17. Kemarahan Stefan.

909 48 2
                                    

Happy rding.

o0o

Hari setelah Ana berbicara dengan Stefan, dia tidak lagi menemui laki-laki itu. Ana menjauh tanpa ragu. Dia tidak ingin berurusan dengan Stefan jauh lebih dalam lagi. Ana merasa keputusannya untuk menjauhi Stefan tidak salah. Dirinya merasa jika kehadiran Stefan telah membuat banyak masalah dalam hidupnya.

Begitu juga sebaliknya. Stefan memilih untuk tidak mengusik Ana beberapa waktu ini. Dirinya fokus mencari siapa pelaku di balik konspirasi yang telah melibatkan Ana. Dengan bantuan anak Axerios, Stefan membulatkan tekad untuk mencari tahu dan membongkar kedok orang yang telah ia curigai selama ini.

Laki-laki itu tetap waspada meski tidak mendekati Ana secara terang-terangan. Diam-diam dia menjaga gadis itu agar tidak ada masalah saat dirinya jauh dari Ana. Bukan tanpa alasan, Ana itu polos, namun bodoh. Gadis itu terlalu mudah dihasut. Enggan mengambil resiko, Stefan diam-diam menguntit Ana jika gadis itu pergi.

Ancaman yang telah Ana hadapi bukan main-main. Bahkan sudah berani dengan nyawa. Gadis itu hampir ditabrak. Tentu hal itu membuat Stefan mencak-mencak. Memarahi anggota Axerios karena tidak bisa menjaga gadisnya. Padahal dia sudah mengutus tiga orang anggota geng nya untuk mengikuti Ana.

"Tenang, Stef," kata Defano yang mulai jengah melihat Stefan yang dari tadi memarahi semua orang yang ada di gedung yang diubah menjadi markas Axerios.

"Tenang?! Bagaimana aku bisa tenang jika Ana hampir saja ditabrak, ha?!" Bentak Stefan dengan wajah memerah. Menahan emosi yang memuncak.

"Kau tidak akan bisa menyelesaikan masalah jika terus emosi." Ryan melirik ke arah sampingnya. Zeno, laki-laki yang ternyata telah menjadi korban emosi Stefan. Zeno memang diperintahkan menjaga gadis dari ketua mereka. Tapi, sepertinya dia dicap gagal oleh Stefan ketika nyawa Ana hampir melayang.

Stefan berdecih. Dia memandang sinis ke arah Zeno, Dion, dan Zidan. Ketiga laki-laki itu sudah babak belur. Stefan menghajar mereka karena marah. Namun ketiganya hanya diam dan tidak berani melawan, mengingat betapa bengisnya Stefan ketika tengah emosi.

"Di mana Arsen?" Tanya Stefan.

"Dia pergi keluar," ucap Tyo yang memang tahu jika Arsen tadi pergi keluar tanpa pamit pada mereka.

"Suruh kemari!"

"Kau tau kan, dia tidak suka diatur." Defano memutar bola mata malas mengingat kelakuan Arsen dan Stefan yang tak jauh beda.

"Suruh saja! Dia tidak akan berani membantah ku," kata Stefan dengan nada sombong. Memang benar, Arsen itu keras kepala, tidak suka diatur, dan bahkan berani berhadapan dengan Stefan. Namun siapa sangka laki-laki yang tak kalah dingin itu ternyata masih menghargai Stefan sebagai ketua mereka.

Arsen memang bukan anggota baru di Axerios. Sudah lama laki-laki itu bergabung. Tentu dia mengenal siapa Stefan, dan Stefan mengenal bagaimana sikap Arsen. Keduanya memang sering cekcok. Ingat beberapa waktu lalu ketika Arsen dan Stefan bermain dengan panah? Keduanya memang melepas anak panah itu. Namun keduanya saling mengubah objek tujuan mereka. Dari yang mengarah satu sama lain, beralih dengan asal memanah. Hingga panah Arsen mengenai lengan Dean, anggota Axerios yang memang ingin memisahkan Arsen dan Stefan. Saat itu Dean diam-diam tersenyum miring, dan Arsen mengetahuinya.

"Hei sialan! Aku bahkan baru saja keluar dan kau menyuruhku kemari lagi!"

Stefan memutar bola mata malas. Menatap Arsen yang tengah bersungut-sungut menatapnya nyalang. Tak butuh waktu lama ketika Defano menghubungi Arsen, laki-laki itu segera datang. Meski sekarang Arsen terlihat emosi.

Why You AgainWhere stories live. Discover now