9. Persaingan.

1.6K 112 3
                                    

Happy reading.

o0o

Ana menelungkup kan wajahnya pada kedua tangannya di atas meja. Dia berada di kelas hanya sendiri, jam istirahat baru saja berbunyi. Ana menolak ajakan Wesy untuk pergi ke kantin. Perutnya tidak merasa lapar. Atau mungkin dia tidak mau bertemu seseorang saat ke kantin.

Masih dengan posisi yang sama, Ana memikirkan kejadian dua hari yang lalu. Benar-benar tidak bisa ia lupakan ketika malam itu dirinya dan Stefan berbicara banyak hal.

Semua berakhir ketika Ana melihat taksi yang lewat. Dia menghentikan taksi itu dam meninggalkan Stefan sendiri di halte. Ana bersyukur sekali bisa mendapatkan taksi di tengah hujan deras.

"Ana."

Ana tersentak ketika namanya di panggil. Mata Ana berkedip beberapa kali ketika mendapati seseorang tengah berdiri di hadapannya.

"Arion?!" Pekik Ana yang langsung berdiri dari duduknya.

Arion tersenyum manis melihat reaksi Ana. Dia menatap Ana yang kini melihatnya tidak percaya. Sungguh menggemaskan.

"Berhenti memandangi ku Ana," ujar Arion sambil terkekeh melihat Ana yang masih belum percaya dengan adanya dirinya.

"Kau? Apa kau sudah baik-baik saja?" Tanya Ana setelah sadar dari keterkejutannya.

"Tentu. Itu mengapa aku sekolah." Arion menarik kursi sebelah Ana. Dia duduk dan langsung membuka sesuatu dari plastik hitam yang tadi ia bawa.

"Kau tidak menghubungi ku jika hari ini berangkat sekolah, Ar," kata Ana dengan mengernyitkan dahi. Dia ikut duduk setelah Arion memintanya duduk dengan gerakan wajahnya.

"Sudah, tapi kau tidak membalas atau mengangkat telpon ku."

Ana lagi-lagi tersadar jika dari kemarin ponselnya mati. "Oh, aku baru sadar jika ponsel ku mati. Maaf," kata Ana merasa bersalah.

"Tidak masalah. Sekarang makanlah, aku membelinya di kantin tadi. Wesy memberitahu ku jika kau tidak mau pergi bersamanya."

Ana memandang roti dan sebuah susu kotak yang baru saja Arion berikan. Dia begitu terkesan dengan perhatian yang Arion berikan. Entah mengapa jantungnya kini berdegup dua kali lebih cepat.

"Kau tidak perlu repot-repot," kata Ana yang merasa tidak enak dengan perlakuan Arion.

Arion hanya tersenyum melihat Ana yang kini sudah mengambil roti yang baru saja ia suguhkan setelah membuka bungkusnya.

"Arion apa lukamu masih sakit?"

"Tidak, Ana. Tapi ngomong-ngomong kau perhatian sekali ya. Jantungku jadi berdetak kencang." Arion tertawa melihat Ana yang kini memandangnya kesal. Ana benar-benar lucu jika sedang marah begini.

"Menyebalkan, aku kan hanya bertanya."

"Baiklah maafkan aku. Sekarang habiskan makanan mu ya," ujar Arion yang masih mencoba meredakan tawanya.

Kejadian itu tak luput dari pandangan seseorang yang memperhatikan mereka dari arah pintu. Mata tajam itu melihat tidak suka ketika Ana dan Arion tertawa bersama. Apalagi sikap Arion yang sok peduli pada Ana.

Stefan pergi meninggalkan Ana dan Arion yang masih terlihat begitu asik. Laki-laki itu memasang wajah datarnya seperti biasa. Meski dalam dirinya sudah ada singa yang terbangun.

Langkahnya kini pergi menuju atap sekolah. Dimana teman-temannya tengah berkumpul disana. Awalnya Stefan pergi untuk melihat Ana. Tadi ia sudah pergi ke kantin dan yang terlihat hanya Wesy sendiri. Stefan yang mengerti langsung menuju kelas Ana. Namun, pemandangan yang seharusnya tidak ia saksikan malah terpampang jelas di hadapannya.

Why You AgainWhere stories live. Discover now