persatu belanjaannya. Ana mengumpat dalam diam kala angin menerpa begitu kencang. Awan hitam sudah begitu pekat, tinggal menunggu kapan kristal di langit cair dan turun hujan.

"Ya Tuhan, bagaimana ini." Ana menggigit bibir bawahnya karena merasa usahanya sia-sia. Tidak mungkin ia kembali ke supermarket sedangkan dia sudah berjalan lumayan jauh.

Terdengar suara motor berhenti di depannya. Ana mengira itu hanya orang yang ingin memarkir motor di depan rumah. Ternyata, sebuah plastik hitam kini berada di hadapannya.

Ana mengambil plastik itu dan tersenyum. Syukurlah karena sekarang masalahnya sudah selesai. Dia berdiri setelah memasukkan belanjaannya ke dalam plastik hitam yang di berikan oleh orang tersebut.

"Terima--" Ana tidak melanjutkan ucapannya. Senyumnya perlahan memudar terganti dengan raut ketakutan. Kini keringat dingin mulai menetes di dahinya. Tangan Ana bergetar hebat sekarang.

Laki-laki di depannya menyeringai. Menatap Ana dari atas sampai bawah. Ah dia rindu gadisnya.

"K-kau?" Ana mulai gugup dan merasa ini bukan lah saat yang tepat untuk melamun. Ia harus segera pergi jika tidak mau berurusan dengan laki-laki di hadapannya.

"Sudah selesai bermain tangkap sembunyi nya Ana?" Suara laki-laki itu sangat mengerikan bagi Ana.

Ana dengan cepat menggeleng. Ia baru saja akan beranjak dari sana. Tapi sialnya tangan Ana di cengkram kuat oleh laki-laki tadi. Ana berusaha melepaskan cengkraman itu, namun sayangnya tenaga Ana tidak lah sekuat laki-laki ini.

"Kau tahu? Sejak disekolah tadi aku sangat ingin memelukmu. Kau pasti berpikir aku tidak mengenali mu, bukan?" Laki-laki itu mengusap bibir bawahnya pelan. Ia kembali menatap Ana.

"Ku pikir disekolah tadi bermain sebentar denganmu tidak masalah." Lanjutnya.

"L-lepaskan tangan ku sialan!" Seberani mungkin Ana berusaha menggertak laki-laki gila ini. Namun, bukannya takut malah yang di gertak hanya terkekeh kecil.

"Ayo kita bicara. Ku rasa pelarian mu selama tiga tahun sudah sangat menyiksaku," ujar laki-laki itu sambil menunjukan raut wajah serius.

"Tidak! Lepaskan aku, ku mohon." Ana menarik tangannya sekuat mungkin. Namun, Cengkraman itu semakin kuat juga. Otaknya memaksa mengingat masa lalu. Tapi Ana terus menggeleng enggan mengingatnya. Jika saja kilasan itu melintas lagi, Ana mungkin akan pingsan di tempat.

"Kau masih mencintaiku Ana?"

Ana diam tidak menjawab. Fokusnya hanya pada tangannya yang berusaha terlepas. Ana pastikan jika tangannya kini memerah, perih sekali rasanya. Di tambah lagi kakinya kini mulai melemas saking takutnya. Melihat laki-laki ini seperti ia melihat mautnya.

"Jawab aku Ana! Apa kau tuli?!"

"Aku tidak mencintaimu! Kau dengar aku tidak mencintaimu Stefan!" Ana berteriak keras. Berharap ada orang yang menolongnya dari iblis yang kini berada di depannya.

Why You AgainWhere stories live. Discover now