26. Two-way direction.

418 24 3
                                    

Happy reading.

o0o

Ana menutup bukunya setelah lelah membaca. Dia melirik jam dinding yang kini sudah menunjukkan pukul 19.05, biasanya ibunya akan memanggilnya untuk turun. Tapi sepertinya saat ini Deluna belum selesai memasak. Ana mengemas buku-bukunya dan beranjak untuk membantu ibunya. Benar saja, saat tiba di dapur Deluna tengah memotong beberapa sayuran. Dan juga ayahnya sedang duduk di kursi, sepertinya kedua orang tuanya sedang berbincang.

"Ma, biar Ana bantu," ucap Ana meraih pisau dan sayur yang kemudian di iris-Nya.

"Terimakasih sayang," ujar Deluna yang diangguki oleh Ana.

Kira-kira butuh waktu 30 menit untuk masakan itu siap. Dan kini Ana telah menata makanannya diatas meja. Bersiap melangsungkan makan malam bersama. Semuanya senyap hanya terdengar dentingan sendok.

"Apa sekolah mu menyenangkan?" Tanya Pram yang hanya diam sejak tadi. Memperhatikan putrinya yang benar-benar sudah remaja. Bahkan sebentar lagi akan lulus SMA.

Ana tersenyum. "Ya," jawabnya.

"Bagaimana dengan kuliahmu? Sudah memutuskan dimana?"

Ana terdiam. Dia belum memikirkan tentang kuliah sama sekali. Hari-harinya disibukkan dengan persiapan ujian, belum lagi tentang Stefan yang terus mengganggu dirinya. Ana ingin berkuliah di tempat yang jauh lagi. Menghilang dan kembali menjauhi Stefan. Tapi memikirkannya saja tidak mungkin.

"Belum, Pa."

"Bagaimana kalau berkuliah di Beijing?" Tanya Pram yang membuat Ana menghentikan kunyahan-Nya.

Ana menatap Ayahnya tak percaya. Beijing adalah salah satu impiannya sejak dulu. Namun saat itu kedua orang tuanya belum mengizinkan karena memang ketika itu dia baru akan masuk SMA. Senyum terukir diwajahnya, Ana benar-benar tidak percaya ini. Apa sekarang keinginannya untuk pergi ke Beijing akan terwujud? Ini bukan mimpi tapi rasanya begitu tidak nyata.

"Apa Papa serius?" Tanya Ana sambil menatap ragu Pram dan Deluna bergantian.

"Papa serius Ana, tapi kami hanya menyarankan saja. Tidak memaksa, kalau kau ingin berkuliah dimana pun Papa dan Mama pasti tetap mendukung," sahut Deluna menimpali.

Ana menggigit bagian dalam bibirnya. Ini berita yang begitu baik. Beijing! Salah satu impian Ana. Dan jika saja dia berhasil berkuliah di sana, mungkin akan begitu menyenangkan. Disini dia hanya tinggal menuju ujian saja, setelahnya mungkin akan bebas sampai kelulusan tiba. Dan jika dia memilih keputusannya sekarang, akan ada banyak waktu yang dia punya untuk mempersiapkan semua.

"Jika aku pergi ke Beijing, bagaimana dengan Papa Mama? Apa kalian akan tetap disini?"

"Tentu tidak sayang. Papa dan Mama akan kembali ke London," jawab Pram yang artinya mereka tidak akan kembali ke Indonesia lagi jika Ana berkuliah diluar negeri. Tapi itu bukan masalah kan?

Tapi mengapa pikiran Ana kini tertuju pada Stefan. Bagaimana jika Stefan mengetahui jikalau dia ingin pergi lagi? Melihat sikap Stefan selama ini membuat Ana merasa jika Stefan benar-benar masih memiliki rasa untuknya. Tapi itu bukan masalah besar kan? Ana berhak memilih. Bukan kah selama ini Ana melarikan diri dari Stefan, dan sia-sia saja pelariannya jika dia menyerahkan hatinya dengan Stefan sekali lagi.

Why You AgainWhere stories live. Discover now