4. Mimpi buruk.

2.4K 146 0
                                    

Happy reading.

o0o

Gadis berusia 15 tahun dengan baju sekolah yang terlihat rapi berjalan beriringan dengan seorang laki-laki di koridor sekolah. Mereka terlihat mengobrol dan sesekali tertawa. Pasangan yang di gadang-gadang sebagai pasangan serasi itu mencuri pandangan semua orang. Mereka berdua terlihat sangat bahagia, seolah dunia hanya milik mereka.

"Ana, nanti kau pulang bersama ku, oke?"

Ana terlihat menimang ajakan dari laki-laki yang berstatus pacarnya itu. Dia terlihat ragu untuk menjawab meski hatinya sangat ingin.

"Aku sudah meminta Papa untuk menjemput ku, Ar," ucap Ana merasa tidak enak.

"Tidak masalah, kau telpon saja Papa mu. Bilang padanya kau akan pulang bersama ku," laki-laki itu masih memaksa Ana untuk pulang bersamanya. Bagaimana pun dia berhak atas hal itu karena Ana adalah kekasihnya.

"Tapi, Ar--"

"Arkana!"

Ucapan Ana terpotong dengan teriakan melengking seorang gadis yang kini berada tak jauh dari mereka berdua. Ana menatap tak suka gadis itu meski ia mengenalnya. Ana bahkan terang-terangan menatap tak suka padanya.

"Arkana, aku pulang bersama mu ya." Pinta gadis itu dengan wajah melas. Dia bahkan sengaja mendorong Ana agar dirinya bisa berada di hadapan Stefan Arkana, laki-laki yang berstatus kekasih Ana.

"Tapi Jane, Arka bilang dia mau pulang bersama ku." Ana beralih ke samping Stefan. Gadis itu bahkan memegang tangan kekasihnya dengan erat. Seolah tak rela jika Stefan pergi bersama gadis bernama Jane.

"Oh benarkah, Stefan?" Jane memasang muka semelas mungkin untuk membuat Stefan menerima ajakannya tadi. Sebelum itu Jane bahkan menatap tak suka Ana.

Stefan yang memiliki dua persimpangan bingung. Di satu sisi dia tadi sudah mengajak Ana, tapi di sisi lain ada Jane, yang notabenenya adalah Sabahatnya.

"Ana, kau pulang bersama Papa mu ya." Stefan menatap Ana dengan cara yang berbeda. Ana yang mendengar itu hanya diam tidak merespon. Meski kini hatinya tertohok.

"Tapi Ar, kau bilang tadi kita akan pulang bersama!"

"Dan kau bilang Papa mu akan menjemput mu. Lain kali saja kita pulang bersama ya?"

Ana menatap Stefan dan Jane bergantian. Ia sama sekali tidak menyangka ini. Bahkan kekasihnya lebih memilih Jane daripada dirinya. Ana yang melihat Jane tersenyum meledek hanya bisa mengepalkan tangan marah. Apa-apaan ini?! Lagi-lagi Stefan-nya tidak memilih dirinya lagi.

Ana melepas genggaman tangannya dengan Stefan. "Baiklah. Tidak masalah," ucapnya sambil mengalihkan pandangan ke arah lain.

Stefan tersenyum, dia mencium kepala gadisnya dengan tulus. "Ya sudah, aku duluan ya."

Ana menatap kepergian Stefan dengan sendu. Ia menggelengkan kepala tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Spekulasi liar mulai bermunculan di otaknya, apa Stefan tidak mencintainya lagi? Apa Stefan bosan padanya? Apa Stefan mencintai Jane?

Jika benar, kenapa harus Ana yang merasakan itu.

o0o

"Ana, sayang ayo bangun! Kau harus sekolah bukan?"

Ana terkejut dan langsung membuka matanya. Dia mengelap keringat yang menetes di pelipisnya. Nafasnya begitu tak beraturan, bahkan debar jantungnya terasa lebih cepat. Ana menggelengkan kepalanya untuk menghapus ingatan itu. Mimpi buruk yang sama terus terulang.

Why You AgainWhere stories live. Discover now