13. AXERIOS.

728 47 0
                                    


Happy reading.

o0o


Gadis dengan seragam bahas kuyup melangkah pelan melewati trotoar yang sepi. Wajahnya menunduk, serta air matanya terus mengalir. Hujan tidak membuatnya sedikit pun takut untuk berjalan kaki seorang diri. Kedua tangannya memeluk dirinya sendiri berusaha untuk mencari kehangatan di dinginnya hujan.

Dia merasa sangat sakit, bahkan kecewa. Seharusnya tadi dia tidak menerima ajakan kekasihnya itu. Mungkin sekarang dia tidak akan hujan-hujanan demi sampai di rumah. Berjalan kaki seorang diri dengan langit yang begitu hitam. Dia menekan rasa takut dalam hatinya saat waktu sudah semakin sore bahkan menjelang malam.

Kakinya mulai keram. Jarak dari sekolah menuju rumahnya lumayan jauh. Apalagi di tengah hujan begini tidak ada kendaraan yang lewat. Seolah mereka mengerti hujan bukanlah sesuatu yang mudah di lewati. Ada petir, dan angin kencang.

"Hiks..."

Isak tangis gadis itu kian kuat. Menandakan jika dirinya benar-benar tidak kuat. Dia takut, kakinya keram, bajunya basah, tubuhnya dingin, serta kepalanya terasa pusing.

Ana, dia melihat halte bus yang tak jauh darinya. Sekuat tenaga dia berjalan ke arah halte itu. Biar dia disana dulu sampai hujan mereda dan kakinya tidak keram lagi.

Setelahnya sampai di halte tersebut, Ana memeluk dirinya sendiri. Benar-benar seperti gelandangan yang membutuhkan tempat tinggal. Seragam sekolahnya sudah basah kuyup, dan jangan lupakan wajahnya yang begitu pucat.

Handphone nya mati. Jika tidak, mungkin Ana akan menelpon Ayahnya untuk menjemputnya. Ana kembali terisak mengingat kekasihnya lebih memilih mengantar sahabatnya dari pada dirinya.

Ana menolak Ayahnya untuk menjemput karena Stefan bilang akan mengantarnya. Namun, laki-laki itu meninggalkannya begitu saja dan memilih bersama dengan...gadis lain.

Sialnya lagi ponselnya mati karena kehabisan daya. Benar-benar nasib yang malang. Dia menunggu Stefan menjemputnya lagi di gerbang sekolah. Sudah hampir satu jam namun Stefan tak kunjung datang. Ana menyerah, dia yakin Stefan sedang bersama sahabatnya. Jadi dia melupakan kekasihnya yang menunggunya seorang diri. Berharap laki-laki itu kembali datang.

Ana merasa jika ada sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Dia yang awalnya menunduk langsung melihat siapa itu.

"Hey, ayo masuk!" Teriak orang itu dari dalam mobil.

Ana masih diam di tempat. Dia tidak tahu harus menerima ajakan itu atau tidak. Pertama dia tidak mengenal orang itu, dan yang kedua dia tidak mau merepotkan orang lain.

"Ayo! Jangan takut."

Gadis itu menggigit bibir bawahnya sendiri. Akhirnya dia memutuskan untuk ikut bersama orang itu. Dia sudah tidak kuat jika harus berjalan. Tubuhnya sudah menggigil.

"Pakai sabuk pengamannya," kata lelaki itu setelah Ana duduk di sampingnya. Ana hanya menurut dan memasangnya tanpa mengatakan apapun.

Di perjalanan hanya ada keheningan. Ana yang merasa tak ada tenaga bahkan hanya untuk berbicara. Serta keterdiaman lelaki di sebelahnya yang sepertinya tipe orang yang tidak suka banyak bicara.

Ana memejamkan matanya sejenak untuk mengurangi pusing di kepalanya. Dia mengusap-usap telapak tangannya sendiri agar hangat.

"Pakai ini."

Ana membuka matanya. Terdapat jaket hitam yang kini ada di tubuhnya. Dia melirik lelaki di sebelahnya yang masih fokus menyetir. Ana pasrah dan menggunakan jaket itu. Jaket itu wangi, seperti wangi lelaki di sebelahnya.

Why You AgainWhere stories live. Discover now